*** Beberapa jam sebelumnya. "MINUM DARAH ITU!" Suara besar itu kembali menggema di kedua telinga Tari. Dengan ragu, Tari mengambil baskom kuningan yang berisikan darah itu. Baru saja dia mendekatkan baskom itu ke arah wajahnya, bau anyir seketika menyeruak menusuk indra penciumannya. Tari menatap lekat cairan yang berwarna merah pekat itu. "Haruskah aku minum darah ini?" Batinya. Membayangkannya saja sudah membuat isi perut Tari bergemuruh dan terasa di aduk-aduk. "MINUM SEKARANG!" Titah suara besar itu lagi.Mau tidak mau Tari akhirnya terpaksa harus meminumnya. Ia menarik nafas panjang lalu menahannya di tenggorokan, lalu dengan cepat ia mulai meneguk cairan kental berwarna merah itu. Ditegukan pertama rasa asin mulai menyapu lidahnya, bau anyir pun tak mampu ia tahan hingga membuat perutnya mulai terasa mual. Namun Tari berusaha untuk tetap bertahan, hingga ditegukan berikutnya Tari justru merasaka
Brakk! Sebuah benda tiba-tiba terjatuh dan menimpa atap rumah orang tua Bagas. Andira yang awalnya sudah terlelap pun, terperanjat dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan mengerjapkan kedua matanya. Keningnya mengerut saat telinganya tanpa sengaja menangkap sesuatu suara. Ia lalu memasang kedua telinganya lebar-lebar untuk memastikan apa yang dia dengar. Sesaat kemudian kedua mata Andira pun terbelalak, saat genting rumah tepat di atas kamarnya berbunyi seolah ada yang sedang menginjaknya. Dengan cepat dia berbalik dan membangunkan suaminya. "Sayang, bangun." Bisik Andira pada Bagas. Tangannya mencoba menggoyangkan lengan suaminya yang masih tertidur pulas. Namun bukannya terbangun, suaminya malah melenguh pelan sebelum akhirnya tertidur kembali. "Iih, ayo bangun!" Bisiknya lagi, dia kembali menggoyang tubuh suaminya lebih kuat lagi. "Bangun atau aku akan marah!" Ancam Andira pada suaminya. Seketika tubuh Bagas l
Apa yang Andira lihat membuat seluruh tubuhnya mendadak kaku dan tak bisa digerakkan. Ekor matanya melirik sang suami yang terlelap di sebelahnya. Ingin rasanya dia berteriak dan meminta tolong, namun suara di tenggorokannya tiba-tiba lenyap. Sosok berambut panjang itu perlahan mulai menjauh dari wajah Andira. Namun bukannya pergi, dia malah melompat-lompat kegirangan di atas tubuh Andira hingga dia pun meringis merasakan sakit yang teramat di bagian perutnya. "Hihihihihi..."Sosok itu pun tertawa cekikikan dan membuat seluruh otot di tubuh Andira seketika melemah. Dia pun hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya yang seolah disayat-sayat. Berbagai macam doa Andira panjatkan, untuk mengusir mahluk mengerikan itu."Sayang, bangun!"Samar-samar Andira mendengar suara suaminya memanggil-manggil namanya. Dengan bersusah payah, dia berusaha untuk membuka kedua matanya yang terasa amat berat. "Hah, haah, hah." Andira terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal. Jant
Sesampainya di rumah Leni, ustadz Syafi, Amin serta Sapri dibuat terkejut dengan penuturan Andira tentang suaminya. Terlebih saat ketiganya melihat sendiri keadaan Bagas yang terlihat memprihatinkan. Perutnya terlihat membesar, cairan hitam kental yang mengeluarkan bau busuk tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. Bagas mulai tergeletak lemah di atas ranjangnya, tubuhnya kelelahan memuntahkan sesuatu yang tak lazim dari perutnya. Rasa sakit yang seolah menyayat-nyayat perutnya pun membuatnya merintih kesakitan. "Banaspati geni!" Ucap ustadz Syafi tiba-tiba. "A-apa maksud Pak Ustadz?" Tanya Andira. "Bagas terkena Santet!" "S-santet?" Leni dan Andira tercengang. "Begini Bu Leni, tadi saat saya dan Amin sedang berkeliling, kami melihat banaspati yang tiba-tiba terbang melintasi area pemakaman. Lalu kami berdua berinisiatif untuk mengikutinya dan kami melihat banaspati itu jatuh di rumah ini." Jelas Sapri. Leni d
Mereka pun semakin terkesiap saat mereka tahu apa isi dari gumpalan hitam yang mirip seperti daging itu. Hewan berbisa seperti kalajengking serta kelabang pun tiba-tiba keluar dari serpihan-serpihan daging yang hancur itu. "Astaghfirullah! Itu beneran kalajengking dan kelabang, Pak Ustadz?" Sapri tercengang dengan apa yang ia lihat, apa lagi saat ustadz Syafi mengagguk tanda mengiyakan. Kobaran api pun dengan cepat melalap hewan-hewan berbisa itu. Bau hangus seketika menyeruak, menggantikan bau busuk yang tiba-tiba menghilang. "Utung kalian cepat melihat banaspati itu. Jika tidak, pasti hewan-hewan itu sudah menggerogoti tubuh Bagas hingga habis." Tukas Ustadz Syafi. "P-pak Ustadz, sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana hewan-hewan itu bisa ada di dalam tubuh suami saya?" Tanya Andira terheran. "Lebih baik kita bicara di luar saja. Biarkan Bagas di sini istirahat dulu. Bang Sapri dan Bang Amin, tolong bawa ember i
"Astaghfirullah!" Saking terkejutnya, tubuh Sapri sampai terpelanting saat ia tahu apa isi bungkusan misterius itu. Seluruh tubuhnya mendadak gemetar, jantungnya pun kembali berdebar kencang, keringat dingin kini sudah membasahi seluruh kemeja yang ia kenakan. "P-pak Ustadz isinya pocong!" Ucapnya.Mendengar hal itu, Ustadz Syafi segera mengambil alih bungkusan tersebut. Beliau membacakan Ayat-ayat Suci Al-Quran terlebih dahulu untuk menetralkan kekuatan gaibnya sebelum akhirnya memebuka isi dari bungkusan tersebut. Sebuah buntalan kain putih lusuh yang diikat sedemikan rupa, hingga menyerupai sebuah pocong yang berukuran mini. Dengan dua kalimat Syahadat, beliau mulai membuka tali pengikat kain tersebut.Semua orang tersetak ketika melihat isi buntalan itu ternyata adalah potongan tulang yang berisikan paku yang sudah berkarat di dalamnya. Ustadz Syafi langsung meletakkan benda tersebut di atas tumpukan garam yang ia bawa."Benda ini digunakan untuk
Suasana malam di rumah itu kian terasa mencekam. Sapri serta Amin pun hanya bisa merutuki nasibnya. Berharap malam jaga mereka berjalan dengan aman tanpa ganggun, justru sekarang mereka malah harus berurusan dengan mahluk gaib secara langsung."Aku Nyi Dewi, Hihihihihi..."Semua orang mendadak menegang, bulu kuduk mereka pun tiba-tiba meremang saat mendengar suara cekikikan dari Bagas. Melihat Bagas yang mulai lengah, membuat Sapri dan Amin memanfaatkan peluang untuk kabur. Dengan kedua kaki yang terseok-seok, mereka berlari menjau dari Bagas. Mereka pun menjadikan tubuh ustadz Syafi sebagai tameng dan bergabung dengan Andira dan juga Leni."Apa maumu?" Tanya ustadz Syafi."Aku menginginkan tubuh anak ini!" Ucapnya."Jangan mimpi! Kamu itu iblis dan tempatmu bukan di sini." Sanggah ustadz Syafi yang menatap tajam ke arah tubuh Bagas yang masih menggeliat dan meliuk-liuk layaknya seekor ular."Dasar manusia angkuh!" Amarah n
Pagi harinya, suana Desa Cempaka mendadak ramai. Para warga dikejutkan dengan kematian salah satu warganya. Saat matahari mulai meninggi di atas kepala, para warga berbondong-bondong mendatangi rumah salah satu warga di sana. Tenda sudah berdiri tegak di halaman rumah, begitu pun dengan bendera kuning yang melambangkan rumah duka juga sudah berkibar sejak subuh tadi."Gak nyangka ya, beliau bisa meninggal secepat ini." Ucap salah satu warga yang baru saja pulang melayat."Kabarnya yang aku dengar, beliau itu meninggal saat nolongin si Bagas. Putranya Bu Leni." Timpal warga yang lain."Eh, ibu-ibu tahu tidak. Ternyata selama ini si Bagas itu ketempelan jin loh dan karena jin itu juga nyawa Ustadz Syafi harus melayang karena menolongnya semalam." Imbuh yang lainnya.Leni yang ternyata berada tidah jauh dari mereka tertegun. Dia terkejut saat tidak sengaja mendengar percakapan para tetangganya. Masalah yang awalnya ingin ia tutupi dari tent