"Aku gak mau pakai baju ini, Mas. Emangnya gak ada baju lain ya?" tanya Hafsa."Emangnya kenapa?" tanya Aslan.Hafsa menggelengkan kepalanya dan meletakan paperbag itu diatas nakas, Aslan lalu melihat isi paperbag itu dan mengeluarkan baju tersebut.Aslan tersenyum setelah tahu baju apa yang di persiapkan sang mama untuk menantu nya, ia tetap meminta Hafsa memakai baju tersebut."Pakai, Sha. Kamu pasti akan terlihat sangat seksi dengan lingerie ini," ucap Aslan."Tapi aku malu, Mas.""Kenapa harus malu, aku bahkan sudah melihat seluruh tubuhmu tanpa penutup," ucap Aslan."Mas, ih!" Hafsa merasa malu saat Aslan membahas itu, wajahnya merona dan ia menarik paperbag tersebut lalu di bawa kedalam kamar mandi. Mau tak mau ia harus memakai baju itu karena tidak ada baju lainnya, tidak mungkin ia tidur dengan menggunakan gaun pengantin.Aslan menghela nafas saat melihat sang istri telah memasuki kamar mandi, ia merebahkan tubuhnya diatas kasur dengan mata menatap kosong langit-langit kamar
"Papamu di culik Tuan Aditya. Mereka bilang akan membebaskan bapakmu jika kamu yang datang kepada Tuan Aditya," ucap istri Antoni melalui sambungan telepon.Hafsa menghela nafas, Aditya adalah lelaki paruh baya yang hampir saja menikahinya. Untungnya Aslan datang tepat waktu sehingga pernikahan itu tidak pernah terjadi, mendengar juga Anthony kini diculik oleh orang-orang suruhan lelaki itu Hafsa pun tidak ingin peduli."Sha tolong, walau bagaimanapun dia adalah papamu. Bebaskanlah dia dari Tuan Aditya."Hafsa menghela nafas dan mematikan sambungan telepon itu, ia tak ingin mendengar lagi istri dari ayahnya merengek kepadanya. Sementara Aslan mengerutkan keningnya dan menatap Hafsa."Kenapa dimatikan?" tanya Aslan."Aku tak ingin mendengar dia merengek lagi, kalau aku datang ke Tuan Aditya untuk membebaskan. Apa kamu bisa membayangkan situasi di sana, Mas?" tanya Hafsa.Aslan menganggukkan kepala, bukan hal yang baru bagi Aslan dengan penculikannya seperti itu. Aslan pun berpikir jika
"Kenapa Hafsa begitu beruntung mendapatkan lelaki seperti Aslan? Dia tidak pantas untuk mendapatkan Aslan," ucap Agni.Mirna memandang wajah sang anak, ia tahu jika putrinya itu sedang iri kepada kakaknya. Meskipun Hafsa bukan anak yang terlahir dari rahim Mirna, tetapi Hafsa adalah anak pertama Antony jadi di sebut sebagai saudara satu ayah dengan Agni dan Alex."Sekarang yang Mama pikirkan bagaimana cara membebaskan Papamu dulu, dia satu-satunya tulang punggung keluarga," ucap Mirna."Hafsa harusnya mau menemui tuan Aditya. Jika dia menyerahkan diri pada Tuan Aditya kan papa pasti bebas, Aslan juga sendiri," ucap Agni."Lalu apa yang kau lakukan jika Aslan sendiri, Kak?" tanya Alex dengan mengangkat sebelah alisnya."Ya mungkin aku akan berusaha mendekatinya, aku lebih cantik dari Hafsa," ucap Agni dengan begitu percaya diri."Mama sudah bilang, pikirkan cara membebaskan papa mu dulu. Baru pikirkan hal yang lain," ucap Mirna.Agni menghela nafas, mereka bertiga pun mencoba memikirka
"Mau ke mana kamu, Agni? Gak biasanya pagi-pagi sudah berpakaian rapi seperti itu," ucap Mirna saat mereka sedang sarapan pagi. "Aku mau melamar kerja," jawab Agni singkat."Mau melamar kerja di mana kamu? Kuliah saja belum selesai," ucap Antony."Lagian ada angin apa sih, Kak. Kuliah aja males ini sok-sokan mau kerja," ucap Alex.Agni tidak menanggapi ucapan papa, mamah, dan adiknya. Ia mengambil 2 potong roti lalu dioleskan dengan selai coklat, setelah menghabiskan roti tersebut Ia pun meminum susu yang sudah tersedia di atas meja makan. Tanpa banyak bicara ia langsung keluar dari rumah dan mengendarai mobilnya, hal itu membuat Antony Mirna, dan Alex merasa keheranan."Mirna, kamu awasi Agni jangan sampai dia berbuat macam-macam di luar sana!" ucap Antony seraya membenarkan jasnya. "Iya, Mas. Aku yakin Agni enggak kan macam-macam, selama ini dia juga tidak pernah berulah kan!" ucap Mirna."Aku khawatir dengan ucapannya tadi malam, aku takut dia mencari masalah dengan Aslan dan Ha
"Aku hanya menambahkan sedikit rasa cinta ke dalam kopi itu, Tuan Aslan."Agni berbalik badan dan berjalan dengan gaya sensual kearah Aslan, lelaki tampan itu menatap adik iparnya dengan tajam. Ia sudah tahu niat buruk wanita tersebut, sebelum Agni berjalan lebih jauh Aslan berjalan kearah Agni meski dengan kepala yang terasa berdenyut.Agni tersenyum, ia mengira Aslan akan termakan oleh jebakannya. Saat Aslan berada tepat di hadapannya ia langsung mengalungkan tangan di leher Aslan, hal itu tentu membuat Aslan merasa sangat jengah. Lelaki berwajah tampan itu menarik tangan Agni dengan kasar dan menyeretnya keluar ruangan. Namun, Agni sedikit memberontak karena tidak mau keluar dari ruangan tersebut."Tuan Aslan kau butuh bantuanku untuk menghilangkan efek kopi itu, jadi kau tidak bisa mengusirku keluar!" ucap Agni masih dengan suara menggoda nya."Pergi kau, aku tidak butuh jalang sepertimu! Kau pikir aku lelaki bodoh yang bisa kau jebak!" ucap Aslan dengan suara baritonnya.Kepalany
Keesokan harinya Antoni begitu terkejut ketika sekretarisnya memberitahu, jika perusahaan yang dipegang Aslan menarik sebagian investasinya. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kenapa tiba-tiba dia menarik investasi tersebut?" tanya Antony terkejut."Tuan Aslan bilang jika ingin tahu alasannya, Bapak harus menemuinya di perusahaannya," ucap sekretaris Anthony. Tanpa menunda-nunda lagi Anthony dan sekretarisnya pun bergegas ke perusahaan milik Aslan, sesampainya di sana mereka pun langsung mengatakan kepada resepsionis bahwa mereka ingin bertemu dengan Aslan. Namun, Aslan sedang ada rapat penting dengan direksi perusahaan hingga membuat mereka harus menunggu cukup lama di perusahaan tersebut. Setelah rapat direksi selesai, Aslan kembali ke ruangannya. Sekretarisnya pun memberitahu jika ada Anthony dan sekretarisnya yang datang untuk bertemu dengan Aslan. Pria berwajah Tampan itu mengizinkan Antoni dan sekretarisnya bertemu dan masuk ruangannya."Aslan, maaf jika kedatangan kami men
"Mah, Mamah, Bangun!" ucap Antony terkejut melihat sang istri yang tiba-tiba pingsan.Ia mengangkat tubuh sang istri keatas tempat tidur Agni dan meminta Agni menelpon dokter, selama menunggu dokter datang Antony mencoba membangunkan sang istri dengan minyak angin."Ini semua gara-gara kamu, Agni. Kalau sampai terjadi apa-apa pada mamamu, kau harus tanggung jawab!" ucap Antony."Kok aku sih?!""Ya, karena kamu penyebab semua masalah!" ucap Antony.Tak lama kemudian dokter datang dan Mirna pun bangun dan di beri obat, wanita paruh baya itu masih merasa pusing dan memegangi kepalanya."Tekanan darah Bu Mirna cukup tinggi ya, itu sebabnya sampai pingsan. Ini saya beri obat penurun darah, di minum setiap hari ya, Bu." "Selama ini tekanan darah istri saya selalu normal, Dok. Kenapa bisa tiba-tiba tinggi?" tanya Antoni."Bisa jadi dari pengaruh makanan. Mungkin Bu Mirna belakangan ini sering makan makanan yang mengandung garam tinggi, bisa jadi juga karena sedang memikirkan hal yang berat,
Aslan dan Hafsa berjalan keluar, mereka ingin memastikan siapa yang datang dan ingin bertemu dengan Hafsa. Setelah sampai di ruang tamu, Hafsa hanya bisa menghela nafas kasar setelah melihat wanita paruh baya duduk di sofa."Ada urusan apa Anda ingin bertemu saya?" tanya Hafsa tanpa basa-basi setelah duduk di hadapan Mirna."Sha, mama hanya ingin melihat keadaanmu saja," ucap Mirna."Hah ... Sejak kapan kamu peduli pada keadaanku?" ucap Hafsa terkejut di iringi senyuman tak percaya.Aslan hanya diam di samping sang istri tak berkata apapun, tetapi dalam hati dan pikirannya ia sudah bisa menebak apa yang membawa wanita itu datang ke rumahnya."Tidak perlu berbohong sebab aku sudah tahu sifatmu, jadi katakan saja apa yang kamu mau sampai mendatangiku di sini?" tanya Hafsa."Ehm ... Sebelumnya mama minta maaf pada kamu dan suami kamu. Mama mohon pada Aslan, tolong jangan cabut investasi pada perusahaan kami dan tolong lupakan apa yang sudah Agni perbuat. Walau bagaimanapun dia tetap adik
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu