Beberapa saat kemudian Tari merasakan tidak ada perlawanan lagi dari gadis itu, ia kemudian melepaskan tangan serta rangkulannya.
Bak sebuah karung beras, Tari menyeret tubuh gadis itu ke arah meja yang tak jauh dari tempat dia berada sekarang. Tari lalu mengeluarkan seikat tali tambang yang sebelumnya ia sembunyikan di balik jaket hitamnya.
Dengan bersusah payah, Tari mengangkat gadis itu ke atas meja kayu itu. Lalu dia segera mengikat kedua tangan serta kaki gadis itu ke setiap sudut meja masing-masing sisinya, hingga gadis itu pun jadi terlentang dengan kedua kaki mengangkang.
Sapu tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk membius gadis itu ia gunakan kembali untuk mengikat bagian mulutnya agar tidak bisa berteriak.
Tari lalu mengeluarkan dua buah kantong plastik yang kemudian ia ikatkan di kedua pergelangan tangan gadis itu. Lalu ia duduk di tanah dan bersila untuk memulai ritualnya.
Tangan kanannya kemudian mengeluarkan se
Sosok hitam besar tiba-tiba keluar dari keris yang Tari pengang. Seluruh tubuhnya di penuhi bulu hitam yang sangat lebat, kedua mata merahnya melotot seolah akan keluar. Beberapa gigi besar yang lebih mirip dengan gading anak gajah pun terlihat menjulang ke atas dan ke bawah hingga mulut mahluk itu pun terlihat sangat lebar. "GGRRRRRH. AKU LAPAR." Seru sosok hitam besar itu dengan suara beratnya. Tari pun reflek melangkah mundur, saat sosok mahluk besar itu tiba-tiba menatapnya tajam dengan kedua mata besar miliknya yang berwarna merah. Sesaat kemudian, bau anyir darah mengalihkan perhatian mahluk besar tersebut. "Sruurrp." Dengan sangat lahapnya, sosok besar berbulu itu menyeruput darah yang menggenang di leher gadis itu. Gadis itu berusaha meronta saat mahluk mengerikan itu dengan cepat menjilati kulit lehernya. Namun sayang karena rasa takutnya pada sosok mengerikan itu, seluruh tubuhnya malah semakin melemah, bulu kuduknya pun me
Deru suara angin yang berhembus membelah gelapnya malam, tak mengurangi semangat kedua orang warga yang sedang melaksanakan tugas patrolinya mengelilingi kampung di desa Cempaka. "Min, kamu ngerasa nggak sih kalau malam ini suasananya beda banget?" Ucap Sapri yang membalut tubuhnya dengan sarung kotak-kotaknya, hingga terlihat kepala dan kakinya saja. "Beda gimana Pri? Kayaknya sama saja." Ucap Amin sembari memukul kentongan pos ronda yang ia bawa. "Beda Min, malam ini tuh rasanya dingin banget beda sama malam kemarin." Seru Sapri lagi lalu memeluk tubuh Amin dari belang. "Iih, apaan sih Pri. Lepas nggak? Jangan macem-macem kamu ya, aku masih demen sama awewek tauk!" Ketus Amin yang melepas pelukan temannya dengan kasar. "Ye, kamu kira aku nggak normal? Gini-gini aku masih berselera sama istriku." Hardik Sapri tak terima. "Lagian, ngapain kamu peluk-peluk aku segala?" Tanya Amin tak mau kalah. "Dingin kali Min, badanmu kan penuh lemak. Bagi dikit aja
*** Beberapa jam sebelumnya. "MINUM DARAH ITU!" Suara besar itu kembali menggema di kedua telinga Tari. Dengan ragu, Tari mengambil baskom kuningan yang berisikan darah itu. Baru saja dia mendekatkan baskom itu ke arah wajahnya, bau anyir seketika menyeruak menusuk indra penciumannya. Tari menatap lekat cairan yang berwarna merah pekat itu. "Haruskah aku minum darah ini?" Batinya. Membayangkannya saja sudah membuat isi perut Tari bergemuruh dan terasa di aduk-aduk. "MINUM SEKARANG!" Titah suara besar itu lagi.Mau tidak mau Tari akhirnya terpaksa harus meminumnya. Ia menarik nafas panjang lalu menahannya di tenggorokan, lalu dengan cepat ia mulai meneguk cairan kental berwarna merah itu. Ditegukan pertama rasa asin mulai menyapu lidahnya, bau anyir pun tak mampu ia tahan hingga membuat perutnya mulai terasa mual. Namun Tari berusaha untuk tetap bertahan, hingga ditegukan berikutnya Tari justru merasaka
Brakk! Sebuah benda tiba-tiba terjatuh dan menimpa atap rumah orang tua Bagas. Andira yang awalnya sudah terlelap pun, terperanjat dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan mengerjapkan kedua matanya. Keningnya mengerut saat telinganya tanpa sengaja menangkap sesuatu suara. Ia lalu memasang kedua telinganya lebar-lebar untuk memastikan apa yang dia dengar. Sesaat kemudian kedua mata Andira pun terbelalak, saat genting rumah tepat di atas kamarnya berbunyi seolah ada yang sedang menginjaknya. Dengan cepat dia berbalik dan membangunkan suaminya. "Sayang, bangun." Bisik Andira pada Bagas. Tangannya mencoba menggoyangkan lengan suaminya yang masih tertidur pulas. Namun bukannya terbangun, suaminya malah melenguh pelan sebelum akhirnya tertidur kembali. "Iih, ayo bangun!" Bisiknya lagi, dia kembali menggoyang tubuh suaminya lebih kuat lagi. "Bangun atau aku akan marah!" Ancam Andira pada suaminya. Seketika tubuh Bagas l
Apa yang Andira lihat membuat seluruh tubuhnya mendadak kaku dan tak bisa digerakkan. Ekor matanya melirik sang suami yang terlelap di sebelahnya. Ingin rasanya dia berteriak dan meminta tolong, namun suara di tenggorokannya tiba-tiba lenyap. Sosok berambut panjang itu perlahan mulai menjauh dari wajah Andira. Namun bukannya pergi, dia malah melompat-lompat kegirangan di atas tubuh Andira hingga dia pun meringis merasakan sakit yang teramat di bagian perutnya. "Hihihihihi..."Sosok itu pun tertawa cekikikan dan membuat seluruh otot di tubuh Andira seketika melemah. Dia pun hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya yang seolah disayat-sayat. Berbagai macam doa Andira panjatkan, untuk mengusir mahluk mengerikan itu."Sayang, bangun!"Samar-samar Andira mendengar suara suaminya memanggil-manggil namanya. Dengan bersusah payah, dia berusaha untuk membuka kedua matanya yang terasa amat berat. "Hah, haah, hah." Andira terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal. Jant
Sesampainya di rumah Leni, ustadz Syafi, Amin serta Sapri dibuat terkejut dengan penuturan Andira tentang suaminya. Terlebih saat ketiganya melihat sendiri keadaan Bagas yang terlihat memprihatinkan. Perutnya terlihat membesar, cairan hitam kental yang mengeluarkan bau busuk tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. Bagas mulai tergeletak lemah di atas ranjangnya, tubuhnya kelelahan memuntahkan sesuatu yang tak lazim dari perutnya. Rasa sakit yang seolah menyayat-nyayat perutnya pun membuatnya merintih kesakitan. "Banaspati geni!" Ucap ustadz Syafi tiba-tiba. "A-apa maksud Pak Ustadz?" Tanya Andira. "Bagas terkena Santet!" "S-santet?" Leni dan Andira tercengang. "Begini Bu Leni, tadi saat saya dan Amin sedang berkeliling, kami melihat banaspati yang tiba-tiba terbang melintasi area pemakaman. Lalu kami berdua berinisiatif untuk mengikutinya dan kami melihat banaspati itu jatuh di rumah ini." Jelas Sapri. Leni d
Mereka pun semakin terkesiap saat mereka tahu apa isi dari gumpalan hitam yang mirip seperti daging itu. Hewan berbisa seperti kalajengking serta kelabang pun tiba-tiba keluar dari serpihan-serpihan daging yang hancur itu. "Astaghfirullah! Itu beneran kalajengking dan kelabang, Pak Ustadz?" Sapri tercengang dengan apa yang ia lihat, apa lagi saat ustadz Syafi mengagguk tanda mengiyakan. Kobaran api pun dengan cepat melalap hewan-hewan berbisa itu. Bau hangus seketika menyeruak, menggantikan bau busuk yang tiba-tiba menghilang. "Utung kalian cepat melihat banaspati itu. Jika tidak, pasti hewan-hewan itu sudah menggerogoti tubuh Bagas hingga habis." Tukas Ustadz Syafi. "P-pak Ustadz, sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana hewan-hewan itu bisa ada di dalam tubuh suami saya?" Tanya Andira terheran. "Lebih baik kita bicara di luar saja. Biarkan Bagas di sini istirahat dulu. Bang Sapri dan Bang Amin, tolong bawa ember i
"Astaghfirullah!" Saking terkejutnya, tubuh Sapri sampai terpelanting saat ia tahu apa isi bungkusan misterius itu. Seluruh tubuhnya mendadak gemetar, jantungnya pun kembali berdebar kencang, keringat dingin kini sudah membasahi seluruh kemeja yang ia kenakan. "P-pak Ustadz isinya pocong!" Ucapnya.Mendengar hal itu, Ustadz Syafi segera mengambil alih bungkusan tersebut. Beliau membacakan Ayat-ayat Suci Al-Quran terlebih dahulu untuk menetralkan kekuatan gaibnya sebelum akhirnya memebuka isi dari bungkusan tersebut. Sebuah buntalan kain putih lusuh yang diikat sedemikan rupa, hingga menyerupai sebuah pocong yang berukuran mini. Dengan dua kalimat Syahadat, beliau mulai membuka tali pengikat kain tersebut.Semua orang tersetak ketika melihat isi buntalan itu ternyata adalah potongan tulang yang berisikan paku yang sudah berkarat di dalamnya. Ustadz Syafi langsung meletakkan benda tersebut di atas tumpukan garam yang ia bawa."Benda ini digunakan untuk