Share

Bab 48

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-07-04 10:54:27

"Zia ...! Jika kau mendengar, ayo cepat pulang!" teriakku.

Hening.

Tak ada jawaban. Tak lama Mang Ujang mendekat.

"Hati hati den! Semalam gerimis, tanah disekitar situ licin, nanti bisa terpeleset," ujar Mang Ujang mengingatkan. Aku memandang rimbunan dedaunan semak ini. Mungkinkah jika Zia terpeleset kejurang ini?

***'

Aku menepis jauh pikiran buruk itu, namun tak bisa kupungkiri jika hatiku kini mulai semakin khawatir dan gelisah.

"Mang, seberapa dalam jurang ini?" Tanyaku menunjuk jurang yang berada tepat dua meter didepanku ini.

"Sekitar dua puluh meter lebih den, dan banyak batu batu besar didasar tuk kulihat ada tiga tangkai Bunga Marigold yang tergeletak diatas tanah, tak jauh dari tempatku berdiri saat ini, segera, aku bergegas mengambilnya.

Tangkai bunga yang sama, dan kelihatannya juga baru dipetik. Mungkinkah Zia terpeleset di jurang ini?

"Mang, tolong bantu aku. Kita turun kejurang ini! Aku khawatir jika Zia terpeleset ke dasar jurang," pintaku.

"Baik den. Sebent
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 49

    Kupandangi wajah Zia yang masih pucat. Luka di kepalanya kini sudah diperban, matanya masih tertutup membuatku masih dilanda gelisah. "Maaf Zia, aku lalai menjagamu, tolong bangunlah!" Sesalku sambil terus menggenggam tangannya. *****PoV. Rangga Papa menatapku dengan raut wajah kesal, begitu ia tiba di klinik ini, Aku tak berani membantahnya karena ini juga kesalahanku. "Harusnya kau tinggalkan sebentar pekerjaanmu, lihat akibat dari kelalaianmu ini," gerutu papa saat aku meneleponnya, memberi tahu kabar buruk ini. "Jika memang kau tidak punya waktu, tidak usah mengajaknya pergi jauh." Sambung papa lagi. Aku hanya bisa diam, tak satu pun kalimat pembelaan keluar dari mulutku. Aku membiarkan papa mengeluarkan segala kemarahannya, dengan begitu ia akan lega. Jika tidak, Papa akan melampiaskan kekesalannya pada orang lain. Aku tak mau itu terjadi. Aku memberitahu papa dan Mbak Soraya, mengenai hal buruk yang menimpa Zia di villa, setengah jam setelah Zia dibawa ke klinik ini. Du

    Last Updated : 2022-07-05
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 50

    "Masuklah, Zia!" Mbak Soraya membukakan pintu mobil untukku.Aku mengangguk, menuruti permintaannya. Papa duduk bersama Pak Arsyad di depan, sementara aku dan Mbak Soraya berada di kursi belakang, sedang, Mas Rangga, ia kembali ke villa. Mengambil laptopnya dan tas yang berisi buku-buku kuliahku, yang masih tertinggal di sana. Lalu menyusul kami pulang ke Jakarta. **** Hari sudah menjelang senja dan matahari sudah mulai terbenam, begitu kami tiba di rumah, untuk beberapa saat aku menatap kearah pagar rumah, berharap mobil Mas Rangga juga tiba dirumah. Namun, hingga beberapa detik aku terpaku, mobil Mas Rangga belum juga terlihat. Aku berjalan perlahan memasuki rumah ini, lalu melangkah ke kamarku. Tadinya papa memaksa untuk langsung memeriksa kondisiku ke rumah sakit, namun aku menolaknya halus. Kupikir aku bisa beristirahat lebih baik di rumah dibandingkan dengan kamar rumah sakit. Bi Ijah terlihat sangat cemas takkala melihatku yang masih memegangi kepala, yang memang masih te

    Last Updated : 2022-07-06
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 51

    Aku merebahkan tubuhku pelan pelan, rasa perih masih terasa dari luka dikepalaku, perlahan kupejamkan mata, beristirahat. "Entah siapa yang berniat buruk padaku. Semoga saja, pelaku itu segera ditemukan," doaku dalam hati. **** rira_faradina****Kicauan burung murai batu milik papa seolah menjadi instrumen musik pembuka hari ini, sisa sisa hujan semalam masih menyisakan titik titik air di dedaunan dan genangan air di halaman. Hembusan angin masih sejuk terasa ketika membelai lembut wajahku, membuat perasaan menjadi sedikit lebih nyaman. Selepas sarapan tadi, aku memilih duduk di halaman samping rumah, menikmati udara pagi yang masih segar, sekaligus menikmati keindahan dan keharuman bunga mawar yang dirawat Bi Ijah di sini. "Ah, Nikmat mana lagi yang bisa hamba-Mu dustakan, Tuhan." Aku berucap syukur.Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di villa itu, kondisiku juga mulai semakin membaik, hanya sesekali masih terasa berdenyut jika obatnya telat kuminum. Sebenarnya, tiga hari y

    Last Updated : 2022-07-07
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 52

    Perkataannya langsung membuatku menatap Mas Rangga, mungkinkah yang sedang berbicara ditelepon saat ini denganku adalah .... [A-apa kau Kinanti?] Tanyaku dengan suara gemetar Tak ada jawaban darinya, lalu sekian detik kemudian, ia memutuskan sambungan teleponnya. ****Aku terdiam sesaat sambil menatap layar ponselku. Ponsel berwarna hitam ini adalah ponsel hadiah yang dibelikan Mas Rangga beberapa hari sebelum resepsi pernikahan kami, ponsel dengan logo apel tergigit separuh ini juga dibeli bersama dengan sebuah SIM card yang baru. Sepanjang yang kutahu, selain penghuni rumah ini, Tyas, Bagian Administrasi Kampus, dan Bu Aliyah, Psikologku saja yang mengetahui nomer ponselku yang baru. Lalu, darimana Kinanti mengetahuinya? "Apa benar itu telepon dari teman kuliahmu, Zia?" Tanya Mas Rangga tiba tiba, membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku. "I-iya mas," Jawabku gugup. Bagaimana jika Mas Rangga tahu bahwa yang meneleponku tadi adalah Kinanti? Haduh, memikirkannya saja sudah

    Last Updated : 2022-07-08
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 53

    "Aku belum membuat janji apapun dengannya. Katakan saja padanya jika Zivara, ingin bertemu dengannya. Ah, tidak, katakan jika aku harus bertemu dengannya." Tegasku sambil memandang seorang wanita yang menatap tajam kearahku dibalik pagar rumah ini.****Aku mengumpulkan segenap keberanian, berbicara dengan Kinanti harus hati hati, karena wanita itu sangat pandai memainkan kata kata. Sejujurnya, perasaanku mulai gelisah dan cemas. Datang kesini seperti masuk ke kandang singa. Namun, aku terus menepis semuanya. Aku sangat yakin ia tak akan berani mencelakaiku di rumahnya sendiri. "Baik bu, sebentar akan saya sampaikan pada non Kinanti." Jawabnya, lalu berbalik membelakangiku. Wanita dibalik pagar itu terus menatapku, tak berselang lama, wanita itu, diiringi satpam penjaga yang tadi bicara denganku, berjalan mendekat, menghampiri kami. "Kau ... untuk apa kau datang kerumahku?" Ia menatapku penuh tanya. "Aku sengaja datang kesini untuk mencarimu! Aku ingin bicara, apa kau punya waktu?

    Last Updated : 2022-07-09
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 54

    Aku masih diam, tanpa kusadari aku berjalan meninggalkan gazebo ini, meninggalkan ia yang masih menertawakanku. Kuseka air mataku yang jatuh tanpa dicegah. Aku terus berjalan menuju jalan keluar rumah ini, tak kugubris Mbak Dian yang menyapa dan menanyakan kondisiku. Yang kuinginkan saat ini adalah secepatnya pulang kerumah. **** Sudah lima hari berlalu sejak pembicaraanku dengan Kinanti, selama itu aku hanya diam. Lebih banyak menghabiskan waktu sendiri di kamar. Aku bahkan tidak mendatangi jadwal sesi konselingku kemarin, meskipun begitu aku tetap pergi ke kampus, mengikuti kuliah seperti biasa. Aku tak ingin membuat papa khawatir. Aku selalu menghindari pembicaraan apapun dengan Mas Rangga, aku juga selalu berusaha tidur lebih awal dan bangun lebih pagi demi menghindari bertatap muka dengannya dikamar. Mas Rangga selama ini telah berbohong padaku. Aku masih ingat jika ia pernah mengatakan bahwa ia sudah memblokir nomor telepon Kinanti, dan tak lagi berhubungan dengan rubah beti

    Last Updated : 2022-07-10
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 55

    Kita berdiri di sini saja, diluar panas, aku tak tahan" ucapnya sembari mengibaskan tangan ke wajahnya."Zia, lihat! Apa itu suami gantengmu?" Tanya Tyas menepuk bahuku. "Dimana?" Aku mencari arah yang ditunjukkan Tyas. **** "Di sana," Tyas menunjuk seorang pria berjas hitam yang tengah menelepon tak begitu jauh dari tempat kami berdiri. Aku memandang ke arah yang ditunjukkan Tyas. Mataku tak berkedip melihatnya. Itu memang Mas Rangga, kulihat ia sedang berjalan ke arah eskalator sambil terus memegang ponselnya. "Mau kemana ia?" "Apa kau mau mengikutinya?" Tanya Tyas memancingku. Aku menoleh padanya, segores senyum manis kuberikan padanya, pertanda ucapannya adalah benar. "Ya sudah, ayo. Nanti kita bisa kehilangan jejaknya." Tyas menarik lenganku, kami berjalan sedikit tergesa karena takut kehilangan target. Para pengunjung Mall ini cukup ramai, beberapa kali aku dan Tyas hampir kehilangannya, karena kulihat Mas Rangga sempat berbelok ke arah toilet pria, untuk beberapa saat ka

    Last Updated : 2022-07-11
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 56

    Suara bariton yang khas itu terdengar lebih dulu, tak lama sosok pria paruh baya itu menampakkan wajahnya dihadapan kami. "Papa!" Sebut Mas Rangga dengan raut wajah terkejut. Aku diam terpaku melihatnya kini melangkah masuk ke dalam kamar. Ya tuhan, mungkinkah papa mendengar semua pertengkaran kami tadi? ****Papa mendelik tajam kearah kami berdua. Aku menundukan kepala, tak berani membalas tatapan matanya. jantungku kini berdegup kencang, tak lama, beliau lalu melangkah menghampiriku. "Apakah semua yang kau katakan itu benar, Zia?" Tanya papa dengan suara keras, membuatku semakin menunduk dan gugup."A-aku ... tadi hanya asal bicara saja pa. Itu hanya gurauan saja," kilahku mencari alasan. Aku memberanikan diri melirik ke arah papa, terlihat beliau menggeleng pelan, sepertinya kecewa dengan Jawaban baru saja yang kuberikan. "Jangan berusaha menutupinya, Zia. Papa sudah mendengar semua pertengkaran kalian tadi." Tegasnya. "Aku bisa menjelaskan ini semua, papa hanya salah paham

    Last Updated : 2022-07-12

Latest chapter

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 70

    Apa kau masih jatuh cinta padaku?" "Aku ...." Ah, sial lidahku mendadak kaku, membuatku akhirnya menggigit bibirku. Kulirik ia terkekeh geli melihat sikapku yang masih malu malu, karena tak tahan menahan malu, kucoba untuk mengalihkan perhatiannya. Lagipula aku masih belum mendengar ungkapan cintanya, untukku. "Mas, bagaimana kabar Mbak Kinanti, apa ia baik baik saja?" Mendengar pertanyaanku Mas Rangga sontak menghentikan tawanya, raut wajahnya langsung berubah cemas. "Kinanti, dia ...." Ucap Mas Rangga ragu. "Apa yang terjadi padanya, katakan mas, aku ingin tahu," desakku penasaran. *** Mas Rangga menatapku dalam, beberapa kali ia mengerjapkan matanya, seolah ragu untuk mengatakannya, membuatku semakin ingin tahu apa yang terjadi pada Kinanti pasca kecelakaan itu. Ia menatapku, meraih dan menggenggam tanganku, lalu menciumnya perlahan, tak lama sebuah kenyataan pahit keluar dari bibirnya. "Kinanti meninggal saat dalam perjalanan kerumah sakit, Zia" Ucap Mas Rangga dengan sua

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 69

    Mas Rangga kembali menghampiri, lalu memegang erat tanganku, ada rasa hangat dihatiku saat tangannya kemudian menyentuh pipiku, rasa takutku selama ini ketika berdekatan dengannya, tiba tiba menguap dan hilang entah kemana, berganti dengan rasa rindu yang menggebu. "Maafkan aku, Zia!" Aku mengedipkan kedua mataku beberapa kali saat mendengar kalimat itu darinya, Mas Rangga meminta maaf padaku, untuk apa? ****Lidahku masih kaku untuk kuajak bicara. Kucoba untuk duduk, tapi rasa sakit langsung menjalar saat tubuh ini kupaksa bergerak. "Tak usah bergerak, kau mau apa? Cukup katakan saja padaku." Ia bertanya, raut wajahnya terlihat cemas. "A-aku cuma mau minum, mas!" Jawabku pelan dan terbata. "Sebentar, akan kuambilkan untukmu," ucapnya lalu menuang air di teko kecil itu kedalam sebuah gelas. Aku masih berusaha untuk duduk, sayang, dengan tenaga yang kumiliki, ternyata masih belum bisa untuk mengangkat tubuhku sendiri, melihatku yang kesulitan, Ia pun membantu mengangkat tubuhku

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 68

    Benarkah ini? Leon sudah mati?" Ia terus bergumam. Aku dan adik perempuan Leon, hanya memperhatikan saja. Untuk beberapa saat ia menangis. Tertunduk lemas. Setelah puas menangis, ia kembali menatapku, kupikir ia sudah mengingat masa lalu yang ingin ia kubur itu, sayang, kegembiraanku hanya sesaat. Tak berselang lama. Kinanti pun tertawa. "Makam siapa ini Mas? Ini tidak mungkin Leon," Ujarnya. **** Ia masih tertawa, sesekali diam menatap sedih kearah nisan itu. Karena merasa usahaku tak membuahkan hasil, akupun menelpon adik laki laki Kinanti yang sudah menyusul kami ke Singapura kemarin, agar bersiap membawanya kembali pulang ke Indonesia. Tak lama, Kubujuk dia untuk kembali ke hotel. Sepanjang perjalanan pulang dari pemakaman menuju hotel, tangan Kinanti tak lepas dari lenganku, sesekali wajah itu menatapku tajam seolah ingin melampiaskan kemarahannya. Dua hari lamanya Kinanti menolak keluar dari dalam kamar hotelnya saat mengetahui adiknya datang untuk menjemputnya pulang. D

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 67

    Sebuah rencana mulai terpikir olehku saat aku melihat obat penenang yang disiapkan mama untukku ini. Rencana untuk membuat Rangga kembali mengingatku dan membuatnya tak akan pergi meninggalkanku lagi. "Rencana yang hebat," Ucapku sambil tertawa puas saat melihat pil perangsang yang kubeli via online ini sudah berada ditanganku. "Kau adalah milikku mas, selamanya akan selalu jadi milikku. Tak akan kubiarkan kau pergi meninggalkanku lagi," ucapku sambil tersenyum manis.*** PoV Rangga. Singapura Pesawat ini perlahan lahan mulai menukik tajam kebawah, sebentar lagi akan landing di Changi Airport Singapura. Kulihat Kinanti sedang bersiap dan merapikan barang barangnya. Perjalanan ke Singapura ini memang kurencanakan bukan untuk berlibur seperti yang ada dalam pikiran istriku, Zia. Tapi untuk mencoba berusaha menyadarkan dan membuka mata Kinanti. Rencana perjalanan ke Singapura ini kubuat bersama dengan adik laki lakinya, aku terpaksa meminta bantuan dari keluarga Kinanti demi me

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 66

    Duarr .... Suara tabrakan itu terdengar keras dan membuat tubuhku berguncang. Ditengah kesadaranku yang makin menipis, masih kulihat ia yang tersenyum dalam tangis, menyebut sebuah nama. "Leon, kenapa kau pergi meninggalkanku!" Tak lama setelah mengucap kalimat itu ia menutup kedua matanya. Dengan mengumpulkan sisa tenaga, aku memanggil namanya, dan berusaha membangunnya, namun, kesadaranku semakin menghilang, hal terakhir yang masih kuingat adalah mencium bau parfum Mas Rangga yang sangat kusukai. **** PoV Kinanti. Kutatap undangan pernikahan di tanganku, Undangan yang telah selesai dicetak dan sudah sebagian disebar. Undangan berwarna biru bercampur emas dengan desain kekinian ini terlihat mewah dan elegan. Aku tersenyum saat mendengar laporan dari Wedding Organizer yang kusewa untuk mengurus acara pernikahanku. Aku puas mendengar laporannya yang menyatakan bahwa semua persiapan hampir selesai, sungguh, rasanya sudah tak sabar menunggu hari istimewa ini dua minggu lagi.

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 65

    "Ayo kita pulang kerumah, Mbak," ajak adik laki lakinya. Kinanti diam saja, akhirnya wanita itu menurut, membuang pecahan vas bunga itu kelantai setelah Mas Rangga yang berhasil membujuknya. Ia masih diam terpaku disana, aku menghela nafas lega, setidaknya benda tajam itu tak lagi dipegangnya. Tanpa menyadari jika sedetik kemudian wanita itu tiba tiba berdiri dengan seringai mengerikan di wajahnya lalu berjalan cepat kearahku, tangannya kembali mencengkram leherku. "Aku akan menyingkirkan wanita ini Mas, agar kau tak meninggalkanku lagi," ancamnya dengan pecahan vas ditangan kirinya yang ia tempelkan di wajahku. **** "Lepaskan Zia, Kinanti, Jangan melukainya. Dia tak tahu apa apa," Mas Rangga mencoba membujuknya. Aku memejamkan mata, pecahan vas itu kini turun ke leherku. Cengkeraman tangannya terlalu kuat untukku, membuatku semakin sulit bernapas. "Mbak, lepaskan aku ... A-aku tak tahu apapun tentang kalian," ucapku terbata. "Diam kau, ikut aku," ia menarikku paksa lalu mas

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 64

    "Kau ... dasar wanita jalang, wanita tak tahu diri, semua ini karena kau!" Murka Kinanti dengan jari telunjuk yang mengarah kepada ku. Plak! Sebuah tamparan keras akhirnya diberikan Mas Rangga di wajah Kinanti. Tindakan Mas Rangga yang tak disangka ini membuatku seketika terkejut."Sadarlah Kinan! Keluarlah dari bayang bayang masa lalumu, aku bukan dia, aku bukan kekasihmu!" Perkataan Mas Rangga akhirnya membuatku tersadar. Ya Tuhan, mungkinkah kecurigaanku selama ini tidak benar? ****Aku segera menjauh dari sofa ini, aku takut jika tiba tiba Kinanti kembali menyakitiku, kuhela nafas beberapa kali demi mengatur nafasku yang tersengal akibat cekikannya tadi, mencoba untuk menenangkan diri. Kulirik Kinanti masih meringis disana sambil memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras Mas Rangga. Tak lama kemudian, wanita itu lalu luruh kelantai, terduduk, sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. "Mas, Jangan tinggalkan aku, aku mohon. Aku akan lakukan apapun yang kau ingi

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 63

    Cengkeraman tangannya begitu erat, sangat sulit kulepas. Aku menyerah saat ia membuka pintu Ferarri kesayangannya dan memintaku masuk kedalamnya. Wajah Mas Rangga kini nampak kesal. Ada rasa ingin bertanya padanya. Namun, terpaksa niat itu akhirnya harus terkubur karena aku tak ingin melihatnya bertambah kesal. Ferarri ini akhirnya bergerak meninggalkan rumahku. Dalam hati aku terus gelisah, entah apa yang akan terjadi pada hubungan kami selanjutnya. **** Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam tak saling bicara, aku tak berani bertanya sesuatu atau mengajaknya bicara, raut wajahnya terlihat begitu tegang seperti mencemaskan sesuatu. Entah apa yang terjadi karena jarang aku melihatnya sangat khawatir seperti ini. "Apa terjadi sesuatu dengan papa?" Akhirnya aku memberanikan diri bertanya, memecah keheningan diantara kami, saat Ferarri ini berbelok masuk ke halaman rumah. "Tidak. Papa baik baik saja dan masih di Singapura. Tak perlu khawatir, beliau akan pulang bulan depan." Ja

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 62

    Mobil itu adalah Ferarri milik Mas Rangga. Kenapa bisa ada disini? Apa ia sudah pulang dari acara liburannya dengan Kinanti? Ah, jadi teringat dengan rubah betina itu. Mengapa setelah tiba di Singapura ia tak memamerkan kemesraan mereka, atau mengirimkan pesan yang merayakan kemenangan dirinya karena telah berhasil merebut Mas Rangga dari sisiku? Cukup lama aku mengintip dari balik jendela ini. Namun, tak kutemukan sosok pria yang telah membuatku jatuh cinta itu disana. Pergi kemana dia? Karena rasa penasaran tak melihat siapapun diluar, aku pun membuka pintu dan keluar dari rumah. Mataku menjelajah sekeliling lalu berdiri terpaku melihat kearah mobilnya, karena tak ada siapapun yang kulihat, kuputuskan untuk kembali masuk kedalam rumah, namun langkahku tiba tiba terhenti ketika lenganku ditarik oleh seseorang. "Aku tahu kau pasti akan keluar mencariku, Zia!" Ucapnya sambil menarikku kedalam pelukannya. "M-mas Rangga ...?" Pekikku tertahan. **** "Lepas!" Aku berusaha melepasnya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status