Mas... Apakah kemarin itu sebuah isyarat dari mu? maafkan aku, mas. bertahanlah... demi aku dan anak-anak." Batin Wardah. Wardah tak berhenti berdoa, sudah hampir empat jam suaminya belum juga sadar. Wardah terdiam, dengan penuh harap agar lekas pulih.Sebastian hanya diam saja, dibanding keluarga Rudy, dia lah yang paling terpukul. Karena selama ini Sebastian selalu ada di dekat Rudy.'Tuan.... Bertahanlah.'Sebastian bekerja dengan Rudy dari bujangan, sampai Rudy menikah kedua kali, Sebastian masih setia. Dia tahu tuannya itu sudah melalui banyak cobaan. Kasih sayang pada anak-anak nya tak pernah berbeda.Hanya saja, Elma sang anak tertua selalu merasa terintimidasi, padahal Rudy sudah menyiapkan satu perusahaan textil untuknya. Sebastian menghela nafas. Dia merasa harus menjelaskan semuanya pada Elma dan juga Ehan.---Sementara itu, Ehan masih syok saat mendengar ayahnya dilarikan di rumah sakit, sepanjang perjalanan, Ehan hanya diam. Dia kembali menitipkan Dinda pada pada Bik J
Fathur begitu mencintai Ara, dia hanya ingin Ara bahagia, melupakan kesedihannya karena perceraian.Ara menoleh dan tersenyum. "Apa aku harus kembali ke rumah itu? dan... berpamitan ada ayah dan ibu?" Fathur mengangkat dagu Ara dan tersenyum."Tentu, kau memulai dengan baik-baik, dan mengakhiri juga dengan baik-baik, jadilah menantu yang baik. Ara tersenyum lalu mengangguk. Dia pun bangkit, membuka ponsel dan membaca pesan-pesan yang masuk. Saat membaca pesan Ehan, mata Ara membulat, lalu menutup mulutnya. Ara menoleh pada Fathur. "Ada apa?" Tanya Fathur cemas karena melihat perubahan di wajah Ara."Ayah... di rumah sakit," Jawab Ara terbata. Fathur langsung berdiri dan memeluk Ara."Kita kesana sekarang." Keduanya langsung menuju rumah sakit Insan cinta, salah satu rumah sakit terbesar di Kota Pekanbaru, sambil melajukan mobil, Fathur menggenggam tangan Ara, agar tetap tenang. Bagaimanapun om Rudy adalah ayah pengganti bagi Ara.Ara menatap jalanan dengan tatapan kosong, sekele
Dengan lemah, Fathur kembali ke kamar Rudy, disana Wardah, Ara dan Ehan sedang duduk terdiam, semuanya memperhatikan dokter dan perawat yang sedang memeriksa kondisi terkini. Fathur melangkah dan duduk di samping Ehan, ekor matanya terus memindai wajah Ara yang belum juga berhenti menangis. Fathur mendesah lesu, dia sangat tak suka melihat wanita yang dia cintai menangis. Tatapan itu tak luput dari pandangan Ehan, 'Pandangan itu penuh arti, mungkinkah Fathur mencintai Ara?' Batin Ehan curiga.Tiba-tiba Ehan teringat kata-kata Elma, jika Ara sudah dekat dengan lelaki dari dulu, Ehan pun kembali mengingat kejadian demi kejadian. Dia kini sadar, Ara dekat dengan Fathur saat dia kembali ke kota ini. Ehan mendengus kesal."Jika memang saat itu mereka sudah dekat, bukankah mereka juga ada hubungan, dan... bisa jadi mereka juga selingkuh, pantas saja Ara tak pernah marah-marah jika aku ke rumah Dinda,' Batin Ehan.Pandangan nya tak terlepas dari wajah Fathur dan Ara, keduanya sangat serasi
Setelah selesai merapikan tas milik ibunya, Ehan kembali ke rumah sakit dengan diantar sopir pribadinya. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan Ara.'Aku akan berubah, Ra. semuanya demi kamu, ini bentuk penyesalan terbesarku. Semoga saja kau memaafkanku.' Batin Ehan.Sesampainya di rumah sakit, Ehan langsung menuju kamar rawat, disana sedang ada dokter menjelaskan tentang kondisi ayahnya, terlihat ibunya menahan tangis. Rudy mengalami penyempitan pembuluh darah di jantung, dan Harus segera mengambil tindakan, Ekor mata Ehan melirik Ayahnya yang sesak, oksigen terpasang kembali padahal tadi pagi sudah di lepas. Ehan mendekati ibunya dan mengusap pundaknya. "Berikan yang terbaik untuk suamiku, Dok." Isak Wardah pasrah.Dokter spesialis jantung itupun mengangguk.Biasanya pasien penyempitan pembuluh darah di jantung akan ada dua tindaka dengan operasi dan tisak. Akhirnya, mereka memilih tanpa operasi, dengan menggunakan metode PCI yaitu dengan memasukkan alat seperti kateter didoro
Braaakkk...Bunyi benturan keras terdengar, membuat Dinda terbentur ke jok depan, dia pun meringis dan memegang perutnya yang terasa kram. Namun, saat dia mendongak betapa terkejutnya Dinda seseorang masuk dengan menodongkan pisau."Kau...."Sopir taxi itu pun tak berani bertindak, selain karena kepalanya terbentur, kakinya pun terjepit, Aldo masuk dan duduk disisi Dinda yang kesakitan, wanita itu merasakan bagian bawahnya basah, darah mulai mengalir.'Ya Tuhan, kuatkan aku, tolong selamatkan anakku,' Batin Dinda ketakutan. Aldo menyeringai.Ujung Pistol dia letakkan di dagu Dinda, dan menatapnya dengan tajam."Kau... beruntung masih hidup dengan tenang, Dinda. Sedangkan Aku? tersiksa di penjara.""Apa yang kau inginkan, Aldo?" Tanya Dinda dengan setengah sadar. Pandangan matanya mulai Buram.Alda tertawa sinis. "Aku hanya ingin kematianmu. Agar ... Ehan menderita, pasti dia akan sengsara melihat wanita dan anaknya mati mengenaskan." Ucap Aldo datar. Dinda diam, dia sudah tak kuat
Ehan memperhatikan ibunya yang sedang shalat, hatinya mulai merasa tak enak, karena selama ini telah meninggalkan ibadah itu. Gerakannya pun sudah mulai lupa begitu juga dengan bacaan nya, Ehan menghela nafas panjang, ada kerinduan yang menjalar di hatinya, rindu saat Ara membangunkan untuk beribadah bersama, Rindu pada Ara yang selalu menyiapkan sarapan dan juga pakaian kerjanya. Tanpa sadar Ehan tersenyum saat mengingat itu semua, dan melupakan ingatannya tadi pada Dinda.Disisi lain, Dinda sedang dalam penanganan dokter, tak ada keluarga dan kerabat yang mendampingi, pihak rumah sakit pun bingung menghubungi siapa, karena ponsel Dinda tertinggal di mobil yang dia tumpangi. Karena pendarahan hebat Dinda tak sadarkan diri dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi agar sang bayi selamat. Hampir tiga jam operasi berlangsung, sopir taxi masih menunggu di luar karena merasa kasian, apalagi polisi juga disana menunggu Dinda sadar.---Ara menatap langit gelap, gerimis dari sore tak
Suara dentuman pintu terdengar keras, Ara semakin gemetaran. Dia memejam mata, suara langkah seseorang mendekat ke arah ruang rahasianya, Ara menutup telinganya dengan kuat, sampai dia tak sadar jika ponselnya terus berdering."Ayah, Ibu... Ara takut." Lirih Ara ketakutan.satu menit...lima menit...Ara masih ketakutan."Ara..." Panggil Fathur pelan. Wanita itu masih menutup telinganya karena gemetar, Fathur langsung memeluknya, Ara pun tersadar jika suara itu adalah Fathur.Ara membalas pelukan Fathur lalu menangis sesenggukan."Abang... Abang..." Isak Ara. Fathur mengusap kepala Ara pelan, di luar terdengar suara Daffa yang menegur securty, karena lengah menjaga tempat itu. "Tenang, Ara..." Kata Fathur menenangkan, lelaki itu semakin erat memeluk Ara yang tubuhnya lemah.bDengan lemah, Ara bangun di papah Fathur, lalu dibaringkan di atas kasur. Tangannya tetap menggenggam jemari Fathur. Tak lama, Daffa datang dengan wajah cemas."Kak, Kau baik-baik saja kan? Untuk saja anak bua
Hanya karena dendam pada Ehan, Ara terkena imbasnya, Hati orang yang sudah beku memang sulit di cairkan, apalagi jika sudah ditutupi dendam, kebaikan tak akan pernah terlihat di matanya.Daffa mendesah, hatinya begitu kacau, sampai dia melupakan tujuan awal datang ke kota ini. Daffa menarik nafas panjang, pikirannya benar-benar kacau, kemudian dia membuka ponsel dan men-scroll berita di media sosial.Lama kelamaan, dia pun tertidur di shofa. Tapi, tidak dengan Fathur, lelaki berumur tiga puluh delapan tahun itu, masih risau, dia selalu menoleh ke kamar Ara, menunggu Ara bangun.--- Ehan masih terpaku, saat Daffa memberi tahunya, jika Dinda sedang kritis dan anaknya tak selamat, wajahnya terlihat pucat, Wardah mengusap pundak anaknya dengan hangat."Ma... Apa ini semua karma untukku? kenapa Tuhan mengambil semua milikku." Tanya Ehan frustasi. Wardah tersenyum kecut, dia dapat merasakan betapa hancurnya hati Ehan, mengetahui calon bayinya meninggal."Allah itu memiliki tujuan, Ehan.
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.