Tangan serta kaki Andira mendadak gemetar, keringat dingin pun kini mulai bercucuran membasahi keningnya. Angin dingin yang tiba-tiba datang menerpa wajahnya juga membuat seluruh tubuhnya mendadak meremang. Beberapa saat kemudian, suara hiruk pikuk keramaian juga mendadak terdengar di telinganya.
"Apa ada pasien gawat?" batinya. Karena rasa penasaran pun, perlahan Andira sedikit membuka kedua matanya yang masih terpejam erat. Sepi, tidak hanya orang, suara keramaian yang tadi pun mendadak lenyap seketika. Sekilas ekor matanya melirik sang ibu mertua yang masih tetap terlelap dalam tidurnya. "Mungkin aku salah dengar." batinya lagi.Wuush.Andira pun langsung tertegun saat gorden penutup jendela yang berada tak jauh dari tempat ibu mertuanya berada, mendadak tersibak padahal tidak ada angin sedikit pun di sana. Kedua matanya juga mendadak membulat seketika, saat tanpa sengaja ia menangkap sesosok bayangan berada tepat di sebelahnya. Dengan perlahan ia berbalik dan melirikAndira dan Kevin langsung menoleh dan menatap Leni. "Apa maksud Ibu?" tanya Andira sembari mengerutkan keningnya. "Maksud Ibu, kenapa kamu tidak sopan sama atasanmu!" bisik Leni pada menantunya. "Untuk apa sopan Bu, dia saja tidak pernah sopan pada bawahan!" tukas Andira menatap tajam ke arah Kevin. Ya, semenjak kejadian waktu itu saat Kevin menjawab panggilan telepon dari Bagas, Andira masih saja merasa kesal setiap kali ia bertemu dengan atasannya itu. "Hei, tidak boleh begitu! Bagaimana pun juga, dia itu atasan kamu dan dia juga yang sudah membawamu ke sini." ucap Leni menyenggol lengan menantunya.Tak ingin urusan jadi lebih panjang, Andira pun mengangguk sembari memutar bola matanya malas saat melihat Kevin menyematkan senyum di sudut bibirnya.Tidak lama kemudian, dua orang perawat pun datang dan mulai melepaskan infus yang masih melekat di tangan Andira. Sebelum mereka bedua pergi, Andira sempat mendengar para perawat itu berbisik dan memuji k
Bagas melenguh pelan saat kedua matanya mulai terbuka. Matanya pun langsung menyipit seketika saat cahaya matahari tiba-tiba menyilaukan penglihatannya."Sial, karena semalam aku jadi kesiangan!" umpatnya kesal. Bagas langsung beranjak dari ranjangnya dan menuju kamar mandi.Tiga puluh menit kemudian Bagas pun sudah rapi dan langsung bergegas untuk menjemput istri serta ibunya di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih satu jam perjalanan Bagas pun sampai di depan sebuah rumah sakit yang lumayan cukup besar, tempat Andira di rawat. Baru saja ia ingin memarkirkan mobilnya, seketika itu juga kedua matanya terbelalak. Niatnya pun juga mendadak ia urungkan saat melihat sesuatu yang membuat dadanya terasa memanas.Kedua tangannya mendadak mengepal kuat, wajahnya juga mulai memerah menahan kesal saat melihat istri serta ibunya tengah berbincang akrab dengan seorang pria yang ia kenali sebagai atasan sang istri. Dadanya seketika mengembang kempis menahan amarah yang
Tubuh Andira langsung terhuyung ke belakang, seketika juga tangannya memegangi pipi kirinya yang memerah dan terasa panas. Kedua matanya pun langsung berair menahan perih di sudut bibirnya sekaligus rasa sakit di hatinya."Bagas! Apa yang kamu lakukan?" Leni langsung merengkuh tubuh menantunya dan memeluknya dengan sangat erat."Seharusnya, aku yang bertanya. Apa yang kalian lakukan?! Dasar wanita murahan!" hardik Bagas sembari menatap tajam ke arah Andira. Dunia Andira seakan runtuh seketika, satu kalimat yang baru saja terlontar dari bibir suaminya membuat hatinya hancur lebur, dadaya pun seketika terasa dicambuk. Derai air matanya pun juga semakin membanjiri kedua pipinya."Apa maksudmu Sayang?" serunya di tengah isak tangsnya."Kamu masih mau mengelak? Aku sudah melihat semuanya!" Bagas langsung berbalik dan hendak pergi dari sana namun dengan cepat, Leni langsung menahan tangannya."Jaga bicaramu Bagas! Selama ini, Ibu tidak pernah mengajarimu memperlak
Andira langsung terduduk dari tidurnya saat mendapati suamnya dalam keadaan mabuk karena minuman beralkohol."Dasar wanita murahan! Apa kamu masih belum puas dengan suamimu ini, heh?!" teriak Bagas yang langsung melompat ke atas ranjang lalu menjambak rambut istrinya. Seketika itu juga Andira langsung meringis menahan rasa perih di kulit kepalanya, seakan-akan seluruh rambutnya benar-benar akan terlepas dari kulitnya. Ia bahkan langsung membungkam mulutnya sendiri agar ia tak berteriak dan malah akan membuat ibu mertuanya semakin khawatir. "Ada apa, heh?! Kenapa kau menutup mulutmu? Apa kau takut jika aku melumat bibirmu karena dia sudah menikmati bibirmu?" teriak Bagas lagi.Andira pun hanya bisa menggeleng tanpa bisa melawan suaminya. Melalui cahaya lampu tidur yang berada di atas nakas, ia menatap lekat ke arah wajah suaminya, namun tak ada Bagas yang dulu di sana. Tatapan mata suaminya kini berubah tajam, wajahnya pun tak sehangat Bagas yang dulu selalu me
"Iya Bu, jangan ganggu kami! Kami sedang menikmati malam panjang kami." teriak Bagas dari dalam kamar.Mendengar hal itu, senyum leni pun tiba-tiba muncul di wajahnya. "Iya Nak, maaf kalau Ibu menggangu. Lanjutkan saja aktivitas kalian." teriak Leni yang langsung pergi meninggalkan kamar putranya. Ia bahkan berfikir jika putra serta menantunya sudah berbaikan.Mendengar ibunya sudah pergi dari depan kamarnya, Bagas pun kembali menyeringai menatap sang istri yang masih berada di bawah kungkungannya. Dengan cepat ia kembali melumat dengan kasar, bibir ranum milik istrinya yang sudah bercampur dengan darah. Tangan kanannya pun tak tinggal diam dan bergerak membuka pengait kain yang menutupi gundukan kenyal milik istrinya. Setelah terlepas, ia pun kembali membuangnya ke sembarang arah. Bagas lalu melepas pangutan bibirnya dan kembali menyeringai menatap wajah istrinya.Andira pun dengan cepat menggeleng dan menatap iba pada suaminya tanpa bisa berbuat apa-apa. Namu
Kini Bagas menatap tubuh istrinya yang benar-benar sudah dalam keadaan polos. Dengan cepat Bagas pun melompat ke atas ranjang dan langsung menindih tubuh polos istrinya."Kenapa menangis, sayang? Harusnya kamu bahagia suamimu bisa melayanimu sampai puas." bisik Bagas sembari menjilati dengan sangat rakus, wajah istrinya yang basah karena air mata.Tanpa aba-aba, Bagas langsung membenamkan miliknya ke dalam milik sang istri. Dengan cepat pula ia menghujamkan milik istrinya hingga tubuh istrinya pun mengejang karena menahan sakit yang teramat di bagian inti miliknya. Ia benar-benar melakukan penyatuan tubuh tanpa pemanasan sedikit pun."Apa rasanya nikmat?" bisiknya di telinga sang istri. Ia lalu kembali melumat kasar bibir istrinya dan kembali menggerakkan miliknya dengan sangat kasar, hingga Andira pun hanya bisa meremas sprei tanpa bisa berteriak kesakitan. Andira memejamkan kedua matanya dengan sangat erat, bagian inti miliknya benar-benar terasa sangat perih
Seperti biasa jika pagi sudah menjelang, Andira selalu menyibukan diri untuk membantu sang ibu mertua di dapur. Seperti halnya hari ini di mana waktunya tengah senggang, ia berkutat dengan peralatan masaknya di dapur."Dira, kamu gak kerja Nak?"Begitu Andira menyadari kedatangan ibu mertuanya, ia langsung menghindar lalu dengan cepat memalingkan wajahnya. "Masih cuti Bu." serunya sembari menundukkan kepalanya."Ada apa Nak?" tanya Leni saat melihat gelagat aneh dari menantunya. Leni pun langsung menyibak rambut panjang Andira yang ia gerai. Kedua matanya seketika terbelalak saat melihat wajah menantunya. "Kamu kenapa Nak?" tanyanya kemudian. Tangannya terulur dan menyentuh bekas luka di sudut bibir menantunya."Hmm, i-itu Bu. Semalam... aku terjatuh dan tanpa sengaja membentur meja." kilah Andira.Namun pikiran Leni justru teringat dengan perkataan putranya semalam, apa lagi saat kedua matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu yang sangat mencolok di kulit le
Begitu Andira berdiri tepat di depan jendela, tangan kananya perlahan terulur hendak menyibak gorden yang masih menutupi jendela rumahnya. Detak jantung yang kian berpacu kencang sesaat bembuat Andira merasa ragu untuk menyibak sehelai kain bermotif bunga itu.Tapi suara ketukan kaca yang kian menggema dan saling bersahutan dengan hewan nokturnal itu pun kian membuat rasa penasaran Andira semakin besar. Hingga jari-jari tangan yang masih gemetar itu pun akhirnya berhasil meraih sehelai kain yang menutupi jendela itu.Srett!"Aaaaarrgh!"Sesosok wajah pucat dengan kedua mata besar yang melotot, menapak jelas di kaca jendela. Andira pun langsung tersentak dan berlari ke arah kamarnya, lalu ia langsung mengunci rapat pintu kamarnya. Dengan nafas yang masih terengah-engah, Andira menyenderkan punggungnya di daun pintu kamarnya. Namun sesuatu yang telinganya dengar tiba-tiba membuat detak jantungnya kian bergemuruh hingga sesak yang ia rasakan.Andira pun langsung mene