Daffa diam-diam memperhatikan Ara yang termenung. Hatinya terasa sakit, melihat kakak nya selalu terdiam seperti itu."Apa.. aku perlu menikahkan mereka berdua ya? Sepertinya itu adalah satu-satunya jalan agar Ara kembali ceria." Batin Daffa. Daffa keluar dari kamar Ara, di lantai dua para pekerja sudah mulai sibuk, mereka menunduk dan menyapa atasan mereka. Gedung tingkat tiga ini memang di desain ayahnya untuk di jadikan tempat karaoke yang nyaman, dan sengaja membuat ruangan khusus di lantai paling atas untuk berkumpul keluarga, dan disanalah Ara tinggal.nDaffa menulusuri setiap ruangan VIP karaoke, bisnis yang di jalankan Ara memang sangat menjanjikan, tapi mereka tidak menyediakan minum-minuman keras atau beralkohol, saat weekend tiba banyak pengunjung dari kalangan remaja. Banyak dari mereka sekedar menghilangkan kejenuhan belajar atau mencari hiburan bersama teman-temannya, bernyanyi sambil memakan cemilan.Ara sangat teliti dan hati-hati dalam menjalan bisnis karaoke, apal
"Kenapa kepalaku terasa pusing ya?" Tanya Elma. Kepalanya terasa berat, beberapa menit kemudian dia pun tertidur di atas shofa.Adam, lelaki itu tersenyum. Dia memperhatikan wajah Elma yang putih tentu saja bagi laki-laki normal, Elma sangat cantik dan menggoda, dia memiliki tubuh yang indah, dada besar dan juga bibir merah. Lelaki itu mengusap pucuk kepala Elma dengan senyuman joker nya. "Elma... Sudah lama aku menunggumu." Dengan senyuman manisnya, Adam membawa Elma ke apartemen miliknya, di kamar yang sudah dia hias sedemikian rupa, Adam memandang wajah Elma dengan begitu intens.Lelaki itu, sudah sangat lama menunggu Elma, bertahun-tahun Dia mengintai Elma, tapi wanita itu selalu sibuk mengurus adiknya saja, dan tak menyadari jika Adam sudah kembali dari pelayaran. Beberapa kali, Adam menghubungi Elma, tapi wanita itu tak menggubris nya, hingga tiba-tiba saja dia datang menemui, tentu saja Adam sangat senang.Namun, kebahagiaan itu hanya sebentar saja, Adam langsung muram saa
"Hufff... sampai kapan aku menahan rasa ini, kebersamaan yang singkat begitu melekat, aku rela deh jadi selingkuhan pura-pura mu terus, Ra. Tapi, setelah semua selesai kenapa sulit sekali untuk mengungkapkan rasa. Apakah kamu mau menikah denganku, Ra? aku masih setia menunggu mu.' Batin Fathur.Sebagai lelaki, dia ingin sekali membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan, tapi Fathur gamang, andai saja di hari Ara masih ada Ehan. Maka, semua itu akan sulit dan dapat menganggu hubungan mereka. Fathur kembali menghela nafas panjang, kenangan satu malam waktu itu begitu melekat, entah karena pengaruh obat atau tidak, kata-kata Ara waktu itu membuat Fathur ingin menginginkannya. Hanya satu malam memang, tapi bagi Fathur itu sungguh mengesankan, dia menginginkannya lagi. Disampingnya, Ara terus mencuri pandang, tatapan Fathur terlihat kosong. "Hmm... Ara." Ara terkesiap, kemudian berusaha santai, dia gengsi jika ketahuan memandangnya terus. Ara menoleh sebentar, dan memperbaiki dudu
"Jangan gila, Daff." Ucap Ara."Aku tak gila, Kak. Tenang saja, serahkan padaku, maka besok kau akan menjadi Cinderella. Mengalahkan prince Matin dan Putri Anisah itu." Ara dan Fathur saling pandang. Akhirnya mereka pasrah, jika Daffa sudah bertindak maka semuanya pasti akan beres .Daffa hanya tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah kakaknya.Mereka pun berdiskusi, di bantu Sebastian sang asisten Daffa memilih Hotel D'Rayyan sebagai tempat resepsi pernikahan mereka, tanpa Fathur tahu ajahnya sudah ada didalam ruangan itu. "Dasar bocah tengil, mau menikah tak meminta restu ayahmu dulu." Ucap Pras sambil memukul kepala Fathur. "Auuuwww... semua ini Daffa, Pa. Tunggu... Aku melamar Ara satu beberapa menit yang lalu, perjalanan dari Makasar ke Pekanbaru membutuhkan waktu sekitar delapan jam, tapi kenapa Papa sudah sampai?" Tanya Fathur bingung.Daffa melirik Prasetyo, Ayahnya hanya memasang muk datar. "Papa memang sudah ada di kota ini dari kemarin, Fathur. Apa kau lupa juka hari
Melalui alat komunikasi yang canggih, lelaki itu memberi informasi pada teman-temannya untuk terus siaga, benar saja salah satu dari mereka memberi tahu, jika di persimpangan tiga ada lelaki aneh yang mereka curigai, memakai jaket hitam, masker dan juga helm hitam, sama persis dengan yang di kenakan Aldo."Semua bersiap di posisi masing-masing, jangan gegabah dan tunggu instruksi." Ucap lelaki itu. "Siap, komandan." Sang komandan tim mengamati area sekitar, dia terus memandang Aldo yang sudah menyalakan mesin motor. Terlihat gerbang di buka lebar, dua mobil berjenis Mercedes-Benz itu keluar, di mobil pertama ada Daffa dan juga Ara, sedangkan Pras dan Fathur o5ada di mobil kedua. Aldo langsung mengikuti arah mobil itu, dari dalam helm, Aldo menyeringai, seakan mendapatkan door prize dia melakukan Honda dengan santai, mengikuti kedua mobil itu. Dalam benaknya, Aldo sudah menghayal dapat mengeksekusi semua orang yang ada di dalam mobil itu, terutama Daffa dan Ara. Benar saja, saat mo
"Apa mereka polisi?" Tanya Fathur. Pras mengangguk, dia memperhatikan setiap pergerakan dari orang-orang itu.Daffa pun merasa tenang, karena polisi cepat datang, sang sopir yang tadi diperingati oleh Sebastian langsung tancap gas saat penjahat itu lengah."Kemana kita akan pergi, Pak?" Tanya sopir."Kita lanjutkan perjalanan kita, Pak." "Baik..."Daffa menoleh ke belakang, Para polisi Intel itu masih berjibaku melawan kelompok Aldo, dilihatnya mobil Fathur juga mengikutinya, Daffa bersyukur Fathur bisa lolos juga. Disamping itu, sang komandan dengan gesit melumpuhkan lawannya, saat Aldo lengah dia langsung mengambil posisi memutar dan menendang bagian leher Aldo, sehingga dia tersungkur. Melalui earpiech, Komandan tersebut memerintahkan polisi untuk segera datang, karena lawan sudah mereka lumpuhkan, lelaki berjumlah lima belas orang itu terkulai lemah, satu persatu tangannya di borgol. Aldo meringis kesakitan, darah mengucur dari pelipis dan ujung bibirnya. "Sialan, aku gagal l
"Maafkan ayah, yang gagal menjagamu." Lirih Rudy.Ada bening mata yang melesat begitu saja, Wardah menguatkan suaminya. Dia faham, Rudy masih merasa bersalah dengan kejadian masa lalu."Ayah...." lirih Ara.Semua orang yang melihat mereka pun mulai meneteskan air mata. Daffa menguatkan kakaknya. "Ayo... kita masuk, Pak penghulu juga ada jadwal pernikahan lainnya." Ajak Pras. Mereka menuju aula yang luas, di tengah sudah dipersiapkan tempat untuk mengucap ijab Qabul, suasana begitu tenang, apalagi Daffa memilih dekorasi berwarna hijau muda, dipadukan warna putih. Sangat menenangkan memang. Di kursi yang sudah disiapkan ,Fathur masih mengatur nafas, ini pertama kalinya dia akan mengikrarkan kata-kata ijab untuk seseorang yang sudah lama dia cintai. Fathur masih berusaha tenang, tapi tetap saja keringat sudah membasahi bajunya, beberapa kali MUA datang mengusap keringat di dahinya."Rileks, Rayyan..." Goda ayahnya. Fathur hanya tersenyum kecil. Sudah berkali-kali dia menarik nafas p
"Tidurlah." Titah Adam dengan lembut."Hmm... Kapan kau kembali berlayar, Bang?" Tanya Elma. "Aku sudah resain dari kapal, Sayang. Aku hanya ingin ada di dekatmu."Elma terdiam, dia merona tapi disisi lain ada kekhawatiran di hatinya."Jika Bang Adam tidak kembali berlayar, bagaimana bisa membalas dendam ku.' Batin Elma bingung.Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elma, Adam mengangkat dagu Elma agar menatap nya."Dengarkan aku, Elma. Kau adalah wanitaku yang sangat aku cintai. Selama aku mengenalmu dulu, kau tak pernah seperti ini."Adam menarik nafas terlebih dahulu, sejenak menjeda ucapannya, dia harus bicara dengan hati-hati."Sayang, Aku tahu kau sangat membenci Ehan adikmu, dia itu tak bersalah, itu pandanganku. Jadi... berhentilah untuk terus menyakiti Ehan, dendammu bisa merusak hidupmu, Elma,""Kau tahu pernah dengar tidak? Ada sebuah tragedi yang menewaskan banyak orang hanya karena dendam, alhasil apa? apa akan menyelesaikan masalah? No, tidak Elma. Malah blunder,