Keeokan harinya Ira pun bangun dengan rasa kecewa, karena setelah melihat HP-nya Ira merasa sedih, Navi semalam tidak menirim satu pesan pun padanya.
“Bagaimana aku bisa semangat jika begini caranya,” guam Ira sambil bersiap berangkat.
“Ira kenapa lusu sekali, ini ujian kelulusan loh,” kata Mama Ira.
“Tidak papa ma, semalam belajar hingga larut,” jawab Ira.
“Kalau begitu minum susu ini sebelum berangkat,” kata Mama Ira.
Ira pun minum dan berangkat setelah selesai sarapan pagi.
Saat sampai di tempat biasa Tidan menunggu, Ira pun melihat Tidan sudah ada di sana.
“Ira ada apa dengan wajahmu itu, lecek amat,” kata Tidak.
“Kamu gila ya?” kata Ira kesal.
“Beneran loh, wajahmu kayak belum di setrika gitu, ceritalah,” kata Tidan.
“Nanti ujian matematika, apa kamu sudah belajar?” tanya Ira.
“Sudah dong,” jawab
Sesampainya di rumah Ira pun mendapatkan telepon dari Navi.“Halo,” jawab Ira.“Ira, gimana ujian tadi?” taya Navi.“Lancar,” jawab Ira.“Besok pelajarannya apa? Apa mau aku ajarin kamu?” tanya Navi.“Tidak, udah telat,” jawab Ira.“Kenapa telat, bukankah matematikannya besok?” tanya Navi.“Sudah tadi,” jawab Ira.“Jadi aku salah jadwal ya?” kata Navi.“Mungkin saja,” jawab Ira yang merasa Navi tidak terlalu mempedulikan Ira lagi.“Apa kamu marah?” tanya Navi.“Oh, ya tentu tidak, untuk apa aku marah denganmu?” tanya Ira.“Aku tidak menghubungi kamu beberapa hari ini, kamu tahu kan aku juga ujian kelulusan bukan hanya kamu yang ujian jadi aku tidak ada waktu untuk pegang HP, aku belajar dan belajar terus,” kata Navi.“Untuk apa kamu menjelaskanny
“Ira, ayo pulang!” ajak Tidan yang baru saja lewat di depan Ira dan yang lainnya yang asyik dengan obrolan mereka.“Kamu udah selesai?” tanya Ira.“Ya, kalian belum selesai?” tanya Tidan.“Ah sudah kok,” jawab Ira.“Ya sudah kalau begitu ayo kita pulang,” kata Tidan.“Baiklah, aku pulang dulu ya semuanya, besok ujian terakhir jadi di lanjut besok ya,” kata Ira berpamitan.“Oke deh sampai bertemu besok,” jawab Rani yang ikut pulang.“Kalau begitu hari ini bubar saja ya besok bertemu lagi,” kata Mahli.“Baiklah kalau begitu aku juga pulang,” kata Furkam.Mereka pun pulang bersama dengan arah yang berbeda-beda.“Kalian asyik bicarakan apa?” tanya Tidan.“Tidak ada, hanya basa-basi saja,” jawab Ira.“Besok pulang sekolah lansung pulang saja ya Ra, aku sudah jadwalkan a
Sesampainya di rumah Ira pun berusaha berpenampilan cantik tidak seperti biasanya.“Ah sekali-kali kan mau bertemu teman lama,” gumam Ira.“Wah … cantik sekali kamu Ra, mau kemana?” tanya Mama.“Mau pergi ma,” jawab Ira.“Ya sudah jangan pulang malam,” kata Mama.“Siap Ma,” jawab Ira.Ira pun berangkat ke rumah Tidan agar bisa berangkat bersama dengan Tidan.“Tidan!” panggil Ira yang masuk ke rumah Tidan.“Eh Ira, Tidan di kamarnya masuk saja,” kata Mama Tidan.“Baik Budhe,” jawab Ira.Ira pun masuk ke kamar Tidan.“Tidan, sedang apa kamu?” tanya Ira.“Aku cocok pakai baju yang mana Ra?” tanya Tidan.“Apa aja udah tampan,” jawab Ira.“Benarklah, tapi tolong pilihkan satu untukku,” kata Tidan.“Baik, yang sebelah kanan lebih e
“Dari mana kamu dapat kata-kata buaya seperti itu Nav?” tanya Ira.“Aku tidak tahu yang kamu maksud Ra,” jawab Navi.“Pastinya teman-teman Navi orang yang seperti itu semua,” kata Irsab.“Apa benar begitu Guntur?” tanya Ira.“Tidak semuanya, hanya sebagian saja, tapi aku juga tidak tahu kalau Navi bertemannya dengan para buaya, aku kan beda kelas dengannya,” jawab Guntur.“Benar pasti Navi berteman dengan para buaya,” lanjut Dasra.“Sudah-sudah kalau Navi buaya beneran, aku akan menjadi pawing buayanya,” kata Ira tersenyum.“Kamu memang kesayanganku, apa kamu yakin sanggup menjadi pawangnya aku?” tanya Navi.“Ya, tapi jika kamu sudah melebihi batas wajar aku akan mengundurkan diri,” jawab Ira.“Bagus, lebih cepat lebih baik Ra jika kamu ingin mengundurkan diri, masih banyak yang mau antri,” kata Nasah.
“Navi apa kamu mau nambah minum lagi, aku pesankan satu lagi ya,” kata Ira.“Baiklah,” jawab Navi.Ira pun memanggil penjual batagor dan memesan satu minuman.“Kenapa hanya satu?” tanya Navi.“Tidak papa, nanti jika aku haus bisa ambil punya mu kan Nav?” tanya Ira.“Benar begitu lebih bagus, lebih romantir,” jawab Navi.“Kalau begitu kamu pesan satu porsi batagornya juga ya buat kita berdua, aku sangat lapar,” kata Navi.“Baiklah,” jawab Ira dan langsung memesan apa yang di minta Navi.Ira pun tersenyum malu.“Apa kalian tidak ingin bergabung dengan kami?” tanya Nasah.“Tidak, kami di sini saja, apa yang kalian bicarakan juga masih kedengaran dari sini,” jawab Navi.“Bilang saja kalian mau kangen-kangenan kan?” kata Atin.Navi pun tersenyum mengisyaratkan memang benar seperti itu ad
Malam pun tiba Ira pun sudah tidak di haruskan untuk belajar, ia hanya bermain HP hingga Navi meneleponnya, selang beberapa saat Navi pun menelepon Ira.“Halo sayangku,” kata Navi.“Halo, kamu udah selesai belajar?” tanya Ira.“Sudah sayang, kamu sedang apa?” tanya Navi.“Sedang menunggu telepon dari kamu,” jawab Ira.“Hehe jadi kangen sama kamu, pengen peluk cium kamu,” kata Navi.“Benarkah?” tanya Ira.“Iya, aku semakin gemas denganmu, semakin kamu dewasa semakin membuatku gereget gemas Ra, I love you,” kata Navi.“Love you too, aku ingin kita tu bahagia sampai tua,” jawab Ira.“Aku akan berusaha semampu ku sayang,” kata Navi.“Kalau begitu aku juga akan berusaha yang terbaik untuk hubungan kita,” jawab Ira.“Ya sudah kalau gitu kamu istirahat sana sayang, besok kamu mengantuk gima
Setelah mereka mengumpulkan perbaikan mereka pun istirahat sebentar dan pindah tempat ke taman yang teduh duduk-duduk menikmati kebersamaan mereka.“Bagaimana jika kita bermain bulu tangkis?” tanya Furkam.“Apa kah alatnya ada?” tanya Mahli.“Tenang saja aku pinjam kan, ayo ikut aku Mahli,” kata Furkam.Mahli pun mengikuti Furkam ke ruang olahraga.“Pak boleh pinjam alat bulu tangkisnya?” tanya Furkam.“Boleh nak Furkam mau berapa?” tanya Penjaga ruangan.“Dua pasang saja Pak,” jawab Furkam.“Ambilah, jangan lupa di kembalikan lagi sesudah itu ya,” kata pak penjaga.“Baik pak, terimakasih,” jawab Furkam dan langsung mengambil raket dua pasanga.“Kamu bermain sama Rani ya Li, aku sama Ira,” kata Furkam.“Baiklah apa sih yang engak buat teman sendiri,” jawab Mahli.“Ngomong-ngom
“Bagaimana keadaan mu Ira?” tanya Mahli yang sudah menunggu mereka di taman yang teduh.“Seperti yang kamu lihat aku sudah tidak papa,” jawab Ira.“Tapi kenapa kamu tumben sekali Ira, biasanya kamu tidak mau jika di sentuh sama Furkam,” kata Rani.“Dia kan mau membantuku mana mungkin aku menolak, lagi pula lututku ini jika buat jalan sedikit sakit,” jawab Ira.“Bukan karena kamu sudah memberikan lampu hijau untuk Furkam?” tanya Rani.“Apa lo Rani, kalian selalu mengarahnya kesana, jika memang begitu tidak masalah bukan?” tanya Ira.“Kalau memang begitu aku yang jadi teman kalian ikut senang karena itu yang kami mau, lepaskan Navi Ra, bersamalah dengan Furkam,” kata Rani.“Rani jika kamu mengatakan itu kesannya seperti aku yang mengemis cinta, walaupun itu benar jangan lah membuatnya terkesan lebih buruk,” kata Furkam.“Aku tida