Tubuhku bergetar, kilasan demi kilasan ketika menyaksikan sendiri Mas Arga membawa wanita itu dulu kembali mencuat. Bagaimana kalau Rajendra pun melakukan hal yang sama dalam rumah tangga kami? Bahkan, pernikahanku dan dia masih belum genap setahun, bagaimana kalau dia mencoba berkhianat?Benar, bukankah kelakuan aneh Rajendra hari ini begitu mencurigakan? Dia begitu terlihat bahagia, dan ternyata karena ingin menemui Maria?Aku mematung di tempat, dengan mata yang terus menatap suami baruku ini. Memperhatikan inci demi inci wajah tampan Rajendra yang kuakui seperti oppa-oppa korea.Pantas, banyak wanita yang mengejarnya. Aku baru sadar, ternyata suamiku ini begitu tampan dari yang sebelumnya kusadari. Mungkinkah wanita yang bernama Maria itu salah satu perempuan pengagum Rajendra? Wanita yang rela berbagi kehangatan dengan suamiku?“Hei. Arum. Kamu kenapa?” dengung suara Rajendra masuk ke telingaku. Namun, diri ini terus diam tak bergerak sedikit pun.“Kamu sakit?” tanyanya kembali s
“Akhirnya datang juga,” bisik Rajendra langsung mengunci tubuhku di tembok. Lantas, kakinya sebelah mencoba menutup pintu yang tadi sempat terbuka. Ada apa sebenarnya ini? Aku memindai sudut kamar, melirik ke kanan dan kiri, mencari keberadaan wanita itu. Di mana wanita yang bernama Maria tersebut? Apa mungkin Rajendra menyembunyikannya? Namun, kenapa dia bisa tahu aku akan datang menyusulnya ke sini? Kenapa aku merasa ada sesuatu yang Rajendra sembunyikan? “Mencari siapa, Hem?” tanya pria yang sudah menjadi suamiku ini. Aku mendongak, hingga kedua mata kami berserobok. Tatapannya yang dalam berhasil mengunciku. Aku menelan Saliva, kenapa aku malah terjebak dalam situasi seperti ini dengan Rajendra? Bukankah tujuanku ke sini untuk memergoki perselingkuhannya dengan wanita bernama Maria itu? “Di mana wanita itu?” tanyaku ketus dan sedikit salah tingkah. “Wanita?” tanya Rajendra seraya mengerutkan dahinya. “Iya. Wanita yang sudah janjian denganmu di hotel ini. Jangan pura-pura ta
“Apa ini? Jadi ...?”“Ya. Aku memang sedang nunggu kamu dari tadi,” jelas Rajendra. Akan tetapi, aku masih tak percaya.“Terus, pesan dari Maria di ponselmu gimana? Bukankah itu menunjukkan kalau kalian sedang janjian di hotel ini?” cecarku masih penuh selidik.Namun, lagi-lagi Rajendra tertawa. Dia kemudian menggeleng.“Arum ... Arum. Sesuai tebakanku. Kamu pasti akan langsung curiga kalau ada seorang wanita yang mengirimkan pesan padaku.”“Maksudnya ? Jadi kamu tahu aku akan datang ke sini?”Tanpa berpikir panjang, Rajendra langsung mengangguk. Dia kemudian meraih tanganku kembali dan mengajak istrinya ini duduk di bibir kasur empuk hotel. Kasur yang sudah berhiaskan taburan mawar merah yang dirangkai berbentuk hati, serta terdapat handuk putih bergambar sepasang angsa. “Tentu saja aku tahu dan sudah yakin kalau kamu memang pasti akan datang sesuai rencanaku,” jelas Rajendra membuat alisku semakin berkerut.“Aku sengaja membuat kejutan seperti ini untukmu. Aku meminta Maria untuk b
“Apa boleh aku menemui Mas Arga sebelum kita pindah dari kota ini? Aku dengar dia kecelakaan,” ujarku membuat Rajendra menunduk sambil menatap mata ini. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Aku benar-benar harap-harap cemas menunggu jawaban dari Rajendra. Akankah suamiku ini memberikan izin? Rajendra terdiam sejenak seperti tengah berpikir. Lamat-lamat akhirnya dia menganggukkan kepala. Aku yang ingin memastikan lekas bertanya. “Gimana? Boleh?” tanyaku kembali. “Ya. Tapi dengan satu syarat,” ujarnya membuatku alisku mengerut. “Aku akan mengantarmu ke sana,” lanjutnya. Tak ingin berdebat, aku mengangguk, menyetujui syarat dari Rajendra. Toh tak ada salahnya permintaan suamiku ini. Mungkin, dengan begitu aku pun bisa mengenalkan Rajendra kepada orang-orang yang kukenal sebagai suami baruku. Lagi pula, aku ingin Mas Arga melupakan mantan istrinya ini dan memulai hidup baru dengan wanita lain. Mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Aku dan dia tak berjodoh. Kami hanya diper
“Apa kamu masih mencintainya?” tanya Rajendra membuatku bingung harus menjawab apa. “Apaan sih. Kok tanya begitu? Memangnya itu penting? Bukankah yang terpenting saat ini aku bukan lagi miliknya? Yang menjadi suamiku sekarang itu kamu. Dan aku sudah berjanji akan mempertahankan pernikahan kita dan menerimanya,” jawabku sembil menghindari tatapan Rajendra. Dia menghela napas, lalu mengangguk.Kemudian tak memaksaku untuk menjawab pertanyaannya tadi.Sebenarnya, aku sedikit tak enak hati kepadanya. Bukan tak ingin menyenangkan perasaannya. Bisa saja aku berbohong dengan mengatakan kalau aku sudah tak menyimpan perasaan terhadap Mas Arga dan melupakan dia sepenuhnya. Akan tetapi, aku yakin, Rajendra bukan lelaki bodoh yang bisa dibohongi begitu saja. Akan tetapi, bukankah sesuai yang kukatakan. Meskipun aku masih memiliki perasaan terhadap mantan suamiku, itu semua sudah tak penting lagi. Aku pun telah menerima pernikahanku bersama Rajendra. Itu cukup bukan untuk sekarang? Meski belu
Luna sekretaris suamiku mengangguk sopan kepada kedua polisi yang baru saja keluar dari ruangan kerja atasannya tersebut. Kemudian, mereka pergi dari kantor ini diantar salah satu karyawan. Dapat kudengar pula bisik-bisik dari para karyawan yang lewat dan melihat beberapa penegak hukum datang ke kantor. Mungkin merasa aneh sekaligus penasaran. Sama sepertiku yang begitu ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.Aku kemudian mencoba menemui Rajendra di ruangannya dan meminta penjelasan. Saat membuka pintu, dapat kulihat Tobi asisten pribadi suamiku itu tengah berdiri tak jauh dari Rajendra.“Apa aku mengganggu?” tanyaku setelah sebelumnya berdehem sambil mengetuk pintu?Dapat kulihat Rajendra begitu terkejut melihat kedatanganku. Dia begitu gelagapan. Itu dapat terlihat jelas sekali dari wajahnya. Ada apa dengan Rajendra?“Ka-kapan kamu ke sini? Kenapa tak memberi kabar dulu?” tanya Rajendra.“Aku membawa makan siang untuk kita. Memangnya aku benar-benar harus minta izin dulu jika harus
“Kamu kenapa enggak peka sih? Aku ini sedang mengandung anak kamu tahu, darah daging kita di perutku. Aku hamil.”Reaksi Rajendra benar-benar membuatku terkejut setelahnya. Dia memeluk tubuh istrinya ini dengan erat, dan yang tak terduga dari semua itu, Rajendra terus saja menghadiahkan kecupan di wajahku. Dia bahkan tak peduli sekitar. Ada beberapa pengunjung yang menoleh ke arah kami karena kegaduhan suara Rajendra dan melihat aksinya yang bertubi-tubi menciumiku. Bahkan, melihat reaksi dari mereka membuatku begitu ingin menenggelamkan diri. Ada yang terkekeh, ada pula yang saling berbisik bersama temannya.“Ih. Apa-apaan sih? Malu tahu. Dilihat banyak orang,” bisikku mencoba menghindar dari suamiku.“Aku tak peduli. Justru biar semua tahu dan lihat kalau aku ini bahagia,” pekiknya tak peduli ucapanku sama sekali. Dia bahkan memintaku berdiri dan yang membuatku terkejut, Rajendra memangku tubuh istrinya ini dengan sekali ayunan dan berteriak.“Aku akan punya anak ....”Aku benar-be
Pesawat kini sudah terbang landas. Selama di atas pesawat ini, Rajendra terlihat begitu tak tenang. Dia seperti gelisah tak menentu. Akan tetapi, aku tak tahu dia ini kenapa? Mengapa aku merasa suamiku ini menyembunyikan sesuatu? Namun, apa itu? Kenapa rasanya Rajendra begitu banyak menyimpan rahasia? Seperti saat ini, dia terus saja melirik ke arah ponselnya yang sedang diaktifkan mode pesawat sehingga tak bisa menerima pesan apa pun. Rajendra terlihat seperti tak sabar untuk menghubungi seseorang atau mungkin sebaliknya, akan ada orang yang menghubunginya.Aku benar-benar tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi dengan suamiku.“Kamu kenapa? Apa ada masalah?” selidikku.Rajendra menoleh dia kemudian tersenyum kaku. Kembali suamiku ini memasukkan ponsel ke dalam saku celana miliknya.“Tidak apa-apa. Hanya ada masalah sedikit. Oh iya, kamu tidak keberatan kan kalau kita tunda saja perjalanan ke bogornya. Nanti, akan kusuruh orang untuk membeli manisan yang kamu inginkan. Aku h