'Aku tau kau sedang akting saja, Mas. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kau kira.' Batin Ara.Ehan membalas tatapan itu dengan mengiba, dia tak akan mundur sebelum mendapatkan hati Ara kembali.Meski harus berlutut Ehan akan melakukannya.---Dinda begitu risau, saat mengetahui rencananya menjebak Rudy gagal, pantas saja Ehan langsung menghilang, sudah dua hari sejak data yang dia manipulasi itu terbongkar, Ehan belum datang menjumpainya.Wanita berumur tiga puluh empat tahun itu frustasi, dia begitu merindukan belaian Ehan, tubuh Ehan seakan menjadi candunya untuk menuntaskan hasrat, Dinda seperti mengidap kelainan, dia ingin terus melakukan hubungan seks dengan Ehan, tak cukup hanya satu kali, dia bisa meminta beberapa ronde jika Ehan ada di rumahnya.Tentunya, dengan memberi obat kuat pada minuman Ehan, itulah yang membuat Ehan juga merasa heran, karena dia tak pernah puas dan lelah jika sedang berhubungan badan dengan Dinda.Dinda berjalan mondar-mandir tak karuan, sudah berpulu
"Jangan melarang mataku untuk menatapmu, Ara. Karena, memandang wajahmu adalah hal yang amat berarti bagiku, wajahmu memiliki magnet yang tak kasat mata" Ucap Fathur membuat wajah Ara bersemu merah.Ara semakin menundukkan kepala, dia benar-benar meleleh mendengar kata romantis dari iparnya itu, dengan cepat Ara menghabiskan rainbow cake, dia takut khilaf jika lama-lama berada di samping Fathur.Fathur masih saja menatap Ara tak berkedip, membuat Ara semakin tak berdaya untuk menghabiskan cake di hadapannya. 'Aku nyerah, sebaiknya aku ke kamar, jantungku tak aman di dekat lelaki ini.' Batin Ara.Ara pun bangkit, tapi lengannya di tahan oleh Fathur."Mau kemana, hmmm? tak baik meninggalkan tamu sendirian di meja makan,""Aku harus kembali ke kamar, Bang. Mas Ehan pasti menungguku."Senyuman Fathur seketika sirna, mendengar nama Ehan di sebut hatinya tercubit. Dia kembali tersadar jika Ara masih terikat pernikahan dengan Ehan.Fathur melepaskan genggamannya, namun manik matanya tak ber
Fathur yakin, jika mobil tadi sengaja menunggu Ara lewat, karena kejadian itu begitu cepat, membuat Fathur tak dapat melihat nomor mobilnya."Apa tak ada CCTV di area taman?" Tanya Elma."Sepertinya ada." Jawab Ehan."Ok, kau urus Ara, Ehan. Aku akan ke TKP, aku curiga jika ada yang sengaja ingin melenyapkan Ara." Ucap Elma melirik Ehan dari kaca depan.Ehan hanya terdiam, saat ini dia tak dapat berpikir jernih, dia hanya memikirkan keselamatan Ara. Sedangkan sang sopir hanya diam saja melirik Fathur yang tatapannya begitu kosong. --- Di Rumah sakit, Ara sudah dipindahkan ke ruang rawat, Mertuanya masih menunggu di luar, tidak ada yangboleh masuk untuk sementara waktu, karena kondisi Ara yang masih lemah. Terdengar suara langkah cepa dari sebelah kanan, Daffa sang adik dan juga Reno orng kepercayaan ayah Ara datang, di belakngnya tiga orang pengawal dengan berpakaian serba hitam, sontak Rudy langsung berdiri dan membungkukkan badan. Hatinya binggung, kenapa sang ekskutif muda ada
"Ara... aku disini." Lirih Fathur.Fathur masih menggenggam erat tangan Ara, di. merasakan gerakan dari jari telunjuk Ara, cepat-cepat Fathur mengusap air matanya, diperhatikan jari itu lagi, tak bergerak.Tangannya mengusap pipi Ara yang pucat."Ara, kau pasti mendengarku, gerakkan jarimu jika kau benar-benar mendengar suaraku, Ara. Hanya ada aku disini,". Ucap Fathur mencoba berinteraksi dengan iparnya itu.Netranya kembali memandang jari Ara, masih juga tak bergerak, Fathur sangat yakin jika tadi dia tak salah lihat."Ara... Aku disini, aku janji tak akan meninggalkanmu lagi, bangun, Ara..." Lagi, Fathur merasakan gerakan itu, jari jemari Ara bergerak terutama jari telunjuknya, Fathur tersenyum tipis, dilihatnya air mata mengalir dari sudut mata Ara, dengan cepat Fathur mengusapnya dengan lembut."Jangan menangis, Ara. Aku akan selalu ada disampingmu." bisik Fathur.Fathur percaya, meski Ara tak sadarkan diri, tapi di alam bawah sadarnya dia dapat mendengar dan merasakan kehadiran
Sudah satu Minggu Ara belum juga sadar, pelarian Dinda pun belum juga di temukan, Ehan masih terus mencarinya, dia dilarang melihat istrinya oleh Daffa. Sesekali Ehan akan datang ke rumah sakit, dengan mengintip dari jauh, jika tak ada yang menjaga, lelaki itu akan mendekat dan melihat Ara dari kaca pintu.Hari ini, sebelum Ehan ke kantor dia menyempatkan diri melihat Ara, hatinya meringis saat banyak selang menempel di tubuhnya, mulutnya masih di tutup oksigen. Ehan menatapnya dari celah pintu."Kau harus sembuh, Ara. Aku tau kau wanita kuat." Guman Ehan.Ehan tak sadar, jika dari jauh Fathur memperhatikannya, dia menahan pengawal Daffa yang akan mengusirnya."Biarkan saja, suaminya itu tak akan melukainya,""Tapi, Pak, Tuan Daffa bilang...""Asal kau tutup mulut, Daffa tak akan tau jika Ehan datang, berikan dia kesempatan untuk melihat istrinya, dua menit lagi kita akan kesana." Ucap Fathur sambil melirik jam tangannya.Dua pengawal berbadan besar itu pun mengangguk. Fathur kembali
"Fathur... jawab Ayah, apa kau tahu sesuatu?" Tanya Ayahnya dengan tegas.Sorot matanya begitu tajam, membuat Fathur menunduk.Tut... Tut... Tut...Bunyi monitor menyadarkan Fathur jika mereka sedang dalam ruang rawat Ara."Ayah, nanti Fathur telepon lagi, kulihat jari Ara bergerak."Panggilan diputus oleh Fathur secara sepihak, karena dia tak ingin lebih banyak diinterogasi, dia tak ingin ayahnya ikut campur, Fathur ingin menyelesaikannya sendiri."Ara... bangunlah, banyak yang mengkhawatirkanmu."Ting...Sebuah pesan masuk dari Daffa.[Bang, Anak buahku sudah menemukan Dinda, apa kau juga ingin bertemu dengannya?][Tentu, jangan kau habisi dia, aku ingin bertemu gadis ular itu,][Ok.]Fathur menyeringai, lalu dia beranjak dari duduknya, sebelum keluar dia mengecup pucuk kepala Ara yang ditutup perban.'Sembuhlah cinta, bumimu sedang menunggu...' Lirih Fathur.Dengan cepat Fathur keluar, dia menitipkan Ara pada Oom dan Bibinya dengan pengawasan ketat. Fathur hanya mengatakan jika di
"Kak... Aku sudah menamparnya, Kak." Daffa terisak.Hati Daffa seakan terkoyak mengingat Ara yang belum juga sadar, kaki nya lemas dan akhirnya luruh ke lantai. Trauma ledakan pesawat yang menewaskan ayah bundanya membuatnya takut kehilangan Ara. Kakak wanita itu lah, yang selalu menguatkan, awalnya Daffa tak mengerti kenapa dia di sembunyikan dan di asuh Om Reno, namun seiring perjalanan waktu, Daffa faham jika Ara ingin melindunginya dari orang-orang yang mengincar harta Ayahnya.Daffa menunduk menutup wajahnya diatas tumpuan kaki, dia terisak sendiri di ruangan kosong itu, Pengawal dan Om Reno membiarkannya saja, mereka sangat faham betapa sedihnya Daffa saat ini. Suara kaki berlari terdengar, membuat Om Reno langsung menyongsongnya, dia memberitahu jika Daffa butuh waktu sendiri, disana rupanya Fathur sudah tiba, lelaki itu mengintip sedikit dari pintu yang terbuka.'Tenang saja, Daffa. Aku akan membalas semuanya.' Fathur melangkah, menuju ruangan yang bercat putih, disana Dind
Dengan gundah Ehan menunggu balasan dari temannya yang ahli IT.Ting.Satu pesan masuk di ponselnya, "Bandung..." Lirih Ehan.Dia melirik jam dinding, sudah tengah malam, tidak akan ada penerbangan ke Bandung malam-malam begini, Ehan berselancar di gawainya, di bukanya aplikasi pembelian tiket, dia mencari penerbangan pertama tanpa transit ke Jakarta dulu, Akhirnya dia dapat.Ehan tersenyum, "Semoga kau memaafkan aku, Ara."Ehan kembali mencoba menghubungi Dinda, tetap saja nomornya tidak aktif. Ehan bingung, tak pernah Dinda menghilang begitu, apa yang membuat wanita itu pergi begitu saja, Ehan kecewa, dia kira wanita itu mencintainya dengan tulus.Seperti itulah, cinta orang ketiga, tak seindah cinta wanita yang sudah bergelar istri, Ehan kembali membaringkan tubuhnya, sesak di dadanya sedikit berkurang, esok dia harus ke Bandung dan menemukan Dinda untuk mempertanggung jawabkan semua yang sudah dia perbuat.---Di Kamar Rumah sakit, Ara masih terbaring. Dia mulai mendengar suara de
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.