Melalui alat komunikasi yang canggih, lelaki itu memberi informasi pada teman-temannya untuk terus siaga, benar saja salah satu dari mereka memberi tahu, jika di persimpangan tiga ada lelaki aneh yang mereka curigai, memakai jaket hitam, masker dan juga helm hitam, sama persis dengan yang di kenakan Aldo."Semua bersiap di posisi masing-masing, jangan gegabah dan tunggu instruksi." Ucap lelaki itu. "Siap, komandan." Sang komandan tim mengamati area sekitar, dia terus memandang Aldo yang sudah menyalakan mesin motor. Terlihat gerbang di buka lebar, dua mobil berjenis Mercedes-Benz itu keluar, di mobil pertama ada Daffa dan juga Ara, sedangkan Pras dan Fathur o5ada di mobil kedua. Aldo langsung mengikuti arah mobil itu, dari dalam helm, Aldo menyeringai, seakan mendapatkan door prize dia melakukan Honda dengan santai, mengikuti kedua mobil itu. Dalam benaknya, Aldo sudah menghayal dapat mengeksekusi semua orang yang ada di dalam mobil itu, terutama Daffa dan Ara. Benar saja, saat mo
"Apa mereka polisi?" Tanya Fathur. Pras mengangguk, dia memperhatikan setiap pergerakan dari orang-orang itu.Daffa pun merasa tenang, karena polisi cepat datang, sang sopir yang tadi diperingati oleh Sebastian langsung tancap gas saat penjahat itu lengah."Kemana kita akan pergi, Pak?" Tanya sopir."Kita lanjutkan perjalanan kita, Pak." "Baik..."Daffa menoleh ke belakang, Para polisi Intel itu masih berjibaku melawan kelompok Aldo, dilihatnya mobil Fathur juga mengikutinya, Daffa bersyukur Fathur bisa lolos juga. Disamping itu, sang komandan dengan gesit melumpuhkan lawannya, saat Aldo lengah dia langsung mengambil posisi memutar dan menendang bagian leher Aldo, sehingga dia tersungkur. Melalui earpiech, Komandan tersebut memerintahkan polisi untuk segera datang, karena lawan sudah mereka lumpuhkan, lelaki berjumlah lima belas orang itu terkulai lemah, satu persatu tangannya di borgol. Aldo meringis kesakitan, darah mengucur dari pelipis dan ujung bibirnya. "Sialan, aku gagal l
"Maafkan ayah, yang gagal menjagamu." Lirih Rudy.Ada bening mata yang melesat begitu saja, Wardah menguatkan suaminya. Dia faham, Rudy masih merasa bersalah dengan kejadian masa lalu."Ayah...." lirih Ara.Semua orang yang melihat mereka pun mulai meneteskan air mata. Daffa menguatkan kakaknya. "Ayo... kita masuk, Pak penghulu juga ada jadwal pernikahan lainnya." Ajak Pras. Mereka menuju aula yang luas, di tengah sudah dipersiapkan tempat untuk mengucap ijab Qabul, suasana begitu tenang, apalagi Daffa memilih dekorasi berwarna hijau muda, dipadukan warna putih. Sangat menenangkan memang. Di kursi yang sudah disiapkan ,Fathur masih mengatur nafas, ini pertama kalinya dia akan mengikrarkan kata-kata ijab untuk seseorang yang sudah lama dia cintai. Fathur masih berusaha tenang, tapi tetap saja keringat sudah membasahi bajunya, beberapa kali MUA datang mengusap keringat di dahinya."Rileks, Rayyan..." Goda ayahnya. Fathur hanya tersenyum kecil. Sudah berkali-kali dia menarik nafas p
"Tidurlah." Titah Adam dengan lembut."Hmm... Kapan kau kembali berlayar, Bang?" Tanya Elma. "Aku sudah resain dari kapal, Sayang. Aku hanya ingin ada di dekatmu."Elma terdiam, dia merona tapi disisi lain ada kekhawatiran di hatinya."Jika Bang Adam tidak kembali berlayar, bagaimana bisa membalas dendam ku.' Batin Elma bingung.Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elma, Adam mengangkat dagu Elma agar menatap nya."Dengarkan aku, Elma. Kau adalah wanitaku yang sangat aku cintai. Selama aku mengenalmu dulu, kau tak pernah seperti ini."Adam menarik nafas terlebih dahulu, sejenak menjeda ucapannya, dia harus bicara dengan hati-hati."Sayang, Aku tahu kau sangat membenci Ehan adikmu, dia itu tak bersalah, itu pandanganku. Jadi... berhentilah untuk terus menyakiti Ehan, dendammu bisa merusak hidupmu, Elma,""Kau tahu pernah dengar tidak? Ada sebuah tragedi yang menewaskan banyak orang hanya karena dendam, alhasil apa? apa akan menyelesaikan masalah? No, tidak Elma. Malah blunder,
"Ini salahku, Din. Kulakukan karena aku memiliki tanggung jawab terhadap mu. Kau istriku sekarang." Ucap Ehan datar. Hati Dinda seakan-akan diremas, sangat menyakitkan mendengar Ehan mengatakan semua itu. Dia kira... Ehan akan seperti dulu, memuja dan menyayangi nya. Nyatanya, dia berubah dingin. Seakan Dinda hanyalah aksesoris saja. Dinda menghela nafas panjang, dia hanya bisa pasrah. Dan harus bisa menerima penderitaan dari hasil prilakunya sendiri.Saat keduanya pulang, tak ada pembicaraan yang serius, Ehan hanya memandang jalanan kota Bandung dengan tatapan kosong, bayangan tentang mantan istrinya masih terus menghantui. Berkali-kali Ehan menarik nafas panjang, mengeluarkan nya dengan perlahan, berharap kenangan itu pun keluar seiring hembusan nafas, nyatanya... tak semudah itu. Selalu saja penyesalan menyeruak di hatinya. 'Ara... Ini salahku, aku yang bodoh. Entah kenapa dulu melihat Dinda sangatlah cantik, aku merasakan getaran di hati setiap bersamanya. Namun, setelah semua
Sepanjang perjalanan, Rayyan memikirkan banyak hal. Dari membuka bisnis, ingin memiliki anak, sampai membayangkan hidup berdua dengan Ara. Meski satu Minggu berlalu dia lewati dengan suka cita, Rayyan ingin hari-hari bahagia itu tak cepat berlalu, tapi Rayyan sadar jika Tuhan lah yang telah menentukan takdir manusia. Rayyan menghela nafas panjang dan tersenyum, bersyukur betapa bahagia hidupnya saat ini, bisa memandang Ara sepuasnya.Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di Yunani, disana mereka telah disambut oleh tour guide yang akan membawa mereka ke Santorini untuk menikmati liburan. Ara yang baru pertama kali kesana terlihat sangat terpukau, keindahan bangunan kota yang indah sangat memanjakan mata. Sampai, dia meminta supir untuk memelankan laju mobil, agar dia dapat mengabadikan setiap momen. Fathur tersenyum, Ara tetaplah wanita yang menyukai keindahan, kehidupannya selama ini sangat monoton hanya di rumah saja, padahal jika dia ingin berlibur bisa langsung meng
"Ah, sialan. Benar kata Rafli aku harus menempatkan bodyguard untuk Ara. Ah, susah sekali mereka di hubungi. Ayolah kak angkat..." kata Daffa cemas.Berkali-kali Daffa menghubungi Ara dan Fathur, tapi tak tersambung. Daffa pun melempar ponsel, lalu terduduk dia frustasi."Bagaimana caranya aku melindungi Ara dari sini?" Lirih Daffa.Sebastian datang dengan tergesa-gesa, dia terkejut melihat Daffa juga sedang kacau. "Bos...""Ya, aku sudah tau. jika Aldo sekarang ada di Penjara, lalu siapa yang masih menguntit Ara dan mengancam kita?" Tanya Daffa. "Sepertinya Elma. Wanita itu menghilang. " "Mungkin, Kau urus disini Sebastian, aku akan ke rumah Om Rudy menanyakan keberadaan Elma, wanita itu memang harus diadili, dari dulu buat ulah saja." Kata Daffa kesal. Daffa meninggalkan Sebastian, namun pria itu mengikuti dari belakang."Kenapa kau mengikuti ku?""Aku tak bisa meninggalkan mu, Bos. Penjahat sekarang begitu cerdik. Mungkin ini hanya pengalihan, bagaimana jika yang menjadi sasar
Kalimat itu sangat menohok hati Rudy, lelaki paruh baya itu menunduk, menyembunyikan kekecewaan.Namun, apa yang dikatakan Daffa memang benar, selama menjadi istri Ehan, dia tak pernah di bawa jalan atau sekedar ke cafe, Ehan selalu sibuk kerja, jangankan untuk liburan, membelikan Ara hadiah mungkin tidak pernah. Kesetiaan yang ditunjukkan Ara rupanya tidak bisa membuat Ehan mempertahankan rumah tangga, tapi Ehan telah menghancurkannya dengan perselingkuhan. Hanya karena berdesir melihat wanita lain, dia menganggap itu cinta, padahal hanya perasaan semu saja. Sebagai lelaki yang sudah beristri seharusnya Ehan bisa menjaga pandangan dan hatinya.Disisi lain, Ara dan Fathur masih menikmati kebahagiaan, seakan dunia milik berdua, mereka tak perduli dengan orang yang melihat kemesraan keduanya. Fathur selalu menggenggam tangan Ara selama mereka pergi keluar, Fathur takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.Malam ini, Ara sengaja membuka ponsel dia ingin mengecek keuangan perusahaan, m