“Kalau boleh tahu, apa alasan mantanmu itu membatalkan pertunangan kalian?” Aku kembali bertanya. Memang terdengar lancang, tetapi ini terpaksa agak bisa mendapatkan solusi yang terbaik.Haniya mendongak memandang wajahku sekilas sebelum akhirnya menunduk kembali. Wajahnya semakin sendu seperti beban berat mengimpit pundaknya. Sebenarnya apa masalah sesungguhnya?Air matanya terus saja mengalir dengan deras di pipi gadis itu. Apa aku kurang tepat menanyakan hal ini?“Sebenarnya ... a-aku ....,” Aku menghela napas merasa kasihan melihat gadis ini. Mungkin bukan hal yang pantas untuk menanyakan hal ini kepadanya.“Tidak perlu dijawab kalau itu berat. Maafkan saya telah lancang bertanya,” ucapku sambil tersenyum mencoba mencairkan suasana yang sudah terasa sendu.“Tidak, Mas. Mungkin saya memang harus menceritakan semuanya kepada Mas Arga. Apalagi, Tomi sudah mengancam Mas Arga dan berani mengacau di sini. Lagi pula, saya percaya Mas Arga buka tipe orang yang akan menyebarkan aib orang
Pria itu tersenyum ingin merangkul gadis itu, namun secepat kilat tangan itu ditepisnya. Haniya terlihat tidak suka berjalan dengan pria tersebut. Lalu, untuk apa dia menemui lelaki itu di sini?Aku turun dari mobil dan meminta Mang Mansur untuk menunggu di dalam mobil. Meski sopirku itu keberatan, namun aku tetap menyuruhnya untuk diam di mobil. Kucoba membuntuti mereka, meski dengan langkah tertatih karena kondisi kakiku yang masih belum bisa berjalan normal.Saat hampir mendekat, terdengar bentakan Haniya.“Jangan kurang ajar kamu! Kalau bukan karena ancamanmu, aku tidak akan datang ke sini untuk menemuimu! Aku jijik!” bentaknya dengan bahu naik turun, sepertinya dia sangat terlihat emosi.“Jangan begitu dong, Sayang. Aku menyesal sudah membatalkan pertunangan. Aku mohon, kita kembali lagi seperti dulu. Aku akan menikahimu seperti rencana awal kita,” ujar pria tersebut sambil berusaha untuk memegang tangan Haniya yang langsung ditepis gadis itu sebagai reaksinya.“Tidak akan pernah
“Saya tidak berbohong, Niya. Saya serius ingin menikahimu. Mungkin ini satu-satunya cara agar pria bernama Tomi itu berhenti untuk mengejar serta mengancammu.”Gadis di depanku ini kini terperangah dengan mata membulat. Mungkin terkejut dengan ucapanku barusan. Dia mendongak memandang ke arahku, membuat tatapan kami beradu. Kuselami isi hati Haniya dari bola matanya. Netra yang meneduhkan, persis seperti Arum. Aku menggeleng, mencoba menghilangkan bayang mantan istriku itu. Dia mungkin sudah bahagia sekarang bersama suaminya. Jadi, lebih baik aku harus mencoba melupakan dia dari pikiranku.Mungkin, dengan cara menikah lagi dapat membantuku menghilangkan bayang-bayangnya. Meski kutahu, dengan cara begini, artinya aku telah membohongi serta memanfaatkan Haniya untuk tujuanku sendiri. Akan tetapi, ini juga akan menguntungkan untuknya. Mungkin dengan menikah, pria yang bernama Tomi itu akan berhenti mengganggu gadis itu. Lagi pula aku tidak akan membebaninya dengan segala kewajiban seb
Selama seminggu, aku hanya datang ke restoran dua kali karena berbenturan dengan jadwal terapi dan mengecek klinik milikku. Meski belum bisa kembali menangani pasien yang berobat, aku masih mempertahankan tempat ini karena memang impianku sejak dulu. Apalagi, klinik ini diperuntukkan bagi para pasien yang kurang mampu. Dengan biaya berobat yang minim, mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup baik.Klinik ini pula mengingatkanku akan Arum. Kami memang memiliki impian yang sama, ingin membantu orang-orang kelas menengah ke bawah, baik dari segi kesehatan atau pun pendidikan. Bahkan Arum ingin membangun panti Asuhan yang lengkap dan bagus untuk anak-anak tidak beruntung. Latar pendidikan yang dimilikinya sebagai pengajar, membuat dia bermimpi membangun sekolah gratis pula untuk anak-anak kurang mampu. Mungkin karena masa kecilnya yang sulit, membuat dia tidak ingin melihat anak lain merasakan kesusahan yang sama dengannya. Berhari-hari pula aku tidak sering bertemu dengan
“Kau tahu, Haniya sudah tidak perawan lagi. Dia itu pernah menjadi korban pemerkosaan saat masih remaja. Apa kamu yakin ingin menikahi gadis yang tidak sempurna seperti itu?” Aku terperangah mendengar ucapan Tomi. Apa maksud pria ini menjelekkan Haniya? Bukankah dia juga ingin kembali pada gadis itu? Lantas, apa kenapa dia malah menceritakan hal yang sensitif seperti ini kepadaku?Ternyata cintanya pada Haniya itu kebohongan.“Bukankah kamu mencintai Haniya? Lantas, apa yang kamu dapatkan dengan mengotori nama baiknya seperti ini? Kau tahu, yang kamu lakukan ini semakin menguatkan kalau Haniya tidak pantas untukmu. Cintamu itu ternyata hanya kepalsuan,” ujarku dengan nada sinis.“Apa pun yang kau katakan, saya akan tetap menikahi Haniya dan menerima segala kekurangannya. Itu bukan sesuatu masalah untukku,” ujarku dengan senyum menyeringai karena kulihat Tomi tidak berkutik sedikit pun mendengar ucapanku.Melihat reaksiku Tomi melotot dengan wajah terkejut, mungkin tidak menyangka ka
Tomi pun tak segan mengakui perasaannya kepadaku, Kalau dia sangat mencintai Haniya. Hanya saja, orang tuanya ternyata menentang hubungan mereka karena Tomi sempat berpindah keyakinan. Keluarganya pikir kalau Haniya lah yang telah mencuci otaknya selama ini. Padahal, itu memang keinginan Tomi sendiri. Aku begitu paham yang Tomi rasakan. Kisah cinta mereka sama sepertiku dan Arum. Sama-sama tidak mendapatkan restu. Bedanya, hanya Mama yang tidak setuju. Meski kali ini beliau telah berubah dan menyayangi Arum. Sayang, setelah hubungan membaik, mantan istriku itu sudah tidak sudi lagi kembali kepadaku.“Apa kamu tidak pernah mau berjuang untuk mempertahankan Haniya? Kalau memang kamu mencintai dia. Lantas, kenapa kamu malah mengkhianatinya?” tanyaku kembali memancing Tomi. Aku tidak bisa menyelesaikan masalahnya kalau sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi.Mendengar pertanyaan dariku wajah Tomi semakin sendu. Dalam keadaan seperti ini dapat kulihat kalau dia benar-benar sedang k
Aku tidak menyangka, keputusan yang kubuat ternyata membawa kebahagiaan untuk pasangan Haniya dan Tomi. Bagaimana tidak, mereka memang sama-sama saling mencintai. Meski butuh waktu sangat lama, susah sekali untuk menyatukan mereka kembali. Banyak drama yang terjadi dalam prosesnya. Nyaris saja aku menikahi Haniya sebelum Tomi datang dan membatalkan pernikahan kami.Bukan! Tomi sama sekali tidak merebut Haniya dari aku. Dia bahkan dengan lapang dada datang saat akad nikah akan berlangsung. Hanya saja, sebelum kata pengikat itu kuucapkan. Aku sengaja berbisik kepada Haniya, bertanya apa dia siap menikah dan menjadi istriku setelah sehari sebelumnya kuceritakan niatku sebenarnya menikahinya.Kuceritakan pula kisahku bersama Arum. Pengalaman merajut rumah tangga dan berakhir perpisahan karena ternodanya kesetiaan. Serta perasaanku yang masih belum juga terlepas dari bayang-bayang mantan istriku itu. Aku hanya ingin tahu, apa Haniya siap kunikahi atau lebih memilih Tomi yang jelas-jelas sa
Tomi terkejut mendengar pertanyaan dariku. Dia hanya diam membisu, mungkin tidak tahu harus menjawab apa. Semua orang juga tahu termasuk aku kalau dia memang masih mencintai Haniya. Aku hanya ingin mengetes seberapa besar cintanya sehingga Tomi mau memperjuangkan Haniya sebelum terlambat menjadi istriku.“Jangan bercanda, Bang. Saat ini aku sedang mencoba untuk melupakannya. Mencoba untuk mengikhlaskan serta menerima keputusan Haniya. Mungkin memang kami tidak berjodoh. Kalau memang dengan melepaskannya bisa membuat dia bahagia. Aku ikhlas Haniya menikah denganmu, Bang,” tuturnya membuat hati ini semakin bangga akan perubahan Tomi yang sangat signifikan.Sebenarnya, Tomi memang pria yang baik meski memiliki watak keras. Keadaan yang membuat dia berbuat tidak menyenangkan seperti kemarin. Tekanan dari berbagai sisi membuat dia tidak tenang. Apalagi Tomi memang yang membuat Bapak Haniya meninggal meski dia tidak sengaja melakukannya.“Aku bertanya serius, Tom. Kenapa tidak terus berjuan