Braaakkk...Bunyi benturan keras terdengar, membuat Dinda terbentur ke jok depan, dia pun meringis dan memegang perutnya yang terasa kram. Namun, saat dia mendongak betapa terkejutnya Dinda seseorang masuk dengan menodongkan pisau."Kau...."Sopir taxi itu pun tak berani bertindak, selain karena kepalanya terbentur, kakinya pun terjepit, Aldo masuk dan duduk disisi Dinda yang kesakitan, wanita itu merasakan bagian bawahnya basah, darah mulai mengalir.'Ya Tuhan, kuatkan aku, tolong selamatkan anakku,' Batin Dinda ketakutan. Aldo menyeringai.Ujung Pistol dia letakkan di dagu Dinda, dan menatapnya dengan tajam."Kau... beruntung masih hidup dengan tenang, Dinda. Sedangkan Aku? tersiksa di penjara.""Apa yang kau inginkan, Aldo?" Tanya Dinda dengan setengah sadar. Pandangan matanya mulai Buram.Alda tertawa sinis. "Aku hanya ingin kematianmu. Agar ... Ehan menderita, pasti dia akan sengsara melihat wanita dan anaknya mati mengenaskan." Ucap Aldo datar. Dinda diam, dia sudah tak kuat
Ehan memperhatikan ibunya yang sedang shalat, hatinya mulai merasa tak enak, karena selama ini telah meninggalkan ibadah itu. Gerakannya pun sudah mulai lupa begitu juga dengan bacaan nya, Ehan menghela nafas panjang, ada kerinduan yang menjalar di hatinya, rindu saat Ara membangunkan untuk beribadah bersama, Rindu pada Ara yang selalu menyiapkan sarapan dan juga pakaian kerjanya. Tanpa sadar Ehan tersenyum saat mengingat itu semua, dan melupakan ingatannya tadi pada Dinda.Disisi lain, Dinda sedang dalam penanganan dokter, tak ada keluarga dan kerabat yang mendampingi, pihak rumah sakit pun bingung menghubungi siapa, karena ponsel Dinda tertinggal di mobil yang dia tumpangi. Karena pendarahan hebat Dinda tak sadarkan diri dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi agar sang bayi selamat. Hampir tiga jam operasi berlangsung, sopir taxi masih menunggu di luar karena merasa kasian, apalagi polisi juga disana menunggu Dinda sadar.---Ara menatap langit gelap, gerimis dari sore tak
Suara dentuman pintu terdengar keras, Ara semakin gemetaran. Dia memejam mata, suara langkah seseorang mendekat ke arah ruang rahasianya, Ara menutup telinganya dengan kuat, sampai dia tak sadar jika ponselnya terus berdering."Ayah, Ibu... Ara takut." Lirih Ara ketakutan.satu menit...lima menit...Ara masih ketakutan."Ara..." Panggil Fathur pelan. Wanita itu masih menutup telinganya karena gemetar, Fathur langsung memeluknya, Ara pun tersadar jika suara itu adalah Fathur.Ara membalas pelukan Fathur lalu menangis sesenggukan."Abang... Abang..." Isak Ara. Fathur mengusap kepala Ara pelan, di luar terdengar suara Daffa yang menegur securty, karena lengah menjaga tempat itu. "Tenang, Ara..." Kata Fathur menenangkan, lelaki itu semakin erat memeluk Ara yang tubuhnya lemah.bDengan lemah, Ara bangun di papah Fathur, lalu dibaringkan di atas kasur. Tangannya tetap menggenggam jemari Fathur. Tak lama, Daffa datang dengan wajah cemas."Kak, Kau baik-baik saja kan? Untuk saja anak bua
Hanya karena dendam pada Ehan, Ara terkena imbasnya, Hati orang yang sudah beku memang sulit di cairkan, apalagi jika sudah ditutupi dendam, kebaikan tak akan pernah terlihat di matanya.Daffa mendesah, hatinya begitu kacau, sampai dia melupakan tujuan awal datang ke kota ini. Daffa menarik nafas panjang, pikirannya benar-benar kacau, kemudian dia membuka ponsel dan men-scroll berita di media sosial.Lama kelamaan, dia pun tertidur di shofa. Tapi, tidak dengan Fathur, lelaki berumur tiga puluh delapan tahun itu, masih risau, dia selalu menoleh ke kamar Ara, menunggu Ara bangun.--- Ehan masih terpaku, saat Daffa memberi tahunya, jika Dinda sedang kritis dan anaknya tak selamat, wajahnya terlihat pucat, Wardah mengusap pundak anaknya dengan hangat."Ma... Apa ini semua karma untukku? kenapa Tuhan mengambil semua milikku." Tanya Ehan frustasi. Wardah tersenyum kecut, dia dapat merasakan betapa hancurnya hati Ehan, mengetahui calon bayinya meninggal."Allah itu memiliki tujuan, Ehan.
Daffa diam-diam memperhatikan Ara yang termenung. Hatinya terasa sakit, melihat kakak nya selalu terdiam seperti itu."Apa.. aku perlu menikahkan mereka berdua ya? Sepertinya itu adalah satu-satunya jalan agar Ara kembali ceria." Batin Daffa. Daffa keluar dari kamar Ara, di lantai dua para pekerja sudah mulai sibuk, mereka menunduk dan menyapa atasan mereka. Gedung tingkat tiga ini memang di desain ayahnya untuk di jadikan tempat karaoke yang nyaman, dan sengaja membuat ruangan khusus di lantai paling atas untuk berkumpul keluarga, dan disanalah Ara tinggal.nDaffa menulusuri setiap ruangan VIP karaoke, bisnis yang di jalankan Ara memang sangat menjanjikan, tapi mereka tidak menyediakan minum-minuman keras atau beralkohol, saat weekend tiba banyak pengunjung dari kalangan remaja. Banyak dari mereka sekedar menghilangkan kejenuhan belajar atau mencari hiburan bersama teman-temannya, bernyanyi sambil memakan cemilan.Ara sangat teliti dan hati-hati dalam menjalan bisnis karaoke, apal
"Kenapa kepalaku terasa pusing ya?" Tanya Elma. Kepalanya terasa berat, beberapa menit kemudian dia pun tertidur di atas shofa.Adam, lelaki itu tersenyum. Dia memperhatikan wajah Elma yang putih tentu saja bagi laki-laki normal, Elma sangat cantik dan menggoda, dia memiliki tubuh yang indah, dada besar dan juga bibir merah. Lelaki itu mengusap pucuk kepala Elma dengan senyuman joker nya. "Elma... Sudah lama aku menunggumu." Dengan senyuman manisnya, Adam membawa Elma ke apartemen miliknya, di kamar yang sudah dia hias sedemikian rupa, Adam memandang wajah Elma dengan begitu intens.Lelaki itu, sudah sangat lama menunggu Elma, bertahun-tahun Dia mengintai Elma, tapi wanita itu selalu sibuk mengurus adiknya saja, dan tak menyadari jika Adam sudah kembali dari pelayaran. Beberapa kali, Adam menghubungi Elma, tapi wanita itu tak menggubris nya, hingga tiba-tiba saja dia datang menemui, tentu saja Adam sangat senang.Namun, kebahagiaan itu hanya sebentar saja, Adam langsung muram saa
"Hufff... sampai kapan aku menahan rasa ini, kebersamaan yang singkat begitu melekat, aku rela deh jadi selingkuhan pura-pura mu terus, Ra. Tapi, setelah semua selesai kenapa sulit sekali untuk mengungkapkan rasa. Apakah kamu mau menikah denganku, Ra? aku masih setia menunggu mu.' Batin Fathur.Sebagai lelaki, dia ingin sekali membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan, tapi Fathur gamang, andai saja di hari Ara masih ada Ehan. Maka, semua itu akan sulit dan dapat menganggu hubungan mereka. Fathur kembali menghela nafas panjang, kenangan satu malam waktu itu begitu melekat, entah karena pengaruh obat atau tidak, kata-kata Ara waktu itu membuat Fathur ingin menginginkannya. Hanya satu malam memang, tapi bagi Fathur itu sungguh mengesankan, dia menginginkannya lagi. Disampingnya, Ara terus mencuri pandang, tatapan Fathur terlihat kosong. "Hmm... Ara." Ara terkesiap, kemudian berusaha santai, dia gengsi jika ketahuan memandangnya terus. Ara menoleh sebentar, dan memperbaiki dudu
"Jangan gila, Daff." Ucap Ara."Aku tak gila, Kak. Tenang saja, serahkan padaku, maka besok kau akan menjadi Cinderella. Mengalahkan prince Matin dan Putri Anisah itu." Ara dan Fathur saling pandang. Akhirnya mereka pasrah, jika Daffa sudah bertindak maka semuanya pasti akan beres .Daffa hanya tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah kakaknya.Mereka pun berdiskusi, di bantu Sebastian sang asisten Daffa memilih Hotel D'Rayyan sebagai tempat resepsi pernikahan mereka, tanpa Fathur tahu ajahnya sudah ada didalam ruangan itu. "Dasar bocah tengil, mau menikah tak meminta restu ayahmu dulu." Ucap Pras sambil memukul kepala Fathur. "Auuuwww... semua ini Daffa, Pa. Tunggu... Aku melamar Ara satu beberapa menit yang lalu, perjalanan dari Makasar ke Pekanbaru membutuhkan waktu sekitar delapan jam, tapi kenapa Papa sudah sampai?" Tanya Fathur bingung.Daffa melirik Prasetyo, Ayahnya hanya memasang muk datar. "Papa memang sudah ada di kota ini dari kemarin, Fathur. Apa kau lupa juka hari