“Apakah salah satu dari kalian mau melihat apa kah jam ke dua ada perbaikan atau tidak?” tanya Rani.
“Baiklah kalau begitu biar aku saja yang gentian melihat ke sana, kalian berdua kan sudah tadi pagi melihatkan punya aku, jadi biar aku saja,” jawab Ira.
“Baiklah kalau begitu sama aku saja,” sahut Furkam.
“Bagaimana jika aku dan Rani lagi, mungkin nanti juga kamu tidak tahu harus bagaimana kan? aku saja yang sudah tahu letak di mana soalnya dan juga lembar jawabannya,” kata Mahli.
“Nanti aku bisa tanya dengan yang ada di sana bukan?” jawab Ira.
“Tidak perlu kalian tunggulah disini nanti aku kembali ke sini, dan kita kerjakan di sini saja,” jawab Mahli sambil memberikan kode pada Rani.
Rani pun mengerti dengan sekali Mahli mengedipkan matanya.
“Ah … benar Ira, aku sekalian mau beli minum, nanti kalian aku bawakan minum juga deh, kalian tunggu di sini y
Tak lama setelah itu Tidan pun menelepon Ira.“Ira, aku sudah selesai ayo kita pulang,” kata Tidan.“Baiklah tunggu aku di parkiran ya,” jawab Ira.“Baik,” jawab Tidan dan menutup telponnya.“Hari ini sampai di sini dulu saja ya kawanku, aku mau pamit pulang, kakak tertampanku sudah memanggilku untuk segera pulag,” kata Ira berpamitan dengan teman-temannya.“Hahaha, baiklah sampai bertemu besok,” jawab Rani.“Kalian juga pulang kan?” tanya Ira.“Tentu saja kita pulang, buat apa kita di sini jika tidak ada kamu Ira,” jawab Furkam.“Ah benar, kamu kana da jika aku ada, aku lupa,” kata Ira bergurau.Mereka pun tertawa, Ira melambaikan tangannya dan Furkam pun melakukan flying kiss untuk Ira. Ira pun dengan percaya diri membalasnya tanpa ragu dan meninggalkan mereka.“Apa kamu sudah mendapatkan nya?” tanya Mahli
Ira pun menarik tangan Furkam ke lapangan belakang sekolahan.“Kenapa kamu mengajakku ke sini Ra?” tanya Furkam.Ira masih diam saja.“Ira, kenapa kamu malah diam saja?” tanya Furkam.“Furkam, jika aku mau bertanya padamu apa kamu mau menjawab aku dengan jujur?” tanya Ira.“Ya aku akan menjawab kamu dengan jujur, memangnya ada apa Ra?” tanya Furkam yang penasaran dengan Ira.“Berjanjilah padaku kamu mau menjawab semuanya,” kata Ira.“Iya,” jawab Furkam.“Apa benar yang mereka semua katakan, aku dengar-dengar kamu tidak ikut lomba lagi karena aku?” tanya Ira.“Tidak, siapa yang mengatakan begitu?” tanya Furkam.“Kata kamu kamu akan jujur padaku bukan?” tanya Ira.“Aku sudah jujur padamu Ira,” jawab Furkam.“Aku masih belum yakin jika kamu sedang berkata jujur padaku Fur,”
“Ada apa sebenarnya Fur?” tanya Mahli saat sudah pergi.“Ini hari terakhir kita bersama loh kenapa kamu malah bikin dia marah?” lanjut Yesi.“Aku memang bodoh,” jawab Furkam.“Tidak cukup kamu dengan mengaakan hal ini Fur, apa kamu bisa menghentikannya?” tanya Mahli.“Aku akan merelakannya, aku tidak membuatnya bahagia tetapi malah membuanya terluka dan kecewa,” kata Furkam.“Dia hanya tidak igin merusah dan menghancurkan masa depan kamu Fur,” kata Mahli.“Tapi aku juga tidak mau membuatnya khawatir aku ingin membuatnya tenang saat bersamaku tapi ternyata cara ku malah melukai hatinya,” kata Furkam.“Ya, kamu memang gegabar Fur, tidak seharusnya kamu mundur dari pertandingan, jika kita tahu kamu seperti ini saat kita melihatmu bertanding, kita tidak akan pernah melihat pertandingan kamu lagi,” kata Mahli.Furkam pun hanya diam saja.
“Kenapa kamu bingung begitu Dan? Ada yang kamu sembunyikan dari aku ya?” tanya Ira curiga.“Tidak ada,” jawab Tidan.“Setelah aku pikir-pikir kamu ini kan sahabatnya Navi tapi kenapa kamu malah mendukungku dengan orang lain Dan?” tanya Ira.“Aku mulai mencurigai kamu,” lanjut Ira.“Tidak ada, aku hanya kasihan saja pada adikku ini, pastikan tidak enak jika menjalin hubungan LDR, jadi aku kasih kamu kesempatan untuk dekat dengan yang lainnya, aku juga tidak mengatakannya pada Navi,” jawab Tidan.“Jadi kamu mendukungku jika aku berbuat jahat pada Navi?” tanya Ira.“Sepertinya begitu,” jawab Tidan.“Kenapa? Pasti ada alasannya bukan?” tanya Ira.“Tidak ada, ya sudah aku kira kamu sedang terpuruk ternyata kamu sedang baik-baik saja, tidur nyenyak, kalau begitu aku pulang ya,” kata Tidan yang tidak ingin menjawab Ira, dia pun
Keesokan harinya Ira pun bangun seperti biasa dia mandi, bantu orang tuanya masak, dan makan, setelah makan Ira kembali ke kamarnya karena hari ini memang tidak ada kerjaan apa-apa, sekolah pun juga libur. Suara telpon pun berbunyi.Kringgg …!!Ira hanya melihat namanya saja karena takut jika nanti salah bicara lagi seperti kemarin.“Kenapa dia telpon aku?” gumam Ira.Ira pun mengangkat teleponnya.“Em …!” jawab Ira.“Ih judes amat nih orang,” kata Tidan.“Kenapa?” tanya Ira.“Tidak apa-apa, hari ini rencana mau kemana Ra?” tanya Tidan.“Aku tidak tahu, aku tidak ada acara apa-apa, lagi pula aku juga sangat malah untuk bepergian, jika kamu mau pergi sendirian saja jangan ajak aku, aku ingin berdiam diri dirumah,” jawab Ira.“Wuihhh … hari ini kamu sedang tanggal merah ya? Kamu galak!” kata Tidan.“
Sesampainya mereka di rumah nenek Ira, mereka pun masuk.“Nenek …!” panggil Ira.“Nenek di dalam, masuklah,” jawab Nenek.Ira pun masuk.“Nek, nenek sedang apa?” tanya Ira.“Sedang masak bubur, apa kamu mau?” tanya Nenek.“Aku mau nek,” jawab Ira.“Kamu sama siapa Ra?” tanya Nenek.“Aku sama Tidan Nek,” jawab Ira.Tidan pun masuk dan menyapa nenek.“Kalu begitu kalian makan dulu bersama di sini,” kata Nenek.“Baik nek,” jawab Ira.“Maaf ya Nek malah repot-repot,” kata Tidan.“Tidak repot nenek senang jika kalian ke sini,” jawab Nenek.Ira dan Tidan pun makan bubur bersama dengan Nenek. Setelah selesai makan Ira dan Tidan pun pergi ke halaman belakang rumah Nenek. Tapi Ira tiba-tiba teriak memanggi nenek.“Nenek …!” kata Ira.
Setelah kembali dari kamar mandi Tidan pun akhirnya naik ke atas pohon lagi, tetapi saat sudah di atas podon dan sudah nyaman membaca di sana, tiba-tiba perut Tidan merasa sakit lagi, dan akhirnya dia turun kembali lagi ke kamar mandi. Sudah berkali-kali Tidan keluar masuk kamar mandi, Ira pun berpikir untuk membantu mengobatinya. Setelah Tidan kembali lagi Ira menyuruhnya naik ke atas pohon lagi.“Tidan, kamu naiklah kesini,” kata Ira.“Tidak, nanti kalau aku naik dan tiba-tiba sakit perut bagaimana? Capek tahu naik turun keluar masuk, aku tidak mau naik lagi,” jawab Tidan.“Tapi aku ingin kamu naik, nanti aku akan kasih tips agar diare kamu reda,” kata Ira.“Sungguh?” tanya Tidan.“Ya, makanya lain kali jika tidak bisa makan pedas tidak usah makan pedas, kamu sih gaya-gayaan makan sambal, jangan sesekali bandingin aku dan kamu saat makan pedas,” kata Ira mengoceh.“Ya, ya, y
“Iya, Tidan tadi memang bilang begitu, tetapi kita tidak di kamar, kita di halaman belakang,” jawab Ira.“Tapi kan tetap saja kamu dan dia tidak boleh seperti itu,” kata Furkam.“Sudah cukup jika aku di pikiran kamu memang sudah begitu jelek, bagimu aku adalah wanita murahan bukan? Jika begitu terserah kamu saja mau mikirnya bagaimana,” kata Ira kesal.“Bukan begitu maksudku Ira, jangan marah dulu,” kata Furkam.Ira pun menutup teleponnya dengan wajah yang sangat kesal.“Kamu apaan sih Tidan?” tanya Ira.“Ira kenapa bicaramu begitu, dia kan hanya cemburu saja mendengar kita berduaan begini, mungkin dia iri,” kata Tidan.“Tidak seharusnya dia percaya hanya dengan mendengar dia juga harus melihat kenyataannya,” jawab Ira.“Ya sudah lah jangan di bahas lagi saja, nanti ndak kamu kesal dan bad mood,” kata Tidan.“Kalau begit