"Ah, sialan. Benar kata Rafli aku harus menempatkan bodyguard untuk Ara. Ah, susah sekali mereka di hubungi. Ayolah kak angkat..." kata Daffa cemas.Berkali-kali Daffa menghubungi Ara dan Fathur, tapi tak tersambung. Daffa pun melempar ponsel, lalu terduduk dia frustasi."Bagaimana caranya aku melindungi Ara dari sini?" Lirih Daffa.Sebastian datang dengan tergesa-gesa, dia terkejut melihat Daffa juga sedang kacau. "Bos...""Ya, aku sudah tau. jika Aldo sekarang ada di Penjara, lalu siapa yang masih menguntit Ara dan mengancam kita?" Tanya Daffa. "Sepertinya Elma. Wanita itu menghilang. " "Mungkin, Kau urus disini Sebastian, aku akan ke rumah Om Rudy menanyakan keberadaan Elma, wanita itu memang harus diadili, dari dulu buat ulah saja." Kata Daffa kesal. Daffa meninggalkan Sebastian, namun pria itu mengikuti dari belakang."Kenapa kau mengikuti ku?""Aku tak bisa meninggalkan mu, Bos. Penjahat sekarang begitu cerdik. Mungkin ini hanya pengalihan, bagaimana jika yang menjadi sasar
Kalimat itu sangat menohok hati Rudy, lelaki paruh baya itu menunduk, menyembunyikan kekecewaan.Namun, apa yang dikatakan Daffa memang benar, selama menjadi istri Ehan, dia tak pernah di bawa jalan atau sekedar ke cafe, Ehan selalu sibuk kerja, jangankan untuk liburan, membelikan Ara hadiah mungkin tidak pernah. Kesetiaan yang ditunjukkan Ara rupanya tidak bisa membuat Ehan mempertahankan rumah tangga, tapi Ehan telah menghancurkannya dengan perselingkuhan. Hanya karena berdesir melihat wanita lain, dia menganggap itu cinta, padahal hanya perasaan semu saja. Sebagai lelaki yang sudah beristri seharusnya Ehan bisa menjaga pandangan dan hatinya.Disisi lain, Ara dan Fathur masih menikmati kebahagiaan, seakan dunia milik berdua, mereka tak perduli dengan orang yang melihat kemesraan keduanya. Fathur selalu menggenggam tangan Ara selama mereka pergi keluar, Fathur takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.Malam ini, Ara sengaja membuka ponsel dia ingin mengecek keuangan perusahaan, m
"Siapa kalian?" Tanya Albert. Dua orang itu diam saja, mereka langsung membekuk, tangan Albert di borgol dan membawanya keluar dari hotel. "Beres, bos. Sudah aman." Lapor lelaki itu. Pras yang sedang di Indonesia pun tersenyum." Dasar kutu kecil, berani dia bermain-main dengan menantuku." Lirih Pras. Kedua lelaki itu pun membawa Albert dengan mobil Jeep hitam meninggalkan hotel dimana Fathur dan Ara menginap. Disamping itu, anggota Intel yang diperintahkan oleh Rafli memberikan laporan pada atasannya jika, penguntit Ara sudah di bekuk oleh orang. Lantas, mereka kembali ke Indonesia. Karena merasa tak tenang, Fathur langsung memesan tiket untuk kembali ke Indonesia, keselamatan Ara adalah yang paling utama. ---Ehan masih berdiam diri di balkon rumahnya, kini dia terpaksa harus pindah ke Bandung, di sana dia merawat Dinda yang masih sakit karena serangan Aldo tempo hari, meski bukan cacat permanen, tentu butuh waktu lama agar Dinda bisa kembali jalan dengan normal. Lelaki itu
Fathur mengusap pucuk kepala Ara, dan menarik tubuhnya, Fathur memeluk dari samping. Dia faham Ara tidak mencintai Ehan, hanya khawatir, tapi tetap saja membuat hati Fathur sedikit tergores. "Ara... Ehan sekarang ada di Bandung dia merawat Dinda,"Ara terdiam, "Syukurlah, jika mereka baik-baik saja." guman Ara."Ya, mereka lebih baik disana, dari pada di kota ini, cinta. Aku tak akan membiarkan Ehan mengusikmu."Ara tersenyum, dia melingkarkan tangan di tubuh Fathur. Sekarang, Ara sangat suka dipeluk begitu oleh suaminya, rasanya sangat nyaman dan damai. Dari kaca depan , Daffa melihat kebahagian Ara, akhirnya dia bisa melihat senyum kakaknya itu. Ketiganya mengobrol tentang perusahaan yang sebentar lagi akan membangun sebuah mall di kawasan ibu kota, tentunya semua itu atas kerja keras Daffa yang di bimbing om Reno, asisten ayahnya dulu. "Bagaimana kabar Om Reno, Daf? sudah lama dia tak kesini." Tanya Ara."Om Reno, memantau kantor pusat di Jakarta, Kak. Aku sengaja meletakkan om
"Apa yang kau pikirkan, hmmmm" Tanya Fathur lembut."Apa Abang akan meninggalkanku juga, jika... aku tak hamil?" Lirih Ara. Fathur memegang dagu Ara agar menatapnya."Dengar, Ara. Sedetikpun cintaku tak akan pernah luntur, meski kita tak memiliki anak. Kita bisa adobsi, banyak kok orang tua yang memilih adobsi karena bertahun-tahun belum memiliki anak. Jadi , jangan kau meragukan cintaku, ok?"Ara terharu, dia memeluk Suaminya dengan erat. "kapan aku hamil?" Guman Ara.Ara menenggelamkan wajahnya ke bidang dada suaminya.---Daffa masih berdiskusi dengan Rafli, dia mencermati setiap informasi yang dia dapatkan dari Rafli. Benar dugaannya jika Aldo tidak bekerja sendiri, mengetahui hal tersebut, Daffa semakin was-was untuk meninggalkan Ara. Meski Ara sudah menikah tetap saja hati nya tak tenang"Jadi dia Albert?" Tanya Daffa memastikan."Ya, seperti kataku tadi, Aldo memang di penjara tapi ada orang lain yang membantunya, sepertinya Albert pun tidak sendiri." Jawab Rafli."Siapa sebe
"Sepertinya Pak Daffa tak tahu jika yang menangkapnya adalah kita berdua.""Biarkan saja, aku suka bekerja seperti ini, dari pada harus mengikuti SOP kepolisian, sangat lama dan berbelit. Orang suruhan Pak Daffa itu pasti tak leluasa bergerak.""Ya kau benar, brother..."TingObrolan keduanya berhenti, saat ponsel mereka berbunyi, dengan tersenyum smirk kedua orang itu kembali masuk ke ruangan Albert. Albert yang tertidur pun tersentak dan bangun, dilihatnya kedua orang itu sudah ada di hadapannya. Albert meringis saat berusaha untuk bangun, tubuhnya terasa sakit karena berkelahi."Dia sudah bangun, Bos." Ucap lelaki itu. Albert pun mendongak, siapa gerangan yang datang. Benarkah Pras atau Daffa?. Tak lama pintu terbuka, Prasetyo di dampingi asistennya datang dengan wajah muram, dia tersenyum sinis memandang Albert yang babak belur dihajar anak buahnya. 'Ahmad, kau lihat tikus kecil ini. Kali ini aku tak akan melepaskannya. Dia ingin membunuh menantuku.' Batin Pras. Rahangnya men
"Apa kau menunggu adikmu?" Tanya Pras dengan sinis.Aldo balas memandang Pras dengan tajam.Lalu dia terkekeh. "Sepertinya, anda salah duga.""Benarkah? baguslah jika kau tak menunggu adikmu itu. Karena, dia tak akan pernah datang lagi untuk menemuimu.""Apa maksudmu?" pekik Aldo. Seketika wajahnya berubah, sedangkan Pras hanya terkekeh. "Ingat Aldo, kau salah berurusan dengan Ara. Dia menantuku, jangan sesekali kau menghancurkan rumah tangganya seperti dulu."Aldo terdiam, tangannya mengepal erat. Pras kembali menatap Aldo dengan tajam dia lipat tangannya di dada. "Seharusnya kau malu, telah melukai Ara. Karena keluarga Ahmad tak ada sangkut pautnya dengan kematian ayahmu, Haikal. Haikal meninggal karena kecelakaan, dan yang menyabotase adalah manager perusahaan. Asal kau tahu, Ahmad sudah menolong ayahmu, dan juga memberi kalian uang dua miliyar. Lalu, kenapa kau masih ingin melukai mereka.""Karena Anggara Group membuat ayahku mati.""No... kau salah. Haikal sendiri yang menje
"Hmm... apa aku tak boleh mencobanya?" Celetuk Adam.Elma pun tersadar dan tertawa. "Maaf, habis nya kue ini enak sekali, Mas. Aaa..." Elma menyodorkan kue red Velvet dengan mulut terbuka. Adam terkekeh. "Hmm... manis, semanis senyumanmu."Elma tersipu. Hening.Adam melihat Elma yang tersenyum namun tatapan matanya terlihat kosong. "Elma, Mas paham. Saat ini kau sedang kecewa, tapi tak ada salahnya jika kau mencoba lagi. Menjalani hidup itu ya memang seperti ini, tidak ada yang berjalan lurus, tapi ada belokannya, atau bahkan kita menemukan jalan terjal. Jadi, Mas ingin... kamu jangan bersedih lagi, hadapi hidup ini dengan senyuman." Ujar Adam panjang lebar. Beberapa hari ini, Elma memang terlihat muram. Perusahaan hampir mengalami resesi, banyak konsumen yang berpindah ke merk lain. Reseller pun semakin berkurang. Entah dimana salahnya, Elma masih mempelajari penurunan itu. Elma pikir, kualitas make up yang mereka buat tetap bagus, sesuai dengan BPOM dari kementrian kesehatan,
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.