Setelah selesai merapikan tas milik ibunya, Ehan kembali ke rumah sakit dengan diantar sopir pribadinya. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan Ara.'Aku akan berubah, Ra. semuanya demi kamu, ini bentuk penyesalan terbesarku. Semoga saja kau memaafkanku.' Batin Ehan.Sesampainya di rumah sakit, Ehan langsung menuju kamar rawat, disana sedang ada dokter menjelaskan tentang kondisi ayahnya, terlihat ibunya menahan tangis. Rudy mengalami penyempitan pembuluh darah di jantung, dan Harus segera mengambil tindakan, Ekor mata Ehan melirik Ayahnya yang sesak, oksigen terpasang kembali padahal tadi pagi sudah di lepas. Ehan mendekati ibunya dan mengusap pundaknya. "Berikan yang terbaik untuk suamiku, Dok." Isak Wardah pasrah.Dokter spesialis jantung itupun mengangguk.Biasanya pasien penyempitan pembuluh darah di jantung akan ada dua tindaka dengan operasi dan tisak. Akhirnya, mereka memilih tanpa operasi, dengan menggunakan metode PCI yaitu dengan memasukkan alat seperti kateter didoro
Braaakkk...Bunyi benturan keras terdengar, membuat Dinda terbentur ke jok depan, dia pun meringis dan memegang perutnya yang terasa kram. Namun, saat dia mendongak betapa terkejutnya Dinda seseorang masuk dengan menodongkan pisau."Kau...."Sopir taxi itu pun tak berani bertindak, selain karena kepalanya terbentur, kakinya pun terjepit, Aldo masuk dan duduk disisi Dinda yang kesakitan, wanita itu merasakan bagian bawahnya basah, darah mulai mengalir.'Ya Tuhan, kuatkan aku, tolong selamatkan anakku,' Batin Dinda ketakutan. Aldo menyeringai.Ujung Pistol dia letakkan di dagu Dinda, dan menatapnya dengan tajam."Kau... beruntung masih hidup dengan tenang, Dinda. Sedangkan Aku? tersiksa di penjara.""Apa yang kau inginkan, Aldo?" Tanya Dinda dengan setengah sadar. Pandangan matanya mulai Buram.Alda tertawa sinis. "Aku hanya ingin kematianmu. Agar ... Ehan menderita, pasti dia akan sengsara melihat wanita dan anaknya mati mengenaskan." Ucap Aldo datar. Dinda diam, dia sudah tak kuat
Ehan memperhatikan ibunya yang sedang shalat, hatinya mulai merasa tak enak, karena selama ini telah meninggalkan ibadah itu. Gerakannya pun sudah mulai lupa begitu juga dengan bacaan nya, Ehan menghela nafas panjang, ada kerinduan yang menjalar di hatinya, rindu saat Ara membangunkan untuk beribadah bersama, Rindu pada Ara yang selalu menyiapkan sarapan dan juga pakaian kerjanya. Tanpa sadar Ehan tersenyum saat mengingat itu semua, dan melupakan ingatannya tadi pada Dinda.Disisi lain, Dinda sedang dalam penanganan dokter, tak ada keluarga dan kerabat yang mendampingi, pihak rumah sakit pun bingung menghubungi siapa, karena ponsel Dinda tertinggal di mobil yang dia tumpangi. Karena pendarahan hebat Dinda tak sadarkan diri dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi agar sang bayi selamat. Hampir tiga jam operasi berlangsung, sopir taxi masih menunggu di luar karena merasa kasian, apalagi polisi juga disana menunggu Dinda sadar.---Ara menatap langit gelap, gerimis dari sore tak
Suara dentuman pintu terdengar keras, Ara semakin gemetaran. Dia memejam mata, suara langkah seseorang mendekat ke arah ruang rahasianya, Ara menutup telinganya dengan kuat, sampai dia tak sadar jika ponselnya terus berdering."Ayah, Ibu... Ara takut." Lirih Ara ketakutan.satu menit...lima menit...Ara masih ketakutan."Ara..." Panggil Fathur pelan. Wanita itu masih menutup telinganya karena gemetar, Fathur langsung memeluknya, Ara pun tersadar jika suara itu adalah Fathur.Ara membalas pelukan Fathur lalu menangis sesenggukan."Abang... Abang..." Isak Ara. Fathur mengusap kepala Ara pelan, di luar terdengar suara Daffa yang menegur securty, karena lengah menjaga tempat itu. "Tenang, Ara..." Kata Fathur menenangkan, lelaki itu semakin erat memeluk Ara yang tubuhnya lemah.bDengan lemah, Ara bangun di papah Fathur, lalu dibaringkan di atas kasur. Tangannya tetap menggenggam jemari Fathur. Tak lama, Daffa datang dengan wajah cemas."Kak, Kau baik-baik saja kan? Untuk saja anak bua
Hanya karena dendam pada Ehan, Ara terkena imbasnya, Hati orang yang sudah beku memang sulit di cairkan, apalagi jika sudah ditutupi dendam, kebaikan tak akan pernah terlihat di matanya.Daffa mendesah, hatinya begitu kacau, sampai dia melupakan tujuan awal datang ke kota ini. Daffa menarik nafas panjang, pikirannya benar-benar kacau, kemudian dia membuka ponsel dan men-scroll berita di media sosial.Lama kelamaan, dia pun tertidur di shofa. Tapi, tidak dengan Fathur, lelaki berumur tiga puluh delapan tahun itu, masih risau, dia selalu menoleh ke kamar Ara, menunggu Ara bangun.--- Ehan masih terpaku, saat Daffa memberi tahunya, jika Dinda sedang kritis dan anaknya tak selamat, wajahnya terlihat pucat, Wardah mengusap pundak anaknya dengan hangat."Ma... Apa ini semua karma untukku? kenapa Tuhan mengambil semua milikku." Tanya Ehan frustasi. Wardah tersenyum kecut, dia dapat merasakan betapa hancurnya hati Ehan, mengetahui calon bayinya meninggal."Allah itu memiliki tujuan, Ehan.
Daffa diam-diam memperhatikan Ara yang termenung. Hatinya terasa sakit, melihat kakak nya selalu terdiam seperti itu."Apa.. aku perlu menikahkan mereka berdua ya? Sepertinya itu adalah satu-satunya jalan agar Ara kembali ceria." Batin Daffa. Daffa keluar dari kamar Ara, di lantai dua para pekerja sudah mulai sibuk, mereka menunduk dan menyapa atasan mereka. Gedung tingkat tiga ini memang di desain ayahnya untuk di jadikan tempat karaoke yang nyaman, dan sengaja membuat ruangan khusus di lantai paling atas untuk berkumpul keluarga, dan disanalah Ara tinggal.nDaffa menulusuri setiap ruangan VIP karaoke, bisnis yang di jalankan Ara memang sangat menjanjikan, tapi mereka tidak menyediakan minum-minuman keras atau beralkohol, saat weekend tiba banyak pengunjung dari kalangan remaja. Banyak dari mereka sekedar menghilangkan kejenuhan belajar atau mencari hiburan bersama teman-temannya, bernyanyi sambil memakan cemilan.Ara sangat teliti dan hati-hati dalam menjalan bisnis karaoke, apal
"Kenapa kepalaku terasa pusing ya?" Tanya Elma. Kepalanya terasa berat, beberapa menit kemudian dia pun tertidur di atas shofa.Adam, lelaki itu tersenyum. Dia memperhatikan wajah Elma yang putih tentu saja bagi laki-laki normal, Elma sangat cantik dan menggoda, dia memiliki tubuh yang indah, dada besar dan juga bibir merah. Lelaki itu mengusap pucuk kepala Elma dengan senyuman joker nya. "Elma... Sudah lama aku menunggumu." Dengan senyuman manisnya, Adam membawa Elma ke apartemen miliknya, di kamar yang sudah dia hias sedemikian rupa, Adam memandang wajah Elma dengan begitu intens.Lelaki itu, sudah sangat lama menunggu Elma, bertahun-tahun Dia mengintai Elma, tapi wanita itu selalu sibuk mengurus adiknya saja, dan tak menyadari jika Adam sudah kembali dari pelayaran. Beberapa kali, Adam menghubungi Elma, tapi wanita itu tak menggubris nya, hingga tiba-tiba saja dia datang menemui, tentu saja Adam sangat senang.Namun, kebahagiaan itu hanya sebentar saja, Adam langsung muram saa
"Hufff... sampai kapan aku menahan rasa ini, kebersamaan yang singkat begitu melekat, aku rela deh jadi selingkuhan pura-pura mu terus, Ra. Tapi, setelah semua selesai kenapa sulit sekali untuk mengungkapkan rasa. Apakah kamu mau menikah denganku, Ra? aku masih setia menunggu mu.' Batin Fathur.Sebagai lelaki, dia ingin sekali membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan, tapi Fathur gamang, andai saja di hari Ara masih ada Ehan. Maka, semua itu akan sulit dan dapat menganggu hubungan mereka. Fathur kembali menghela nafas panjang, kenangan satu malam waktu itu begitu melekat, entah karena pengaruh obat atau tidak, kata-kata Ara waktu itu membuat Fathur ingin menginginkannya. Hanya satu malam memang, tapi bagi Fathur itu sungguh mengesankan, dia menginginkannya lagi. Disampingnya, Ara terus mencuri pandang, tatapan Fathur terlihat kosong. "Hmm... Ara." Ara terkesiap, kemudian berusaha santai, dia gengsi jika ketahuan memandangnya terus. Ara menoleh sebentar, dan memperbaiki dudu
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.