Sepanjang perjalanan, Rayyan memikirkan banyak hal. Dari membuka bisnis, ingin memiliki anak, sampai membayangkan hidup berdua dengan Ara. Meski satu Minggu berlalu dia lewati dengan suka cita, Rayyan ingin hari-hari bahagia itu tak cepat berlalu, tapi Rayyan sadar jika Tuhan lah yang telah menentukan takdir manusia. Rayyan menghela nafas panjang dan tersenyum, bersyukur betapa bahagia hidupnya saat ini, bisa memandang Ara sepuasnya.Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di Yunani, disana mereka telah disambut oleh tour guide yang akan membawa mereka ke Santorini untuk menikmati liburan. Ara yang baru pertama kali kesana terlihat sangat terpukau, keindahan bangunan kota yang indah sangat memanjakan mata. Sampai, dia meminta supir untuk memelankan laju mobil, agar dia dapat mengabadikan setiap momen. Fathur tersenyum, Ara tetaplah wanita yang menyukai keindahan, kehidupannya selama ini sangat monoton hanya di rumah saja, padahal jika dia ingin berlibur bisa langsung meng
"Ah, sialan. Benar kata Rafli aku harus menempatkan bodyguard untuk Ara. Ah, susah sekali mereka di hubungi. Ayolah kak angkat..." kata Daffa cemas.Berkali-kali Daffa menghubungi Ara dan Fathur, tapi tak tersambung. Daffa pun melempar ponsel, lalu terduduk dia frustasi."Bagaimana caranya aku melindungi Ara dari sini?" Lirih Daffa.Sebastian datang dengan tergesa-gesa, dia terkejut melihat Daffa juga sedang kacau. "Bos...""Ya, aku sudah tau. jika Aldo sekarang ada di Penjara, lalu siapa yang masih menguntit Ara dan mengancam kita?" Tanya Daffa. "Sepertinya Elma. Wanita itu menghilang. " "Mungkin, Kau urus disini Sebastian, aku akan ke rumah Om Rudy menanyakan keberadaan Elma, wanita itu memang harus diadili, dari dulu buat ulah saja." Kata Daffa kesal. Daffa meninggalkan Sebastian, namun pria itu mengikuti dari belakang."Kenapa kau mengikuti ku?""Aku tak bisa meninggalkan mu, Bos. Penjahat sekarang begitu cerdik. Mungkin ini hanya pengalihan, bagaimana jika yang menjadi sasar
Kalimat itu sangat menohok hati Rudy, lelaki paruh baya itu menunduk, menyembunyikan kekecewaan.Namun, apa yang dikatakan Daffa memang benar, selama menjadi istri Ehan, dia tak pernah di bawa jalan atau sekedar ke cafe, Ehan selalu sibuk kerja, jangankan untuk liburan, membelikan Ara hadiah mungkin tidak pernah. Kesetiaan yang ditunjukkan Ara rupanya tidak bisa membuat Ehan mempertahankan rumah tangga, tapi Ehan telah menghancurkannya dengan perselingkuhan. Hanya karena berdesir melihat wanita lain, dia menganggap itu cinta, padahal hanya perasaan semu saja. Sebagai lelaki yang sudah beristri seharusnya Ehan bisa menjaga pandangan dan hatinya.Disisi lain, Ara dan Fathur masih menikmati kebahagiaan, seakan dunia milik berdua, mereka tak perduli dengan orang yang melihat kemesraan keduanya. Fathur selalu menggenggam tangan Ara selama mereka pergi keluar, Fathur takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.Malam ini, Ara sengaja membuka ponsel dia ingin mengecek keuangan perusahaan, m
"Siapa kalian?" Tanya Albert. Dua orang itu diam saja, mereka langsung membekuk, tangan Albert di borgol dan membawanya keluar dari hotel. "Beres, bos. Sudah aman." Lapor lelaki itu. Pras yang sedang di Indonesia pun tersenyum." Dasar kutu kecil, berani dia bermain-main dengan menantuku." Lirih Pras. Kedua lelaki itu pun membawa Albert dengan mobil Jeep hitam meninggalkan hotel dimana Fathur dan Ara menginap. Disamping itu, anggota Intel yang diperintahkan oleh Rafli memberikan laporan pada atasannya jika, penguntit Ara sudah di bekuk oleh orang. Lantas, mereka kembali ke Indonesia. Karena merasa tak tenang, Fathur langsung memesan tiket untuk kembali ke Indonesia, keselamatan Ara adalah yang paling utama. ---Ehan masih berdiam diri di balkon rumahnya, kini dia terpaksa harus pindah ke Bandung, di sana dia merawat Dinda yang masih sakit karena serangan Aldo tempo hari, meski bukan cacat permanen, tentu butuh waktu lama agar Dinda bisa kembali jalan dengan normal. Lelaki itu
Fathur mengusap pucuk kepala Ara, dan menarik tubuhnya, Fathur memeluk dari samping. Dia faham Ara tidak mencintai Ehan, hanya khawatir, tapi tetap saja membuat hati Fathur sedikit tergores. "Ara... Ehan sekarang ada di Bandung dia merawat Dinda,"Ara terdiam, "Syukurlah, jika mereka baik-baik saja." guman Ara."Ya, mereka lebih baik disana, dari pada di kota ini, cinta. Aku tak akan membiarkan Ehan mengusikmu."Ara tersenyum, dia melingkarkan tangan di tubuh Fathur. Sekarang, Ara sangat suka dipeluk begitu oleh suaminya, rasanya sangat nyaman dan damai. Dari kaca depan , Daffa melihat kebahagian Ara, akhirnya dia bisa melihat senyum kakaknya itu. Ketiganya mengobrol tentang perusahaan yang sebentar lagi akan membangun sebuah mall di kawasan ibu kota, tentunya semua itu atas kerja keras Daffa yang di bimbing om Reno, asisten ayahnya dulu. "Bagaimana kabar Om Reno, Daf? sudah lama dia tak kesini." Tanya Ara."Om Reno, memantau kantor pusat di Jakarta, Kak. Aku sengaja meletakkan om
"Apa yang kau pikirkan, hmmmm" Tanya Fathur lembut."Apa Abang akan meninggalkanku juga, jika... aku tak hamil?" Lirih Ara. Fathur memegang dagu Ara agar menatapnya."Dengar, Ara. Sedetikpun cintaku tak akan pernah luntur, meski kita tak memiliki anak. Kita bisa adobsi, banyak kok orang tua yang memilih adobsi karena bertahun-tahun belum memiliki anak. Jadi , jangan kau meragukan cintaku, ok?"Ara terharu, dia memeluk Suaminya dengan erat. "kapan aku hamil?" Guman Ara.Ara menenggelamkan wajahnya ke bidang dada suaminya.---Daffa masih berdiskusi dengan Rafli, dia mencermati setiap informasi yang dia dapatkan dari Rafli. Benar dugaannya jika Aldo tidak bekerja sendiri, mengetahui hal tersebut, Daffa semakin was-was untuk meninggalkan Ara. Meski Ara sudah menikah tetap saja hati nya tak tenang"Jadi dia Albert?" Tanya Daffa memastikan."Ya, seperti kataku tadi, Aldo memang di penjara tapi ada orang lain yang membantunya, sepertinya Albert pun tidak sendiri." Jawab Rafli."Siapa sebe
"Sepertinya Pak Daffa tak tahu jika yang menangkapnya adalah kita berdua.""Biarkan saja, aku suka bekerja seperti ini, dari pada harus mengikuti SOP kepolisian, sangat lama dan berbelit. Orang suruhan Pak Daffa itu pasti tak leluasa bergerak.""Ya kau benar, brother..."TingObrolan keduanya berhenti, saat ponsel mereka berbunyi, dengan tersenyum smirk kedua orang itu kembali masuk ke ruangan Albert. Albert yang tertidur pun tersentak dan bangun, dilihatnya kedua orang itu sudah ada di hadapannya. Albert meringis saat berusaha untuk bangun, tubuhnya terasa sakit karena berkelahi."Dia sudah bangun, Bos." Ucap lelaki itu. Albert pun mendongak, siapa gerangan yang datang. Benarkah Pras atau Daffa?. Tak lama pintu terbuka, Prasetyo di dampingi asistennya datang dengan wajah muram, dia tersenyum sinis memandang Albert yang babak belur dihajar anak buahnya. 'Ahmad, kau lihat tikus kecil ini. Kali ini aku tak akan melepaskannya. Dia ingin membunuh menantuku.' Batin Pras. Rahangnya men
"Apa kau menunggu adikmu?" Tanya Pras dengan sinis.Aldo balas memandang Pras dengan tajam.Lalu dia terkekeh. "Sepertinya, anda salah duga.""Benarkah? baguslah jika kau tak menunggu adikmu itu. Karena, dia tak akan pernah datang lagi untuk menemuimu.""Apa maksudmu?" pekik Aldo. Seketika wajahnya berubah, sedangkan Pras hanya terkekeh. "Ingat Aldo, kau salah berurusan dengan Ara. Dia menantuku, jangan sesekali kau menghancurkan rumah tangganya seperti dulu."Aldo terdiam, tangannya mengepal erat. Pras kembali menatap Aldo dengan tajam dia lipat tangannya di dada. "Seharusnya kau malu, telah melukai Ara. Karena keluarga Ahmad tak ada sangkut pautnya dengan kematian ayahmu, Haikal. Haikal meninggal karena kecelakaan, dan yang menyabotase adalah manager perusahaan. Asal kau tahu, Ahmad sudah menolong ayahmu, dan juga memberi kalian uang dua miliyar. Lalu, kenapa kau masih ingin melukai mereka.""Karena Anggara Group membuat ayahku mati.""No... kau salah. Haikal sendiri yang menje