Matahari sudah mulai meninggi, sinarnya pun mulai menyengat menyelimuti permukaan bumi. Meski begitu, kesibukan di salah satu kantor nampak masih tak menyurut, meski pun jam sudah menunjukkan pukul dua siang tetapi mereka masih berkutat dengan pekerjaan mereka di meja masing-masing, berharap bisa menyelesaikan semua pekerjaan mereka sebelum jam pulang datang.
Bagas yang tengah fokus dengan komputer di hadapannya, menoleh saat ada seseorang yang tiba-tiba merangkul pundaknya dari belakang.
"Gas, nanti kamu ikut kan?" Tanya Dion tiba-tiba.
"Hmm, gimana ya?" Ucap Bagas yang nampak sedang berfikir. "Aku gak mungkin ngebiarin Andira pulang sendiri." Serunya kemudian.
"Gimana kalau kamu bawa Andira saja." Usul Dion, namun Bagas tak langsung mengiyakan. "Ayo lah, kita kan sudah lama gak ngumpul bareng." Rayunya.
"Kalau begitu, aku tanya Andira dulu deh." Jawab Bagas, berinisiatif.
"Deal, kita ketemu di temp
Braaakk. Terdengar suara benda terjatuh dan menggelinding dari atas atap. Sayup-sayup telinganya pun mendengar suara tertawa seorang wanita, namun semakin lama suara itu kian menghilang seolah di telan oleh angin. Langit yang semula terlihat cerah pun berubah mendung seketika. Dengan cepat, awan hitam datang menggelayut menutupi birunya langit yang cerah. Suara petir menyambar, saling bersahutan di sertai datangnya angin kencang yang terdengar bergemuruh di telinga. Braakk, braakk, braakk. Daun pintu serta jendela, terdengar saling beradu hantam karena terjangan angin badai tersebut. Tari dan mbah Kaji keluar dari ruangan itu lalu berlari ke arah ruang tamu untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sesaat setelah mereka sampai di ambang pintu ruang tamu, angin kencang dengan cepat menghantam tubuh tari yang masih berdiri di ambang pintu. Brugh. Tari terjungkal karena hempasan angin tersebut. Daun pintu yang masih terbuka l
Cciiiiiiiittttttt... Suara decitan ban besar dari truk trailer yang bergesekan dengan aspal, terdengar sangat memilukan di telinga orang-orang di sekitar tempat kejadian. Meski Tari sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu mobilnya, namun anehnya pintu itu seolah terkunci rapat dan tidak mau terbuka. Dia pun akhirnya sudah pasrah jika maut akan menjemputnya sekarang, karena ia benar-benar sudah terjabak di dalam mobilnya sendiri. Peluh yang bercucuran pun kian membasahi seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya pun serasa mati rasa dan tidak bisa di gerakkan sama sekali kala truk trailer itu kian mendekat ke arahnya. "Aaarrgh..." Kedua matanya terpejam rapat, Tari tak mampu melihat truk besar itu menghantam tubuhnya sendiri. Cciiiiiiiittttttt... Meski sang sopir truk trailer itu mencoba untuk menghentikan laju mobilnya, namun karena jarak di antara keduanya yang terlalu dekat, hingga sang sopir pun tak mampu untuk me
Entah karena sengaja atau tidak, sang bos tiba-tiba saja menyuruh Andira untuk bekerja lembur merapikan semua berkas yang akan dia bawa ke rapat direksi besok. Padahal sebelumnya Andira sudah merapikan semua berkas itu dan menyusunnya rapi sesuai dengan urutannya. Tapi nyatanya, saat ini semua berkas itu berserakan di ruang kerja sang bos.Alhasil, rencana Andira yang hendak pergi untuk menemui sang suami pun batal. Hingga petang pun tiba, pekerjaan Andira belum juga selesai. Beruntung saat itu ada Sisi yang kebetulan belum pulang, dia adalah salah satu teman kerja Andira yang lumayan dekat dengannya. Dia bahkan mengusulkan diri untuk membantu Andira menyusun semua berkas itu. Hingga akhirnya empat puluh menit kemudian, pekerjaan mereka selesai dan tiga tumpuk berkas pun sudah rapi di atas meja.Andira bergegas untuk segera menemui sang suami yang sudah lama menunggunya di lobi. Namun saat bertemu pun dia justru di suguhkan dengan wajah sang suami yang terlihat s
"I-ini?" Andira mengerutkan keningnya, saat melihat isi dari kotak putih tersebut. "Ini untuk apa?" Tanyanya heran, sembari menunjukkan isi dari kotak itu. "Untukmu." Ucap Bagas, dia mengambil benda berbentuk persegi itu lalu memasangkannya pada ponsel andira. "Selesai." Serunya sembari mengalungkan benda itu di leher sang istri. "Hahahaha.." Andira tergelak. Sekuat apa pun dia berusaha untuk menahan tawanya, namun pada akhirnya terlepas juga. Dia menatap benda kenyal berbentuk persegi yang tak lain adalah sebuah softcase bertali yang membingakai ponselnya. "Lihat ini." Tunjuk Bagas pada bagian belakang softcase tersebut, di mana tertera huruf BA dengan font yang indah di sana. Yang mana huruf itu merupakan nisial dari mereka berdua yang di bingkai di dalam sebulah love. "Waah, bisa nyala?" Saru Andira antusias saat melihat huruf itu bisa menyala terang saat Bagas menelponnya. "Pakai ini di lehermu agar po
Melihat Bagas tergeletak di tanah, ketiga sahabatnya terkejut dan segera berlari mendekatinya. "Bagas bangun, kamu kenapa?" Dion menepuk-nepuk salah satu pipi Bagas, berusaha untuk menyadarkannya. Kedua temannya yang lain pun ikut mengoyang-goyangkan tubuh Bagas, namun Bagas tetap tak merespon.Tidak hanya itu, pengunjung cafe yang lain pun menjadi ikutan panik mendengar isak tangis Andira, mereka bahkan menghambur mengelilingi tubuh Bagas yang pingsan. Hingga salah satu dari mereka menyarankan agar segera membawa Bagas ke rumah sakit terdekat.Dion memutuskan untuk menitipkan motornya di cafe dan membawa mobil Bagas, karena hanya dialah satu-satunya orang yang bisa membawa mobil di antara temannya yang lain. Dion segera melajukan mobil Bagas meningkalkan area parkir cafe. Sementara dua temannya yang lain mengikuti mobil mereka dari belakang.Di kursi belakang, Andira yang memangku Bagas pun masih terus menangis dan mencoba untuk menyadarkan suaminya
Dalam sekejap, cahaya putih itu menarik tubuhnya masuk ke dalam dimensi lain. Ia pun terkejut dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. "Tempat apa ini?" Gumamnya.Kedua matanya menyapu sebuah ruangan yang sangat luas dengan puluhan pilar-pilar berwarna emas menjulang dengan kokohnya, puluhan patung manusia berkepala buaya pun tak luput dari pandangannya itu. Jika dilihat dengan seksama, ruangan tersebut lebih mirip dengan sebuah istana.Dari kejauhan, ia melihat segerombolan pria bertubuh kekar tengah berkumpul di depan sebuah ruangan. Jika dilihat dari pakaian yang mereka kenakan, mareka lebih mirip seperti para pengawal kerajaan di jaman dulu. Sesekali mereka terlihat berjalan mengitari seluruh ruangan di sana.Tanpa sengaja, pandangan Andira tertuju pada salah satu ruangan yang tertutup rapat. Entah ruangan apa itu, tapi suara hatinya seolah menyuruhnya untuk segera pergi ke sana. Di saat para pengawal itu tengah berkeliling meninggalkan ruanga
Saat Bagas baru tersadar dari tidurnya, dia terkejut saat mendapati dirinya berada di tempat asing seperti ini, terlebih dalam keadaan kedua tangan yang terikat dengan sangat kuat. Matanya pun terbelalak saat puluhan ekor buaya dewasa mengerumuni dan mengelilingi dirinya yang terikat. Buaya-buaya itu menatap dirinya dengan mulut yang menganga, seolah siap untuk menerkamnya kapan saja. Tidak ada yang bisa Bagas lakukan, apa lagi di saat sosok yang diselimuti asap hitam itu muncul. Jangankan untuk berteriak dan meminta tolong, tubuhnya bahkan membeku dan tak bisa bergerak sedikit pun. Yang bisa ia lalukan hanya menahan rasa perih saat sosok itu menghantam tubuhnya dengan benda yang selalu ia bawa. Benda yang menyerupai sebuah cambuk namun terdapat dua mata pisau yang sangat tajam di ujungnya. Sosok itu juga selalu mengucapkan hal yang sama sebelum menyiksanya. "Karena kamu sudah menolak hatiku, maka tidak ada yang boleh memilikimu. Baik itu diriku atau pun diri
"I-ituu?" Andira terbelalak saat melihat hewan berkaki empat dengan kulit lorengnya, tengah melintas tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang."Sssstt." Bagas segera memberi isyarat agar sang istri tetap tenang. Dia mengedarkan pendangannya untuk mencari tempat persembunyian yang aman. "Ikuti aku, hati-hati dengan langkahmu dan jangan mengeluarkan suara." Bisik Bagas pada sang istri."Obornya?" Tanya Andira dengan berbisik juga, dia heran saat melihat sang suami malah mematikan penerangan satu-satunya yang mereka miliki."Ssstt! Tinggalkan saja, itu akan mengundang perhatian harimau itu." Bisiknya lagi, lalu ia segera menggandeng tangan istrinya dan membawanya pergi.Mereka mencoba untuk tetap tenang dan berjalan mengendap-endap, menjauhi si kucing besar itu. "Naiklah." Bisik Bagas menunjuk pohon besar di depannya, namun sang istri malah menggeleng. "Kenapa?" Tanyanya."Aku tidak tahu bagaimana caranya naik."
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb