"Jangan gila, Daff." Ucap Ara."Aku tak gila, Kak. Tenang saja, serahkan padaku, maka besok kau akan menjadi Cinderella. Mengalahkan prince Matin dan Putri Anisah itu." Ara dan Fathur saling pandang. Akhirnya mereka pasrah, jika Daffa sudah bertindak maka semuanya pasti akan beres .Daffa hanya tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah kakaknya.Mereka pun berdiskusi, di bantu Sebastian sang asisten Daffa memilih Hotel D'Rayyan sebagai tempat resepsi pernikahan mereka, tanpa Fathur tahu ajahnya sudah ada didalam ruangan itu. "Dasar bocah tengil, mau menikah tak meminta restu ayahmu dulu." Ucap Pras sambil memukul kepala Fathur. "Auuuwww... semua ini Daffa, Pa. Tunggu... Aku melamar Ara satu beberapa menit yang lalu, perjalanan dari Makasar ke Pekanbaru membutuhkan waktu sekitar delapan jam, tapi kenapa Papa sudah sampai?" Tanya Fathur bingung.Daffa melirik Prasetyo, Ayahnya hanya memasang muk datar. "Papa memang sudah ada di kota ini dari kemarin, Fathur. Apa kau lupa juka hari
Melalui alat komunikasi yang canggih, lelaki itu memberi informasi pada teman-temannya untuk terus siaga, benar saja salah satu dari mereka memberi tahu, jika di persimpangan tiga ada lelaki aneh yang mereka curigai, memakai jaket hitam, masker dan juga helm hitam, sama persis dengan yang di kenakan Aldo."Semua bersiap di posisi masing-masing, jangan gegabah dan tunggu instruksi." Ucap lelaki itu. "Siap, komandan." Sang komandan tim mengamati area sekitar, dia terus memandang Aldo yang sudah menyalakan mesin motor. Terlihat gerbang di buka lebar, dua mobil berjenis Mercedes-Benz itu keluar, di mobil pertama ada Daffa dan juga Ara, sedangkan Pras dan Fathur o5ada di mobil kedua. Aldo langsung mengikuti arah mobil itu, dari dalam helm, Aldo menyeringai, seakan mendapatkan door prize dia melakukan Honda dengan santai, mengikuti kedua mobil itu. Dalam benaknya, Aldo sudah menghayal dapat mengeksekusi semua orang yang ada di dalam mobil itu, terutama Daffa dan Ara. Benar saja, saat mo
"Apa mereka polisi?" Tanya Fathur. Pras mengangguk, dia memperhatikan setiap pergerakan dari orang-orang itu.Daffa pun merasa tenang, karena polisi cepat datang, sang sopir yang tadi diperingati oleh Sebastian langsung tancap gas saat penjahat itu lengah."Kemana kita akan pergi, Pak?" Tanya sopir."Kita lanjutkan perjalanan kita, Pak." "Baik..."Daffa menoleh ke belakang, Para polisi Intel itu masih berjibaku melawan kelompok Aldo, dilihatnya mobil Fathur juga mengikutinya, Daffa bersyukur Fathur bisa lolos juga. Disamping itu, sang komandan dengan gesit melumpuhkan lawannya, saat Aldo lengah dia langsung mengambil posisi memutar dan menendang bagian leher Aldo, sehingga dia tersungkur. Melalui earpiech, Komandan tersebut memerintahkan polisi untuk segera datang, karena lawan sudah mereka lumpuhkan, lelaki berjumlah lima belas orang itu terkulai lemah, satu persatu tangannya di borgol. Aldo meringis kesakitan, darah mengucur dari pelipis dan ujung bibirnya. "Sialan, aku gagal l
"Maafkan ayah, yang gagal menjagamu." Lirih Rudy.Ada bening mata yang melesat begitu saja, Wardah menguatkan suaminya. Dia faham, Rudy masih merasa bersalah dengan kejadian masa lalu."Ayah...." lirih Ara.Semua orang yang melihat mereka pun mulai meneteskan air mata. Daffa menguatkan kakaknya. "Ayo... kita masuk, Pak penghulu juga ada jadwal pernikahan lainnya." Ajak Pras. Mereka menuju aula yang luas, di tengah sudah dipersiapkan tempat untuk mengucap ijab Qabul, suasana begitu tenang, apalagi Daffa memilih dekorasi berwarna hijau muda, dipadukan warna putih. Sangat menenangkan memang. Di kursi yang sudah disiapkan ,Fathur masih mengatur nafas, ini pertama kalinya dia akan mengikrarkan kata-kata ijab untuk seseorang yang sudah lama dia cintai. Fathur masih berusaha tenang, tapi tetap saja keringat sudah membasahi bajunya, beberapa kali MUA datang mengusap keringat di dahinya."Rileks, Rayyan..." Goda ayahnya. Fathur hanya tersenyum kecil. Sudah berkali-kali dia menarik nafas p
"Tidurlah." Titah Adam dengan lembut."Hmm... Kapan kau kembali berlayar, Bang?" Tanya Elma. "Aku sudah resain dari kapal, Sayang. Aku hanya ingin ada di dekatmu."Elma terdiam, dia merona tapi disisi lain ada kekhawatiran di hatinya."Jika Bang Adam tidak kembali berlayar, bagaimana bisa membalas dendam ku.' Batin Elma bingung.Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elma, Adam mengangkat dagu Elma agar menatap nya."Dengarkan aku, Elma. Kau adalah wanitaku yang sangat aku cintai. Selama aku mengenalmu dulu, kau tak pernah seperti ini."Adam menarik nafas terlebih dahulu, sejenak menjeda ucapannya, dia harus bicara dengan hati-hati."Sayang, Aku tahu kau sangat membenci Ehan adikmu, dia itu tak bersalah, itu pandanganku. Jadi... berhentilah untuk terus menyakiti Ehan, dendammu bisa merusak hidupmu, Elma,""Kau tahu pernah dengar tidak? Ada sebuah tragedi yang menewaskan banyak orang hanya karena dendam, alhasil apa? apa akan menyelesaikan masalah? No, tidak Elma. Malah blunder,
"Ini salahku, Din. Kulakukan karena aku memiliki tanggung jawab terhadap mu. Kau istriku sekarang." Ucap Ehan datar. Hati Dinda seakan-akan diremas, sangat menyakitkan mendengar Ehan mengatakan semua itu. Dia kira... Ehan akan seperti dulu, memuja dan menyayangi nya. Nyatanya, dia berubah dingin. Seakan Dinda hanyalah aksesoris saja. Dinda menghela nafas panjang, dia hanya bisa pasrah. Dan harus bisa menerima penderitaan dari hasil prilakunya sendiri.Saat keduanya pulang, tak ada pembicaraan yang serius, Ehan hanya memandang jalanan kota Bandung dengan tatapan kosong, bayangan tentang mantan istrinya masih terus menghantui. Berkali-kali Ehan menarik nafas panjang, mengeluarkan nya dengan perlahan, berharap kenangan itu pun keluar seiring hembusan nafas, nyatanya... tak semudah itu. Selalu saja penyesalan menyeruak di hatinya. 'Ara... Ini salahku, aku yang bodoh. Entah kenapa dulu melihat Dinda sangatlah cantik, aku merasakan getaran di hati setiap bersamanya. Namun, setelah semua
Sepanjang perjalanan, Rayyan memikirkan banyak hal. Dari membuka bisnis, ingin memiliki anak, sampai membayangkan hidup berdua dengan Ara. Meski satu Minggu berlalu dia lewati dengan suka cita, Rayyan ingin hari-hari bahagia itu tak cepat berlalu, tapi Rayyan sadar jika Tuhan lah yang telah menentukan takdir manusia. Rayyan menghela nafas panjang dan tersenyum, bersyukur betapa bahagia hidupnya saat ini, bisa memandang Ara sepuasnya.Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di Yunani, disana mereka telah disambut oleh tour guide yang akan membawa mereka ke Santorini untuk menikmati liburan. Ara yang baru pertama kali kesana terlihat sangat terpukau, keindahan bangunan kota yang indah sangat memanjakan mata. Sampai, dia meminta supir untuk memelankan laju mobil, agar dia dapat mengabadikan setiap momen. Fathur tersenyum, Ara tetaplah wanita yang menyukai keindahan, kehidupannya selama ini sangat monoton hanya di rumah saja, padahal jika dia ingin berlibur bisa langsung meng
"Ah, sialan. Benar kata Rafli aku harus menempatkan bodyguard untuk Ara. Ah, susah sekali mereka di hubungi. Ayolah kak angkat..." kata Daffa cemas.Berkali-kali Daffa menghubungi Ara dan Fathur, tapi tak tersambung. Daffa pun melempar ponsel, lalu terduduk dia frustasi."Bagaimana caranya aku melindungi Ara dari sini?" Lirih Daffa.Sebastian datang dengan tergesa-gesa, dia terkejut melihat Daffa juga sedang kacau. "Bos...""Ya, aku sudah tau. jika Aldo sekarang ada di Penjara, lalu siapa yang masih menguntit Ara dan mengancam kita?" Tanya Daffa. "Sepertinya Elma. Wanita itu menghilang. " "Mungkin, Kau urus disini Sebastian, aku akan ke rumah Om Rudy menanyakan keberadaan Elma, wanita itu memang harus diadili, dari dulu buat ulah saja." Kata Daffa kesal. Daffa meninggalkan Sebastian, namun pria itu mengikuti dari belakang."Kenapa kau mengikuti ku?""Aku tak bisa meninggalkan mu, Bos. Penjahat sekarang begitu cerdik. Mungkin ini hanya pengalihan, bagaimana jika yang menjadi sasar
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.