"Bang, ngapain di kamar 'pembantu'!" teriak Rani di ambang pintu. Dia berkacak pinggang sambil melihat sinis ke arah Dewi. Gayanya sudah kayak pelakor kelas kakap.
"E-enggak Sayang." Anton tidak jadi memeriksa isi kolong. Morgan bisa bernafas dengan lega.
"Kan Rani sudah sering bilang. Jangan pernah masuk apalagi berhubungan dengan 'pembantu' ini. Kenapa masih bandel saja sih!" cerocos Rani yang seakan menginginkan perhatian penuh dari Anton. Wataknya manja dan mendominasi, membuat Morgan gemas ingin 'memojokkan' nya sampai meminta ampun.
"Ya sudah, maafkan Abang. yuk kita keluar dari sini," ujar Anton dengan suara lembut sambil merangkul pundaknya. Tidak memikirkan perasaan Dewi yang kacau balau pada saat itu.
Setelah memastikan keadaan aman, Morgan menggeser tubuhnya keluar. Meraih bajunya yang langsung membungkus tubuh kekarnya. Sekalipun sudah tertutup, cetakan sexy-nya masih jelas te
Tibalah malam hari.Sedikit demi sedikit, rooftop sudah dipenuhi oleh para anggota preman. Masing-masing dari mereka membawa wanita malam. Tak terkecuali Anton bersama dengan Wulan dan Rani. Morgan menduga kalau kedua wanita itu sebenernya juga berasal dari pelacuran. Hanya saja lebih eklusif sehingga Anton mau memperistri mereka."Minggu ini luar biasa. Pendapatan kita begitu besar. Kita harus merayakannya sampai pagi!" Anton membuka acara diiringi gemuruh suara bapak-bapak yang menyambutnya antusias. Mereka adalah preman yang memegang lokasi berbeda di kota ini.Sebagian pendapatan mereka setorkan kepada Anton sebagai 'jenderal'-nya preman. Anton tentu tidak ingin menghabiskannya seorang diri. Sebagai pemimpin yang disegani, dia juga menghargai kerja keras anak buahnya dengan melakukan pesta semacam ini.Sementara Morgan terlihat keteteran. Betapa tidak! dia harus melayani empat puluh meja seorang diri."Mana minumannya? lama sekali!" g
Morgan diam. Semenjak kedekatannya dengan Jihan, Luna seperti menjaga jarak dengannya. Bahkan mereka sampai lost contacts. Kabar terakhir yang dia dengar, Luna berkecimpung di dunia lokalisasi. Hal yang sangat Morgan sesalkan, tapi dia tidak bisa ikut campur, karena mereka tidak ada hubungan apa-apa."Ya Ampun, Morgan. Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Luna sembari menyentuh rahang kasar Morgan.Morgan mendongak. Dia tersenyum melihat Luna yang diliputi kekhawatiran."Ceritanya panjang Luna." Morgan mulai menuturkan semuanya. Luna terkejut tapi dia mendengarkan cerita Morgan sampai selesai."Jadi berita yang ada di media itu benar kalau kamu adalah Buronan yang terancam hukuman mati?" Luna menyimpulkan. Sorot matanya yang indah terlihat tidak tega dengan nasib Morgan."Kurang lebih seperti itu. Aku memang merampok, tapi sumpah demi apapun kalau aku tidak membunuh. Aku dijebak. Kamu percaya sama aku kan Luna?""Aku tahu kamu Morgan. Kamu a
"Dewi, kamu kenapa?"Wajah Dewi memerah. Semakin sensual. Dia menunduk sambil berjibaku dengan tubuh Morgan yang sexy.Tiba-tiba terdengar suara perut Morgan yang berbunyi. Dewi hampir tertawa. Menambah manis wajahnya."Kamu lapar ya?" "Iya, dari kemaren belum makan," jawab Morgan sambil menggaruk-garuk area belakang kepalanya. "Ya udah, yuk ke dapur. aku bikinin sarapan." "Tapi, kalau ketahuan suamimu bagaimana?" "Tenang saja, habis gituan sama kedua gundiknya itu biasanya langsung tidur sampai jam sepuluh pagi. Susah bangunnya."Morgan mengangguk mafhum. Kemudian, tangannya ditarik menuju dapur. Dewi begitu berbeda hari ini. Dia tidak terlihat murung, tapi begitu lepas dan ceria. Morgan bisa menangkap senyumnya yang begitu manis."Kamu duduk di sini, aku buatkan omlet sebentar." Dewi menarik kursi supaya Morgan bisa duduk. Morgan hanya menurut sambil melihat kelincahan Dewi.Wanita itu menggenakan celemek kecil yang
Berita kemudian beralih ke kasus pembunuhan ibu pejabat. Morgan menyaksikan berita itu tanpa berkedip. Terlihat beberapa wartawan yang tengah mewawancarai pria kekar di usia senjanya yang tak lain adalah Santo.Morgan tahu kalau perbuatannya telah mencoreng muka Santo. Orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Meski pembawaannya keras, tapi aslinya sangat baik dan disiplin. Santo jugalah yang menjadi penyelamatnya di masa lalu."Saya tidak tahu menahu mengenai kasus Morgan. Yang saya tahu selama ini dia bekerja dengan baik di bengkel saya," begitu ucapnya dengan nada tinggi khas orang Batak. Morgan tahu ada gurat kekecewaan di sana."Lebih baik kalian pergi dari sini! Jangan ganggu saya bekerja di bengkel saya," usir Santo dengan kasar. Memang sudah wataknya. Keras dan cuek, tidak banyak kamera yang menyorotnya.Morgan menghempaskan tubuh besarnya di sandaran kursi. Nafasnya terdengar berat. Kinerja polisi sungguh luar biasa. Mampu mengungkap dirinya seba
Rani tidak menjawab. Dia gelisah sambil melihat pentungan Morgan yang mengangguk-angguk, seakan memanggil dirinya."Kok diam? Emangnya kenapa sama Anton? Apa dia kurang memuaskan mu?" tanya Morgan yang langsung menohok hati Rani. Wanita itu terlihat menyembunyikan wajahnya yang memerah.Morgan jengah. Dia hendak memperbaiki letak pentungan di tempat yang semestinya. Tapi, Rani buru-buru mencegahnya."Jangan!""Jangan apa?""Jangan ditutup Morgan. Aku masih ingin merasakannya.""Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi."Rani menghela nafas. Dia adalah wanita dengan ego yang tinggi. Pantang baginya memohon kepada orang lain, terutama lelaki. Namun sekarang, Rani harus menekan egonya demi bisa memenangkan tombak besar yang pasti sesak sekali. Bagian bawah Rani sampai berkedut-kedut membayangkannya."Iya, Morgan. Aku kurang dipuaskan oleh Bang Anton," ucap Rani setelah sekian lama terdiam."Lalu?"Tenggorokan Rani teras
"Dasar pembantu bebal! aku minta sandwich malah kamu kasih roti biasa. Punya otak enggak sih!" cecar Wulan.Dewi terkesima dengan makanan yang berserakan di lantai. Sudah sangat sering dia diperlakukan seperti ini. Entah itu Anton maupun kedua istrinya. Dia selalu menjadi sasaran empuk untuk disalah-salahkan meskipun dia sudah melakukan hal yang benar.Plak!Tamparan keras mengenai pipi Dewi. Dia mengerang tatkala rambutnya dijambak oleh wanita yang lebih muda darinya itu."Kamu sudah bosan hidup hah! mau kamu adukan sama Bang Anton supaya membuangmu ke tempat pelacuran hah!"Dewi hanya menangis. Sebagai istri pertama dia tidak punya daya apa-apa semenjak kedua istri muda Anton berkuasa di rumah ini.Dia diperlakukan dengan tidak adil. Apalagi Anton yang cenderung mengistimewakan kedua istri mudanya dibandingkan dengan dia."Woi! lepaskan tanganmu dari Dewi sekarang!"Suara bass membahana. Siapa lagi kalau bukan Morgan.
Dari atas sana, dia bisa melihat dengan jelas gerombolan para preman yang tampak begitu hormat dengan seorang pria bertubuh tambun yang berdiri dengan seorang wanita. Morgan tercekat saat menyadari siapa mereka."Rencana kita berhasil, Tuan. Saya juga sudah menyekap perampok bodoh itu di sini.""Bagus, kalau begitu pertemukan aku dengannya sekarang," pinta sang tuan yang tidak lain adalah Fatur.'Apa-apaan ini? Jadi mereka bersekongkol?' gumam Morgan. Pemimpin preman itu ternyata mempunyai hubungan dengan Fatur. Apa mungkin pembunuh ibu pejabat itu adalah Anton atas suruhan Fatur.Morgan tidak sempat berpikir lebih lama karena terdengar suara puluhan langkah kaki menaiki tangga. Segera dia berlari menuju balkon. Berniat melompat dari lantai dua."Woi! Jangan kabur!" teriak salah seorang di antara mereka. Morgan dengan gesit berlari menuju balkon.Sialnya di depan juga ada puluhan preman. Adalah hal yang mustahil kalau melewati mereka begitu
Morgan mendarat dengan sempurna di atas tanah. Dia mengerjapkan mata menyesuaikan dengan lampu jalan, tatkala melihat sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan."Morgan! Buruan masuk! Kamu lama banget sih!" seru Luna yang sepertinya menunggu lama. Melihat sosok Morgan di samping mobilnya, wanita centil itu terlihat excited."Kamu kok bisa ada di belakang rumah, bukannya janjinya di depan?"Luna memutar mata jengah, "Makanya punya hp jangan kantongin doang. Aku sudah kirim pesan sama kamu kalau aku posisi di belakang rumah, karena aku lihat banyak preman masuk rumah itu. Makanya aku berasumsi kalau kamu akan kabur lewat belakang."Morgan tersenyum sambil menjawil dagu nyantisnya. Luna memekik manja. Menggemaskan.Dari dulu, Luna memang sangat pemberani dan cerdik. Makanya Morgan sangat nyaman menjadi partner in crime-nya. Sebatas itu, tidak lebih."Buruan masuk! sebelum ketahuan mereka!" ujar Luna tidak sabaran."Iya, iya bawel. Ya
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn