Mentari pun mulai menampakkan parasnya, memancarkan hawa hangat menyelimuti seluruh permukaan bumi. Di salah satu desa di pinggiran timur kota seorang wanita muda terlihat tengah terburu-buru menuruni mobilnya, lalu segera berlari memasuki sebuah rumah bambu yang sederhana.
"Mbah, apa yang terjadi?" Tanyanya pada seorang pria tua yang tengah duduk di salah satu kursi ruang tamunya sedang menikmati sebatang rokok yang ia selipkan di antara kedua jarinya.
"Sejak awal, kamu selalu terburu-buru." Jawabnya santai pada wanita muda itu, yang tak lain adalah Tari. Sesekali pria tua yang biasa dipanggail mbah Kaji itu terlihat menyesap dan menghembuskan asap rokoknya ke atas.
Mendengar penuturan mbah Kaji, Tari berusaha untuk lebih tenang. Dia mendaratkan bokongnya di atas salah satu kursi, tak jauh dari tempatnya berada saat ini. "Begini, aku..."
"Aku tau." Sanggah mbah Kaji sebelum Tari berhasil menyelesaikan kalimatnya. "Dia dibantu
Biasan mentari mulai menyurut, malam pun datang kian menyingsing bulan. Tari terlihat sudah siap untuk melancarkan aksi pertamanya. Sesekali dia menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan untuk mengurangi rasa gugupnya. Malam ini adalah kali pertama dia merencanakan tindakan kriminal hingga menyebabkan hilangkan nyawa seseorang. Tapi karena jiwanya sudah diselimuti dengan hawa nafsu serta bisikan setan, Tari pun tak mengindahkan resiko yang mungkin saja bisa merenggut nyawanya karena pasal pembunuhan berencana. Keringat dingin kini mulai memabasahi tangan serta wajahnya. Pakaian serba hitam, topi serta sarung tangan hitam pun sudah melekat di tubuhnya. Jika dilihat sekilas, dia lebih mirip dengan seorang pria. Terlebih selembar masker pun juga ia gunakan untuk menutupi wajahnya dari sorotan kamera cctv yang mungkin akan menangkap pergerakannya. Dengan menaiki sebuah sepeda motor matic sewaan, dia pun memasuki kawasan minimarket. Tari lalu m
Beberapa saat kemudian Tari merasakan tidak ada perlawanan lagi dari gadis itu, ia kemudian melepaskan tangan serta rangkulannya. Bak sebuah karung beras, Tari menyeret tubuh gadis itu ke arah meja yang tak jauh dari tempat dia berada sekarang. Tari lalu mengeluarkan seikat tali tambang yang sebelumnya ia sembunyikan di balik jaket hitamnya. Dengan bersusah payah, Tari mengangkat gadis itu ke atas meja kayu itu. Lalu dia segera mengikat kedua tangan serta kaki gadis itu ke setiap sudut meja masing-masing sisinya, hingga gadis itu pun jadi terlentang dengan kedua kaki mengangkang. Sapu tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk membius gadis itu ia gunakan kembali untuk mengikat bagian mulutnya agar tidak bisa berteriak. Tari lalu mengeluarkan dua buah kantong plastik yang kemudian ia ikatkan di kedua pergelangan tangan gadis itu. Lalu ia duduk di tanah dan bersila untuk memulai ritualnya. Tangan kanannya kemudian mengeluarkan se
Sosok hitam besar tiba-tiba keluar dari keris yang Tari pengang. Seluruh tubuhnya di penuhi bulu hitam yang sangat lebat, kedua mata merahnya melotot seolah akan keluar. Beberapa gigi besar yang lebih mirip dengan gading anak gajah pun terlihat menjulang ke atas dan ke bawah hingga mulut mahluk itu pun terlihat sangat lebar. "GGRRRRRH. AKU LAPAR." Seru sosok hitam besar itu dengan suara beratnya. Tari pun reflek melangkah mundur, saat sosok mahluk besar itu tiba-tiba menatapnya tajam dengan kedua mata besar miliknya yang berwarna merah. Sesaat kemudian, bau anyir darah mengalihkan perhatian mahluk besar tersebut. "Sruurrp." Dengan sangat lahapnya, sosok besar berbulu itu menyeruput darah yang menggenang di leher gadis itu. Gadis itu berusaha meronta saat mahluk mengerikan itu dengan cepat menjilati kulit lehernya. Namun sayang karena rasa takutnya pada sosok mengerikan itu, seluruh tubuhnya malah semakin melemah, bulu kuduknya pun me
Deru suara angin yang berhembus membelah gelapnya malam, tak mengurangi semangat kedua orang warga yang sedang melaksanakan tugas patrolinya mengelilingi kampung di desa Cempaka. "Min, kamu ngerasa nggak sih kalau malam ini suasananya beda banget?" Ucap Sapri yang membalut tubuhnya dengan sarung kotak-kotaknya, hingga terlihat kepala dan kakinya saja. "Beda gimana Pri? Kayaknya sama saja." Ucap Amin sembari memukul kentongan pos ronda yang ia bawa. "Beda Min, malam ini tuh rasanya dingin banget beda sama malam kemarin." Seru Sapri lagi lalu memeluk tubuh Amin dari belang. "Iih, apaan sih Pri. Lepas nggak? Jangan macem-macem kamu ya, aku masih demen sama awewek tauk!" Ketus Amin yang melepas pelukan temannya dengan kasar. "Ye, kamu kira aku nggak normal? Gini-gini aku masih berselera sama istriku." Hardik Sapri tak terima. "Lagian, ngapain kamu peluk-peluk aku segala?" Tanya Amin tak mau kalah. "Dingin kali Min, badanmu kan penuh lemak. Bagi dikit aja
*** Beberapa jam sebelumnya. "MINUM DARAH ITU!" Suara besar itu kembali menggema di kedua telinga Tari. Dengan ragu, Tari mengambil baskom kuningan yang berisikan darah itu. Baru saja dia mendekatkan baskom itu ke arah wajahnya, bau anyir seketika menyeruak menusuk indra penciumannya. Tari menatap lekat cairan yang berwarna merah pekat itu. "Haruskah aku minum darah ini?" Batinya. Membayangkannya saja sudah membuat isi perut Tari bergemuruh dan terasa di aduk-aduk. "MINUM SEKARANG!" Titah suara besar itu lagi.Mau tidak mau Tari akhirnya terpaksa harus meminumnya. Ia menarik nafas panjang lalu menahannya di tenggorokan, lalu dengan cepat ia mulai meneguk cairan kental berwarna merah itu. Ditegukan pertama rasa asin mulai menyapu lidahnya, bau anyir pun tak mampu ia tahan hingga membuat perutnya mulai terasa mual. Namun Tari berusaha untuk tetap bertahan, hingga ditegukan berikutnya Tari justru merasaka
Brakk! Sebuah benda tiba-tiba terjatuh dan menimpa atap rumah orang tua Bagas. Andira yang awalnya sudah terlelap pun, terperanjat dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan mengerjapkan kedua matanya. Keningnya mengerut saat telinganya tanpa sengaja menangkap sesuatu suara. Ia lalu memasang kedua telinganya lebar-lebar untuk memastikan apa yang dia dengar. Sesaat kemudian kedua mata Andira pun terbelalak, saat genting rumah tepat di atas kamarnya berbunyi seolah ada yang sedang menginjaknya. Dengan cepat dia berbalik dan membangunkan suaminya. "Sayang, bangun." Bisik Andira pada Bagas. Tangannya mencoba menggoyangkan lengan suaminya yang masih tertidur pulas. Namun bukannya terbangun, suaminya malah melenguh pelan sebelum akhirnya tertidur kembali. "Iih, ayo bangun!" Bisiknya lagi, dia kembali menggoyang tubuh suaminya lebih kuat lagi. "Bangun atau aku akan marah!" Ancam Andira pada suaminya. Seketika tubuh Bagas l
Apa yang Andira lihat membuat seluruh tubuhnya mendadak kaku dan tak bisa digerakkan. Ekor matanya melirik sang suami yang terlelap di sebelahnya. Ingin rasanya dia berteriak dan meminta tolong, namun suara di tenggorokannya tiba-tiba lenyap. Sosok berambut panjang itu perlahan mulai menjauh dari wajah Andira. Namun bukannya pergi, dia malah melompat-lompat kegirangan di atas tubuh Andira hingga dia pun meringis merasakan sakit yang teramat di bagian perutnya. "Hihihihihi..."Sosok itu pun tertawa cekikikan dan membuat seluruh otot di tubuh Andira seketika melemah. Dia pun hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya yang seolah disayat-sayat. Berbagai macam doa Andira panjatkan, untuk mengusir mahluk mengerikan itu."Sayang, bangun!"Samar-samar Andira mendengar suara suaminya memanggil-manggil namanya. Dengan bersusah payah, dia berusaha untuk membuka kedua matanya yang terasa amat berat. "Hah, haah, hah." Andira terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal. Jant
Sesampainya di rumah Leni, ustadz Syafi, Amin serta Sapri dibuat terkejut dengan penuturan Andira tentang suaminya. Terlebih saat ketiganya melihat sendiri keadaan Bagas yang terlihat memprihatinkan. Perutnya terlihat membesar, cairan hitam kental yang mengeluarkan bau busuk tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. Bagas mulai tergeletak lemah di atas ranjangnya, tubuhnya kelelahan memuntahkan sesuatu yang tak lazim dari perutnya. Rasa sakit yang seolah menyayat-nyayat perutnya pun membuatnya merintih kesakitan. "Banaspati geni!" Ucap ustadz Syafi tiba-tiba. "A-apa maksud Pak Ustadz?" Tanya Andira. "Bagas terkena Santet!" "S-santet?" Leni dan Andira tercengang. "Begini Bu Leni, tadi saat saya dan Amin sedang berkeliling, kami melihat banaspati yang tiba-tiba terbang melintasi area pemakaman. Lalu kami berdua berinisiatif untuk mengikutinya dan kami melihat banaspati itu jatuh di rumah ini." Jelas Sapri. Leni d
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb