Happy Reading*****"Tega kamu, Wan? Aku jauh-jauh datang ke sini pengen makan malam sama kamu. Bukan inginku meminta ini, tapi bayiku." Dia menyentuh perut buncitnya. Suara Yustina dibuat semanja dan sesedih mungkin. Matanya mulai merebak dengan kaca-kaca membias. Riswan memejamkan mata dan menggeleng pelan. "Aku bukan jahat atau tega, Yus. Tolong ngertiin posisiku saat ini. Kita ini cuma sahabat, sama seperti aku dan Fatiya, Iklima atau yang lainnya. Ada saatnya kita wajib saling membantu, tapi nggak boleh menyakiti hati pasangan. Aku, kamu dan Fatiya kan sudah punya keluarga masing-masing walau posisimu saat ini sudah sendiri. Tetep prioritas utama menjaga hati perasaan pasangan kita. Kamu sudah menyulut api dalam hubunganku dengan Risma. Aku nggak tahu apa yang kamu katakan padanya ketika akan berangkat ke sini. Yang jelas semua itu memicu pertengkaran dan memperuncing masalah yang ada."Yustina menyela, "Kenapa aku yang kamu salahkan? Lagian dia kenapa ngadu, sih. Gitu aja cembu
Happy Reading*****"Ayah," sapa Riswan, "maaf, Yah. Mas kelamaan nitipin Dik Risma." Suami Risma itu segera menyalami mertuanya. "Lama di rumah ini nggak masalah, Mas. Asal dia bahagia." Lutfi menepuk punggung menantunya. "Jangan sekali-kali menyakiti hati Risma lagi," nasihatnya. Berulang kali, Lutfi sudah mengatakan hal itu dan tak akan pernah bosan mengingatkan menantunya. Dia mengajak Riswan duduk di ruang tengah sambil menunggu kue yang dibuat Risma. Mulai berbincang mengenai pembangunan cabang baru warung sate milik Riswan. Lelaki paruh baya itu terus saja mengajak menantunya ngobrol padahal Riswan sudah berkali-kali melirik ke arah dapur. Berharap sang mertua mengerti bahwa dia tengah menahan rindu pada istrinya. "Nah, kuenya sudah jadi kayaknya. Mbak, sini," panggil Lutfi setelah melihat putrinya keluar dari kamar. "Bentar, Yah. Mbak, mau menghias kuenya. Setelah itu baru duduk dan cicipi bersama. Sekalian biar tahu rasa lapis Surabaya buatanku." Risma menyunggingkan sen
Happy Reading*****"Lho... lho. Kenapa malah nangis? Apa Mas salah?" Riswan mengurai pelukannya. Mengusap air mata yang mulai turun di pipi sang istri. Risma masih sesenggukan beberapa saat. Dia benar-benar sedih karena tidak bisa memenuhi keinginan suaminya. Menatap pada mawar berbentuk hati di atas sprei yang sudah berserakan, Risma makin mengeraskan tangisan. Perempuan itu sudah mengecewakan hati suaminya. "Kenapa, apa kamu belum siap?" tanya Riswan kembali. "Bukan begitu, Mas. Aku ...." Risma berkata dengan terbata-bata di antara isak tangis yang masih keras. "Hei. Mas, nggak masalah kalau kamu belum siap. Kapan-kapan kita bisa memulainya lagi. Setidaknya, Mas, bener-bener mengharapkannya." Riswan menghapus jejak air mata yang terus mengaliri pipi sang istri. "Ya, sudah kamu istirahat saja dulu. Mas, mau ke musala sudah azan magrib." Risma mencekal pergelangan sang suami yang akan melangkah pergi. "Mas, empat sampai lima hari ke depan, aku belum bisa melakukannya."Bola mata
Happy Reading*****Sampai di salah satu restoran cepat saji yang terdapat di dalam mal. Riswan dan Risma memutuskan makan malam di sana dan alangkah terkejutnya pasangan itu ketika melihat Iklima dan Farel duduk berduan.Dara duduk dipangkuan Farel dengan sangat bahagia. Terdengar jelas celotehan bocah berusia hampir dua tahun itu. Di depan si lelaki, tampak Iklima tengah memakan makanannya dan sesekali menyuapi si dokter. Riswan melirik istrinya. "Kita samperin mereka, Yang.""Jangan, Mas. Malah ganggu nanti. Aku tahu banget. Dokter Farel itu dah suka Mbak Iklima sejak dulu.""Itu sudah bukan rahasia lagi, Yang. Sejak jaman cinta monyet dulu, Farel sudah menyatakan cintanya," jelas Riswan. Lelaki itu segera menyapa dua sahabatnya. "Hmm. Sudah berani kencan berdua, tapi nggak mau ngasih tahu," godanya. "Halo, cantik. Tante kangen banget," kata Risma pada Dara dan langsung mengambil bocah itu dari pangkuan Farel. Lalu, duduk di sebelah kanan Iklima. "Kencan nggak ngajak-ngajak," bis
Happy Reading****"Sayang!" Riswan kembali berteriak. Pasalnya Risma malah masuk ke kamar mandi dan tak menjelaskan bagaimana caranya bisa membantu permasalahan yang membuat pusing kepalanya. "Bentar, dong, Mas. Aku kebelet pipis. Setelah ini tak jelaskan gimana caranya." Risma sengaja mengeraskan suaranya. Terpaksa, Riswan menahan rasa ingin tahunya. Di bawah sana, bagian intimnya semakin bergerak tak menentu setelah mendapat angin segar dari sang istri. Sungguh, Risma saat ini banyak memiliki kejutan tak terduga. "Yang, lama kali pipisnya. Ngapain sih di dalam?" Lelaki itu mengetuk pintu kamar mandi. Sudah lima menit berlalu, tetapi istrinya belum juga keluar. Pintu terbuka, menampilkan wajah semringah sang istri. "Mas, ih. Nggak sabaran banget. Kan aku masih ganti itu."Sang suami menarik istrinya ke sofa. "Kamu yang mulai, jadi ayo jelaskan gimana caranya. Mas itu tahunya kalau seorang perempuan berhalangan, maka tidak boleh seorang suami menyetubuhi. Haram lho, Yang, hukumny
Happy Reading*****Rintik hujan di awal pagi membuat Riswan malas untuk pergi ke warung. Apalagi setelah kegiatannya semalam, lelaki itu seakan enggan untuk meninggalkan sang istri. Begitu selesai dengan dua rakaat kewajiabannya di pagi hari, Riswan menuju dapur. Walau tak ahli dalam hal memasak, tetapi dia memiliki cara jitu untuk memanjakan sang istri hari ini. Setelah cukup lelah memberikan kepuasan padanya semalam, Riswan berniat membalasnya. Pagi-pagi, lelaki itu sudah memesan makanan melalui aplikasi online. Dua mangkuk bubur dan seporsi soto Lamongan rasanya cukup menggugah selera. Sengaja tak membangunkan Risma, lelaki itu malah membereskan rumah. Setelah selasai bersih-bersih baru membuka layar laptopnya. Mengecek laporan hasil penjualan dari dua warung sate miliknya. Riswan tersenyum puas. Para karyawannya cukup tahu posisi dan peran masing-masing. Tidak terganggu walau sang pemilik dan pengelola pergi ke luar kota dan hampir tak menjenguk warungnya. Satu panggilan video
Happy Reading*****"Mas, ini. Kenapa coba?" Risma menatap tak percaya pada suaminya. "Yang, aku takut kehilanganmu. Kalau sampai ada apa-apa saat melahirkan. Bukannya aku yang akan disalahkan?" Wajah Riswan memucat. "Lagian aku takut denger kesakitan kayak tadi itu."Bukannya bersedih ketika mendengar perkataan sang suami, Risma malah tertawa. "Mas, itu aneh banget. Setiap perempuan pasti akan mengalami proses melahirkan. Aku perempuan normal. Nggak mungkin, dong menolak atau takut. Ingat, ya. Jihat seorang perempuan itu adalah ketika dia dalam proses melahirkan seorang bayi sebagai penerus keturunan.""Iya, tapi aku nggak tega, Yang.""Sudahlah, nggak usah kayak gitu. Serahkan semua sama Allah. Berdoa semua akan dilancarkan. Belum juga proses buat anak, dah, ketakutan duluan." Risma sedikit menjauh dari suaminya. Mencoba menelepon suami Intan kembali. Beberapa kali, belum juga terangkat. Cepat dia beralih menelepon orang tua sahabatnya. Baru dering pertama sudah diangkat. "Assala
Happy Reading*****Keduanya berjalan kembali mendekati Alamsyah. Saat pintu ruangan di buka oleh perawat. Lelaki sepuh itu berdiri dan mendekati perempuan yang memakai pakaian putih khas seragam perawat. "Bagaimana keadaan putri saya, Sus?" Hal pertama yang ditanyakan Alamsyah adalah putrinya. Intan adalah anak bungsu sekaligus putri satu-satunya yang dimiliki. Tentu keselamatannya adalah hal paling diutamakan oleh lelaki itu. Seorang perempuan yang melahirkan anak, taruhannya adalah nyawa. Antara hidup dan mati. Pantas jika Allah menempatkan perumpaan bahwa surga itu terletak di bawah kaki seorang ibu. Derita yang dialami seorang ibu itu ibarat kesakitan di atas kesakitan ketika melahirkan. Bahkan belum cukup sampai di situ, mereka, kaum Hawa juga harus menyusui bayinya hingga 2 tahun. "Ibu Intan, Alhamdulillah selamat, tapi masih butuh banyak istirahat," jelas perawat berkulit sawo matang itu. "Alhamdulillah," jawab ketiganya serempak termasuk Risma dan Riswan. "Laki-laki apa
Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi
Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.
Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta
Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum
Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda
Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena
Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d
Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme
Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw