Share

Lelaki Asing

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bukit Buas, sekalipun tidak musim hujan memang dingin hawanya, karena itu cocok bagi seekor ular untuk tinggal. Bahkan di antara bebatuan yang ditumbuhi lumut. Dan harimau yang tinggal di sana akan semakin tangguh karena panas yang dikeluarkan dari tenaga dalam mereka.

Bukit Buas menjadi tempat yang aman bagi manusia. Tapi tak banyak orang yang bisa diterima di sana. Salah satunya Ana yang membawa Andra, dua puluhan tahun lalu. Kini anak itu pula telah menjelma sebagai penjaga desa. Layaknya Murti, ia yang menilai siapa saja manusia yang layak tinggal di sana.

Andra memiliki rumah sendiri. Dulu Ana yang membelinya karena memang di Bukit Buas masih sangat asri dan sangat jauh dari jangkauan kehidupan kota yang penuh dengan modernitas menggerus zaman.

Terlalu nyaman hingga sulit bagi Andra untuk pindah, menjadi salah satu alasan ia kurang suka mengunjungi dunia luar. Bahkan sekali pun ia tak pernah pergi ke Hutan Larangan tempat ayah dan ibunya dulu bertemu pertama kali.

Juga jangan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Series Hutan Larangan    Musim Hujan

    Nay—perempuan ular pemetik bunga itu merasa senang ketika lelaki yang ia sangka Andra memeluk dan menghirup wangi tubuhnya dari belakang. Biasanya seekor harimau tidak suka melakukan hal demikian diam-diam, selalu terang-terangan tanpa basa basi. Namun, kali ini sangat berbeda. Wanita yang sisiknya masih tumbuh satu demi satu itu memegang tangan Andra. Awalnya ia biasa saja bahkan tak ingin menoleh ke belakang. Tetapi mengapa kali ini kekasihnya terasa sangat dingin. Bahkan lebih dingin dari kulitnya. “Andra,” panggil Nay tapi lelaki itu diam saja. Sora tersenyum lebar sembari menghirup wangi rambut Nay. Ilmu yang dimiliki perempuan ular itu masih amat sangat rendah walau diberikan langsung oleh Candramaya. Jadi ia tak pernah tahu siapa yang mengintainya dari tadi. “Andra, kamu, kok, dingin?” Nay ingin berbalik tapi lelaki itu menahannya agar tak berpaling. Benar Kanaya merasa sangat berbeda. Tidak biasanya Andra dingin padanya. Nay tahu ada yang aneh, tapi sayangnya ia dipaksa t

  • Series Hutan Larangan    Racun

    “Nay, kamu kenapa?” Andra menepuk bahu teman hidupnya yang dari tadi ia perhatikan melihat ke luar jendela. Namun, perempuan ular itu tetap membeku dan pupil matanya semakin mengerucut. Andra tahu ada yang tidak beres. Tak biasanya Nay bertingkah laku demikian. “Nay!” Manusia harimau itu memegang erat bahu Nay bahkan meremasnya sangat kuat. Sejenak perempuan pemetik bunga itu mendesis dan lidah bercabang duanya keluar sampai menyentuh pipi Andra. Andra menatap bola mata Nay sangat dalam. Perlahan-lahan pupil mata yang tadinya mengerucut seperti kristal kemudian membesar dan bulat sempurna. Ular tujuh warna itu menggeleng. Rasanya ia tadi ingin memuntahkan bisa beracunnya ke arah Andra karena ia anggap sebagai pengganggu. “Aku kenapa?” tanya Nay pada Andra. “Mana aku tahu. Jangan lihat ke luar jendela kalau berbahaya, air juga jadi masuk ke dalam kamar.” Lelaki itu menelisik pemandangan di luar kamar. Sejauh mana mata harimaunya mampu melihat, tak ia temukan ada seseorang dengan

  • Series Hutan Larangan    Musuh yang Sama

    Nay terbangun ketika sinar matahari dari celah jendela menerpa kulitnya yang dingin. Perempuan ular itu menggeliat dan bangkit dengan rasa malas. Ia lirik jam dan ternyata hari sudah jam satu siang. Lekas pemetik bunga itu mandi agar suhu tubuhnya tetap dingin seperti biasa. Sabun dan sampo layaknya manusia biasa tetap ia gunakan dengan aroma jeruk yang wanginya tahan lama ditambah bunga di kebun yang ia petik. Berendam ular tujuh warna pelangi di dalam bak air selama beberapa menit. Nay keluar, mengeringkan tubuh dan rambut dan berjalan kembali ke kamar. Namun … “Apa-apaan ini?” Ada banyak sekali ular hitam kecil-kecil di ruang tamu bahkan sampai ke kamar. “Tadi nggak ada. Siapa yang iseng? Nggak mungkin Candramaya.” Nay merasa ular tersebut kiriman dari seseorang yang memebencinya. Tapi siapa? Mengingat diri sendiri sudah lama tinggal di desa. Refleks mulut Nay dipenuhi dengan bisa ularnya. Ia pun menyemburkan pada binatang melata yang terus berjalan ke arahnya. Sebagian langsun

  • Series Hutan Larangan    Perangkap

    “Nay, tolong, jangan lupa siapa aku.” Andra memutuskan tak jadi menyerang kekasihnya. Ia tahu pemetik bunga itu sedang dikuasai makhluk lain. Jelas ular besar di atas dahan. Putra Ana tersebut kemudian mematahkan dahan pohon hingga ujungnya berbentuk runcing. Ia kumpulkan tenaga di pergelangan tangan lalu melempar ke arah binatang melata yang menegakkan kepalanya. Namun, Nay menangkap dan melemparkan kembali ke arahnya. “Mati!” ucap Nay dengan pupil mata mengerucut sekali. Ia sudah tak sadar siapa dirinya. “Kita bicarakan baik-baik.” Andra berusaha membawa Nay pergi. Tapi serangan dari ular besar yang mencoba menerkam manusia harimau itu mau tak mau membuat Andra mengubah wujud menjadi binatang buas. Daun, akar, dan pepohonan menjadi saksi bagaimana beringasnya pertarungan binatang berdarah panas serta dingin. Andra terus mencengkeram leher ular di depannya. Sedangkan binatang utusan Sora berusaha membelit tubuh harimau ganas itu sampai tulangnya patah kemudian mati kehabisan nap

  • Series Hutan Larangan    Ke Mana Damar?

    Nay keluar dari dalam telaga dengan napas pendek-pendek. Racun dari Sora telah berhasil hilang berkat ia berendam di sana, selama beberapa saatnya lama tak terlalu Nay pahami. Yang jelas Andra masih menunggunya sampai tertidur. Wanita itu keluar, sekujur tubuhnya menjadi lebih dingin daripada biasanya. Tapi tak mengapa daripada harus memanas seperti terbakar. “Udah nggak apa-apa?” tanya Andra. Pemetik bunga itu hanya mengangguk saja. “Kita pulang, ya?” lanjut manusia harimau tersebut. Nay tak bisa menolak. Tak mungkin juga mereka tinggal di pinggir hutan lama-lama, keduanya punya rumah. “Terus ular yang jumlahnya banyak itu gimana?” Nay masih ingat kejadian singkat sebelum mereka berdua diserang. “Kita, nggak, tepatnya aku yang hadapi. Bakar semuanya sampai hangus.” Sepasang kekasih itu berjalan kaki melewati hutan bambu dan parit hingga masuk ke perumahan warga. Hanya satu hal yang menjadi pertanyaan Nay dan Andra. Ke mana perginya Damar selaku penguasa dan Candramaya sebagai pen

  • Series Hutan Larangan    Feromon Ular Betina

    Malam hari waktu beristirahat, tidak ada hujan atau angin yang lebih dingin turun menyapa pedesaan di Bukit Buas. Nay atau yang dipanggil Maya oleh Candra sedang bercermin. Iya, wajahnya sudah berubah meski ada sedikit kemiripan ketika masih menjadi manusia biasa. “Pulang pun aku ke rumah, nggak akan ada yang kenal sama aku,” ucap Nay agak sedikit putus asa. “Ya, terus kenapa?” Andra datang dan tiba-tiba memeluk kekasihnya dari belakang. Besok pagi-pagi siluman ular itu sudah pergi, tentu akan sepi rumah terasa. “Ya, nggak apa-apa. Habis makan langsung pulang. Kamu, tahu, nggak, Mama aku dulu buka warung nasi buat hidupun anak-anaknya yang masih kecil.” Jemari halus Nay memegang jemari Andra yang kasar karena bekerja. Bedanya Nay selalu ganti kulit, jadi walau apa pun yang terjadi dia tetap akan cantik. “Makan apa?” tanya manusia harimau itu sambil tersenyum. Tak mungkin juga meminta sepiring nasi dan lauknya di warung orang. “Bawa plastiklah dari rumah, kayak dulu nampung sisa

  • Series Hutan Larangan    Tempat yang Sama

    Mata Andra menatap ular hitam kecil yang terus memandangnya. Binatang melata itu sedang menyampaikan berita yang ia lihat pada Sora. Hingga ketika sudah selesai semua, ia mendapatkan perintah untuk menggigit sang harimau. Binatang melata itu menjalankan tugasnya. Reflesk ia melompat ke wajah Andra. Namun, lelaki itu juga dengan cepat menangkap dengan sebelah tangannya. Ukuran ular yang bahkan tak lebih besar dari jari telunjuknya. “Mati kau!” Andra menarik tubuh binatang itu hingga terbagi menjadi dua dan tewas. “Berguna juga racun dari Nay, aku bisa jadi lebih awas,” ucap Andra sambil menenteng beberapa batang bambu di pundaknya. Ia lempar di halaman rumah Sora dan mulai menyusun dinding lagi. Sora yang akhirnya tahu ke mana pemetik bunga itu pergi, tersenyum amat lebar. Tidak ada jantan lain di sisi Nay akan membuat tujuan ular hitam tersebut jadi lebih mudah lagi untuk digapai. Namun, ular yang punya sifat dasar licik, tentu harus berbasa-basi sedikit. Sora menyambangi Andra yan

  • Series Hutan Larangan    Dirindukan

    Nay turun dari kota. Terbiasa lima tahun hidup di desa yang sunyi, ia menjadi agak ganas ketika disenggol orang yang terburu-buru berjalan. Nay pun harus menahan napas agak tak sembarangan menyemburkan racun. “Padahal aku udah tahu kalau di kota serba sibuk. Tapi tetap aja aku udah jadi binatang.” Perempuan siluman ular itu berjalan lagi mengelilingi kotanya. “Ya, udah anggap aja single kayak dulu lagi.” Pemetik bunga itu memandang gedung dan mall yang selama lima tahun bertambah kehadirannya. Tak lupa ada televisi besar di ujung lampu merah.Perut Nay berbunyi karena lapar. Di rumah ia akan makin daging sampi, kambing, atau ayam yang dimakan mentah atau setengah masak. Kalau di sini, tak mungkin makan orang. “Oke, kita coba ke mall itu, yok, kali aja ada yang jual susi atau daging mentah lainnya.” Nay berjalan sendirian, tapi dengan penuh gangguan di kepalanya. Telinganya mendengar percakapan orang lain yang penuh bisik-bisik manja bersama pasangan. Ia terganggu sekaligus merasa i

Bab terbaru

  • Series Hutan Larangan    Bunga Es

    Waktu terus berjalan sampai malam hari dan Andra belum bisa menjawab pertanyaan dari Nay harus pindah ke mana. Bukan soal barang-barang yang ia khawatirkan, benda-benda itu bisa dibeli lagi. Tapi soal kehidupan sebagai separuh binatang dan manusia. Sulit untuk berbaur dengan orang ramai. Tak semua paham menjaga sikap. Dengan warga desa di sini hanya karena ada aturan dari penguasa saja makanya mereka tunduk. Sambil berbaring, Andra melipat dua tangan di belakang kepalanya. Apa harus pergi ke pegunungan Himalaya? Tapi terlalu dingin, mungkin cocok bagi Nay tapi tidak baginya. Atau ke Hutan Larangan? Di sana ada Murti dan Pawana. Tak terlalu suka Andra dengan dua harimau putih itu. Bingung. Tangan Nay tiba-tiba berpindah memeluk Andra yang dari tadi melamun saja. Lelaki itu tergugah sedikit. Mungkin bisa mencari inpirasi usai menghangatkan diri pada tubuh dingin seekor ular. Mulailah si pejantan beraksi menyentuh setiap jengkal kulit betina yang halus tanpa cela. Ular itu pun mulai

  • Series Hutan Larangan    Harus Ke Mana?

    “Murti, kau di sini.” Candramaya meliha temannya duduk di singgasana milik Darma. “Iya, kalian sudah kembali. Akhirnya kau dapat juga apa yang kau mau,” jawab Murti sambil memperhatikan wajah Candramaya yang asli. “Setelah hampir ribuan tahun menunggu. Rasanya semua ini melelahkan.” Candra menghela napasnya yang dingin. “Lelah apanya? Sekarang dia ke mana?” Maksud Murti kandanya kenapa tidak kembali. “Terakhir aku meninggalkan dia penginapan, mungkin dia masih tidur.” “Astaga, kalian benar-benar kasmaran sampai lupa menjaga bukit. Sekarang karena kau sudah kembali, aku akan pergi ke tempat suamiku.” Murti beranjak dari singgasana milik kandanya. “Bagaimana dengan kehidupanmu di sana?” Candra menahan tangan Murti. “Kami baik-baik saja, semoga kau juga sama, Candra, penantian dan kesetiaanmu layak mendapatkan hasil yang memuaskan. Kalau kanda tidak juga luluh tinggalkan saja bukit ini. Lebih baik cari lelaki lain yang peka dengan perasaanmu.” Murti mengelus jemari Candra yang hal

  • Series Hutan Larangan    Diusir

    Candramaya terbangun di kamar hotel tempatnya menginap. Ia tak sadarkan diri selama beberapa hari akibat minumal alkohol yang dicicipi. Saat bangun, ia hanya menggunakan selimut saja. Sedangkan di lantai bagian bawah, ada seekor harimau putih yang bermalas-malasan. “Sepertinya kami terlena tinggal di kota. Ini tidak bisa dibiarkan.” Candra bangkit dan mencari sumber air. Ia yang kurang tahu tentang kehidupan modern menendang pintu kamar mandi padahal tinggal dibuka saja. Ketiadaan air di dalam bak mandi layaknya telaga membuat ular tujuh warna itu merusak shower hingga airnya terus mengalir. Candra tak peduli yang penting ada air untuk membersihkan sisiknya yang terasa berdebu.“Kenapa airnya panas sekali.” Wanita itu tak sadar menghidupkan penghangat. Tak ingin Canda berendam di sana. Keadaan di luar bukit sama sekali tidak membuatnya tenang. Ular tujuh warna itu tak peduli lagi dengan Damar yang ingin tinggal di hotel atau tidak. Candra pun memejamkan mata dan menghilang, kemudi

  • Series Hutan Larangan    Tersiksa

    Waktu berjalan hingga telah ratusan tahun lamanya sejak Damar, Weni, Murti dan Pawana menjadi separuh binatang buas. Pun dengan lingkungan yang telah berubah sangat berbeda. Orang-orang tak lagi menggunakan kuda, meski masih ada beberapa yang mempertahankan tradisi. Rumah mulai dibuat dari batu, semen, serta besi, tak lupa pula keramik hingga bahkan istana raja zaman dahulu kalah indahnya. Semua itu normal dimiliki oleh manusia biasa. Namun, Damar memiliki aturan sendiri di bukit tempatnya berkuasa. Tidak boleh ada aliran listrik sebab akan timbul kebisingan di sekitarnya. Tidak boleh ada modernitas apa pun, bahkan kendaraan saja masih sama seperti dahulu. Sederhana saja, siapa yang mampu dia akan bertahan tinggal di Bukit Buas. Apalagi di desa tetangga masih bisa melakukan aktifitas yang sama. Murti dipercaya oleh Damar untuk menerima siapa pun yang tinggal di desa. Selain orang itu bisa diajak bekerja sama dan tidak mengurus kehidupan para binatang di dalam bukit. Murti—wanita

  • Series Hutan Larangan    Perpisahan

    Pawana baru saja menyelesaikan semedi jangka panjangnya. Ia menjadi semakin bijaksana juga sakti. Hanya satu kekurangannya, yaitu ia bukanlah penguasa di Bukit Buas. Murti mendatangi dan memeluk suaminya. Lelaki yang sejak jadi harimau lebih memilih dekat dengan alam, wanita itu jadi merasa terabaikan. “Setelah ini mau bertapa lagi? Tidakkah Kang Mas tahu anak kita sudah besar semua dan mencari hidupnya sendiri-sendiri,” ujar Murti sambil menggamit tangan Pawana. “Mereka pergi semua?” tanya lelaki berambut putih itu. “Iya, semua sudah besar, yang lelaki pergi mencari wilayah sendiri, yang perempuan pergi bersama pasangannya. Aku tak bisa melarang mereka sudah punya hidup sendiri.” “Berapa lama waktu yang aku lewati memangnya?” Pawana tak sadar dengan kesepian diri sendiri. “Ratusan tahun sepertinya, kali ini memang Kas Mas terlalu lama. Aku hampir saja mencari jantan lain.” “Kau tak akan bisa melakukannya. Kau itu sudah terikat denganku,” jawab Pawana sambil tersenyum. Namun, a

  • Series Hutan Larangan    Harapan

    Samar-samar sang penguasa Bukit Buas mendengar suara teriakan seorang perempuan. Sebenarnya ia tak mau ikut campur urusan lain. Namun, semakin lama suara itu justru terdengar semakin pilu dan masih terjadi dalam wilayah kekuasannya. Manusia harimau putih itu menghilang dan mencari sumber suara. Ia berubah menjadi seekor harimau dan berlari cepat bahkan nyaris menumbangkan beberapa pohon. Beberapa saat kemudian harimau itu sampai di sebuah tempat. Di mana Sora sedang mencabik-cabik kain sutera yang menutupi tubuh Candramaya. Harimau itu memejamkan mata, ia perhatikan dengan baik lalu melangkah mundur sebentar dan berlari kencang hingga menerjang Sora yang nyaris sedikit lagi merenggut harga diri Candramaya. Ular tujuh warna itu terkejut ketika harimau putih melompat melewati atas tubuhnya. Ia pun bangkit dan menutupi diri dengan sisa-sisa kain di badan. Tadinya Candra mengira kalau harimau itu Murti. “Sepertinya dia bukan Murti,” gumam Candra dari balik pohon. Pertama kali sejak

  • Series Hutan Larangan    Kebun Bunga

    Candramaya turun ke bawah dengan perasaan tak menentu. Jujur tak mudah baginya untuk melupakan paman yang mengajarkan arti cinta pertama kali. Tapi melihat lelaki itu bersanding dengan yang lain pun ia tak kuat. “Apakah ini yang namanya bodoh. Pergi tak mampu bertahan sakit?” gumamnya sambil menuruni bukit. Sekali lagi ia menoleh, terdengar suara Damar dan istri manusia biasanya bersenda gurau. “Cih, bahkan kandaku tak memandangmu sedikit pun. Benar kalau matanya itu ada penyakit,” ucap Murti dengan bibir dimiringkan. “Cinta tidak bisa dipaksakan, Murti. Mau kau bilang aku paling cantik di dunia ini tetap saja kalau bukan aku yang dia mau, aku tak akan ada nilai di matanya.” “Aku hanya kasihan dengan manusia itu. Nanti dia akan ditiduri dan jeritnya terdengar sampai seluruh bukit, lalu hamil dan mati karena melahirkan, tak pernah ada istri kandaku yang hidup dan mampu berubah jadi harimau. Kasihan, hidup hanya untuk jadi pemuas saja.” “Sudah takdir mereka, beberapa perempuan mema

  • Series Hutan Larangan    Tak Sama Lagi

    Sora menepi ketika air sungai tak mengalir deras lagi. Ada beberapa bekas luka gigitan di tubunya. Ia akui perlawanan ular betina tadi cukup ganas, meski bisa saja ia langsung bunuh, tapi Sora menginginkan tubuhnya. “Kau terlalu berani, akan aku ajarkan bagaimana caranya agar menurut padaku.” Sora meludah, ia membuang racun ular yang tadi sempat ditancapkan Candramaya. Ular hitam itu berjalan sambil mencium aroma bunga yang begitu khas. Jelas sekali hanya satu perempuan di dunia ini yang memilikinya. Lelaki itu berubah menjadi ular hitam kecil, ia melata mengikuti semilir angin yang akan mendekatkanya pada Candramaya. Wilayah kekuasaan Damar cukup luas. Tak ada yang berani mengusik sebab tahu ia siapa. Semua binatang jadi-jadian tunduk padanya, termasuk Sora. Tapi untuk urusan perempuan cantik lain lagi ceritanya. “Lagi pula harimau putih itu sudah memiliki istri bergonta-ganti, untuk yang ini berikan saja padaku,” gumam Sora dari atas pohon. Di sana ia bergelung karena aroma bun

  • Series Hutan Larangan    Nama Baru

    Seekor ular hitam yang sudah berumur ratusan tahun tinggal di Bukit Buas. Ia merupakan binatang tak memiliki tuan. Hidupnya bebas. Sora namanya, sebab ia berubah menjadi ular karena memang bersekutu. Ia memang bengis dan kerap mencari mangsa perempuan. Baik untuk diajak tidur atau setelahnya dimangsa. Hitamnya hati membuat warna sisiknya menjadi hitam juga. Dari tepi sungai ia memperhatikan seekor ular betina yang memiliki kecantikan layaknya bidadari. “Penghuni baru sepertinya. Akhirnya ada juga yang sama sepertiku,” ujar Sora sambil menelisik Weni. Ular betina itu masih bergelung di atas pohon untuk bermalas-malasan. Waktu yang terus berjalan membuat Weni turun dari dahan. Saat itulah Sora baru tahu bahwa selain cantik seperti bidadari, Weni juga memiliki kemampuan untuk membunuhkan bunga tujuh warna. Daerah yang kerap kali becek dan kotor dibuatnya jadi indah. “Aku harus mendapatkanmu, apa pun caranya.” Sora berubah menjadi ular dan masuk ke dalam sungai. Ia menanti Weni mandi

DMCA.com Protection Status