"Kenapa kau ingin menghabisi mereka?" Tanya Bagas, dia ingin tahu kenapa bos nya menjadi sasaran Elma.Elma terkekeh."Karena... dia telah menghancurkan semua rencanaku, sebenarnya, aku sangat sayang padanya. Tapi, karena dia rencanaku gagal, jika dia terluka dan menderita, maka... Semuanya akan berpihak padaku." Kata Elma penuh kebencian.Bagas terdiam."Bagaimana? tiga ratus juta? apa kau mau?" Tanya Elma lagi. Bagas mengangguk dan tersenyum licik. 'Maafkan aku, Bos. Aku harus melakukannya, aku butuh uang itu untuk biaya pernikahanku.' Batin Bagas nelangsa.Dilema, tentu saja, antara uang dan kesetiaan pada bosnya. Bagas, terus berpikir mencari cara untuk melukai Fathur dengan halus, agar tak cidera parah. Bagaimanapun, Dia mencari nafkah di Rayyan Hotel.---Rudy duduk dengan tatapan kosong, di cafe simpang lima, dia mengingat kedua sahabatnya Ahmad Ghofur Anggara dan juga Prasetyo. Lelaki berumur enam puluh tahun itu menarik nafas dalamSang asisten selalu setia mendampingi."Seb
Mas... Apakah kemarin itu sebuah isyarat dari mu? maafkan aku, mas. bertahanlah... demi aku dan anak-anak." Batin Wardah. Wardah tak berhenti berdoa, sudah hampir empat jam suaminya belum juga sadar. Wardah terdiam, dengan penuh harap agar lekas pulih.Sebastian hanya diam saja, dibanding keluarga Rudy, dia lah yang paling terpukul. Karena selama ini Sebastian selalu ada di dekat Rudy.'Tuan.... Bertahanlah.'Sebastian bekerja dengan Rudy dari bujangan, sampai Rudy menikah kedua kali, Sebastian masih setia. Dia tahu tuannya itu sudah melalui banyak cobaan. Kasih sayang pada anak-anak nya tak pernah berbeda.Hanya saja, Elma sang anak tertua selalu merasa terintimidasi, padahal Rudy sudah menyiapkan satu perusahaan textil untuknya. Sebastian menghela nafas. Dia merasa harus menjelaskan semuanya pada Elma dan juga Ehan.---Sementara itu, Ehan masih syok saat mendengar ayahnya dilarikan di rumah sakit, sepanjang perjalanan, Ehan hanya diam. Dia kembali menitipkan Dinda pada pada Bik J
Fathur begitu mencintai Ara, dia hanya ingin Ara bahagia, melupakan kesedihannya karena perceraian.Ara menoleh dan tersenyum. "Apa aku harus kembali ke rumah itu? dan... berpamitan ada ayah dan ibu?" Fathur mengangkat dagu Ara dan tersenyum."Tentu, kau memulai dengan baik-baik, dan mengakhiri juga dengan baik-baik, jadilah menantu yang baik. Ara tersenyum lalu mengangguk. Dia pun bangkit, membuka ponsel dan membaca pesan-pesan yang masuk. Saat membaca pesan Ehan, mata Ara membulat, lalu menutup mulutnya. Ara menoleh pada Fathur. "Ada apa?" Tanya Fathur cemas karena melihat perubahan di wajah Ara."Ayah... di rumah sakit," Jawab Ara terbata. Fathur langsung berdiri dan memeluk Ara."Kita kesana sekarang." Keduanya langsung menuju rumah sakit Insan cinta, salah satu rumah sakit terbesar di Kota Pekanbaru, sambil melajukan mobil, Fathur menggenggam tangan Ara, agar tetap tenang. Bagaimanapun om Rudy adalah ayah pengganti bagi Ara.Ara menatap jalanan dengan tatapan kosong, sekele
Dengan lemah, Fathur kembali ke kamar Rudy, disana Wardah, Ara dan Ehan sedang duduk terdiam, semuanya memperhatikan dokter dan perawat yang sedang memeriksa kondisi terkini. Fathur melangkah dan duduk di samping Ehan, ekor matanya terus memindai wajah Ara yang belum juga berhenti menangis. Fathur mendesah lesu, dia sangat tak suka melihat wanita yang dia cintai menangis. Tatapan itu tak luput dari pandangan Ehan, 'Pandangan itu penuh arti, mungkinkah Fathur mencintai Ara?' Batin Ehan curiga.Tiba-tiba Ehan teringat kata-kata Elma, jika Ara sudah dekat dengan lelaki dari dulu, Ehan pun kembali mengingat kejadian demi kejadian. Dia kini sadar, Ara dekat dengan Fathur saat dia kembali ke kota ini. Ehan mendengus kesal."Jika memang saat itu mereka sudah dekat, bukankah mereka juga ada hubungan, dan... bisa jadi mereka juga selingkuh, pantas saja Ara tak pernah marah-marah jika aku ke rumah Dinda,' Batin Ehan.Pandangan nya tak terlepas dari wajah Fathur dan Ara, keduanya sangat serasi
Setelah selesai merapikan tas milik ibunya, Ehan kembali ke rumah sakit dengan diantar sopir pribadinya. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan Ara.'Aku akan berubah, Ra. semuanya demi kamu, ini bentuk penyesalan terbesarku. Semoga saja kau memaafkanku.' Batin Ehan.Sesampainya di rumah sakit, Ehan langsung menuju kamar rawat, disana sedang ada dokter menjelaskan tentang kondisi ayahnya, terlihat ibunya menahan tangis. Rudy mengalami penyempitan pembuluh darah di jantung, dan Harus segera mengambil tindakan, Ekor mata Ehan melirik Ayahnya yang sesak, oksigen terpasang kembali padahal tadi pagi sudah di lepas. Ehan mendekati ibunya dan mengusap pundaknya. "Berikan yang terbaik untuk suamiku, Dok." Isak Wardah pasrah.Dokter spesialis jantung itupun mengangguk.Biasanya pasien penyempitan pembuluh darah di jantung akan ada dua tindaka dengan operasi dan tisak. Akhirnya, mereka memilih tanpa operasi, dengan menggunakan metode PCI yaitu dengan memasukkan alat seperti kateter didoro
Braaakkk...Bunyi benturan keras terdengar, membuat Dinda terbentur ke jok depan, dia pun meringis dan memegang perutnya yang terasa kram. Namun, saat dia mendongak betapa terkejutnya Dinda seseorang masuk dengan menodongkan pisau."Kau...."Sopir taxi itu pun tak berani bertindak, selain karena kepalanya terbentur, kakinya pun terjepit, Aldo masuk dan duduk disisi Dinda yang kesakitan, wanita itu merasakan bagian bawahnya basah, darah mulai mengalir.'Ya Tuhan, kuatkan aku, tolong selamatkan anakku,' Batin Dinda ketakutan. Aldo menyeringai.Ujung Pistol dia letakkan di dagu Dinda, dan menatapnya dengan tajam."Kau... beruntung masih hidup dengan tenang, Dinda. Sedangkan Aku? tersiksa di penjara.""Apa yang kau inginkan, Aldo?" Tanya Dinda dengan setengah sadar. Pandangan matanya mulai Buram.Alda tertawa sinis. "Aku hanya ingin kematianmu. Agar ... Ehan menderita, pasti dia akan sengsara melihat wanita dan anaknya mati mengenaskan." Ucap Aldo datar. Dinda diam, dia sudah tak kuat
Ehan memperhatikan ibunya yang sedang shalat, hatinya mulai merasa tak enak, karena selama ini telah meninggalkan ibadah itu. Gerakannya pun sudah mulai lupa begitu juga dengan bacaan nya, Ehan menghela nafas panjang, ada kerinduan yang menjalar di hatinya, rindu saat Ara membangunkan untuk beribadah bersama, Rindu pada Ara yang selalu menyiapkan sarapan dan juga pakaian kerjanya. Tanpa sadar Ehan tersenyum saat mengingat itu semua, dan melupakan ingatannya tadi pada Dinda.Disisi lain, Dinda sedang dalam penanganan dokter, tak ada keluarga dan kerabat yang mendampingi, pihak rumah sakit pun bingung menghubungi siapa, karena ponsel Dinda tertinggal di mobil yang dia tumpangi. Karena pendarahan hebat Dinda tak sadarkan diri dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi agar sang bayi selamat. Hampir tiga jam operasi berlangsung, sopir taxi masih menunggu di luar karena merasa kasian, apalagi polisi juga disana menunggu Dinda sadar.---Ara menatap langit gelap, gerimis dari sore tak
Suara dentuman pintu terdengar keras, Ara semakin gemetaran. Dia memejam mata, suara langkah seseorang mendekat ke arah ruang rahasianya, Ara menutup telinganya dengan kuat, sampai dia tak sadar jika ponselnya terus berdering."Ayah, Ibu... Ara takut." Lirih Ara ketakutan.satu menit...lima menit...Ara masih ketakutan."Ara..." Panggil Fathur pelan. Wanita itu masih menutup telinganya karena gemetar, Fathur langsung memeluknya, Ara pun tersadar jika suara itu adalah Fathur.Ara membalas pelukan Fathur lalu menangis sesenggukan."Abang... Abang..." Isak Ara. Fathur mengusap kepala Ara pelan, di luar terdengar suara Daffa yang menegur securty, karena lengah menjaga tempat itu. "Tenang, Ara..." Kata Fathur menenangkan, lelaki itu semakin erat memeluk Ara yang tubuhnya lemah.bDengan lemah, Ara bangun di papah Fathur, lalu dibaringkan di atas kasur. Tangannya tetap menggenggam jemari Fathur. Tak lama, Daffa datang dengan wajah cemas."Kak, Kau baik-baik saja kan? Untuk saja anak bua