Mendengar perkataan Kaluna, Pamungkas seketika itu juga merasakan rasa sakit di dadanya. Tanpa sadar ia menepuk dadanya beberapa kali dan tangisnya pecah.Sakit ... sakit ... hanya rasa itu yang ia rasakan saat ini di dadanya. Entah karena merasakan rasa sakit karena perkataan Kaluna atau memang jantungnya yang terasa sangat sakit hingga ia merasakan sesak teramat sangat hingga untuk bernapas pun sangat sesak dan sulit."Pak ... pak ...." Eka salah satu perawat yang ada di sana langsung menyadari kalau ada yang tidak beres dengan Pamungkas. "Pak ... jawab Pak, jawab saya." Eka bergerak cepat untuk mengukur saturasi udara Pamungkas dan makin kaget saat melihat hasilnya."Saturasi udara rendah, okaigen!" teriak Eka dan membuat beberapa perawat di sana yang awalnya hanya menonton adegan permintaan maaf Pamungkas pada Kaluna mulai bergerak cepat dan bahkan meminta Sekar untuk keluar ruangan."Code blue! Panggil Dokter Ramli," teriak Eka kencang agar semua perawat bergerak dengan cepat. "P
Kaluna berjalan di belakang Emma yang saat ini sedang tertunduk lesu dan menangis di dada Wisnu yang berjalam beriringan dengan Emma."Ibu ngapain nangis sih?" bisik Kaluna pada Jonathan yang sedang berjalan di sampingnya."Sedih?" tanya Jonathan yang juga tidak paham kenapa Emma harus menangis. "Gila kurasa kalau Ibu masih merasa sedih atas kepergian ayah," ucap Kaluna ketus sambil menggenggam tangan Jonathan lebih erat lagi."Kita nggak tau kisah manis mereka, Yang," bisik Jonathan sambil menarik lembut Kaluna untuk lebih dekat dengan dirinya karena Kaluna hanpir saja menabrak papan bunga duka cita yang bertuliskan turut berduka cita atas meninggalnya Pamungkas Wibangun dari PT. Pelni Indonesia"Aku nggak perlu tahu dan aku nggak mau tahu, kalau bisa aku mau pulang," ungkap Kaluna sambil berjalan dengan menyeret kakinya karena rasa malas. Ia ingat pagi tadi dibangunkan oleh Emma dengan terburu-buru dan diminta untuk bersiap ke pemakaman. Kaluna yang saat itu masih mengumpulkan nya
"Kaluna, kamu nggak mau melakukan sesuatu?" tanya Emma saat mereka sedang di dapur rumah Pamungkas. Emma di sana sedang menata kue-kue kecil yang ia bawa untuk ia hidangkan ke para pelayat.Kaluna menatap bingung ke sekitarnya, "Aku harus ngapain, Bu? Kan Ibu udah beresin makanan. Nah, aku ngapain?"Emma mendengus pelan, ia ingat dengan apa yang terjadi tadi. Emma melihat Jonathan yang marah ke beberapa pelayat aneh yang mengenakan baju berwarna pink dan kuning padahal mereka sedang ke pemakaman bukan ke pesta pernikahan."Jangan bilang kamu masih mikirin orang-orang saltum di luar tadi," tebak Emma sambil memanjangkan lehernya untuk melihat Ibu-ibu aneh itu dan langsung mendapati mereka semua berada di luar.Kaluna melirik malas ke arah ibu-ibu aneh tersebut, "Orang gila semuanya, masa datang ke pemakaman tapi pake baju kaya gitu, miring mereka." Kaluna mengambil piring dari tangan Emma dengan malas."Kaluna," panggil Emma sesaat setelah Kaluna melangkahkan kakinya."Kenapa?""Ibu ta
"Kamu nggak bisa ngelakuin itu semuanya! Aku nggak ngelakuin hal yang bisa bikin kamu jeblosin aku ke penjara," ucap Frida sambil menarik tangannya kesal. Tidak akan mungkin Frida takut dengan gretakan sambal anak kemarin sore seperti Jonathan.Jonathan tersenyum meremehkan, ia menarik tangan Kaluna dan meminta tunangannya itu berdiri di belakangnya, "Kamu nggak apa-apa, Yang?""Sakit, Jo. Pipi aku sakit," bisik Kaluna sambil menarik ujung kemeja bagian belakang Jonathan. "Pulang.""Nanti kita pulang, aku mau urus dulu Tante kamu ini. Rada lain otaknya," ucap Jonathan sambil melirik Kaluna yang dijawab tatapan kecewa oleh Kaluna."Heh jangan diem aja! Ayo jawab," tantang Frida kesal sambil berjalan ke arah Jonathan untuk mengambil akta tanah di tangan Jonathan.Jonathan mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingga membuat Frida tersandung kakinya sendiri dan jatuh terjerembab, "Aku bisa jeblosin kamu ke penjara karena sudah melakukan tidak kekerasan dan perbuatan tidak menyenangkan."Fri
"Om Wisnu.""Saya akan menikahi Dek Emma dan saya yakin, kalau keuangan saya sangat mencukupi untuk menghidupi Emma dan juga Kaluna. Mereka berdua tidak membutuhkan uang sepeser pun dari keluarga mantan suami Dek Emma." Wisnu tersenyum dan berjalan ke arah Frida dan Sekar yang kebingungan dengan sosok dirinya."Siapa?" tanya Sekar sambil menunjuk Wisnu."Dia ...." Emma menghentikan ucapannya saat melihat tangan Wisnu terangkat seolah pertanda kalau dirinya harus menutup mulutnya."Saya Wisnu, saya calon suami Dek Emma sekaligus Bapak sambung Kaluna." Wisnu mengangkat tangannya dan langsung disambut oleh tangan Sekar yang masih bingung."Jadi, kamu yang akan menanggung semua kehidupan Emma dan Kaluna?" tanya Frida sambil tersenyum senang karena ia bisa memiliki harta warisan dari Pamungkas. Satu-satunya yang menghalangi dirinya untuk menjual rumah dan seluruh kekayaan Pamungkas adalah Sekar.Untungnya Frida tahu cara untuk membuat Sekar mengikuti keinginannya, jadi, semuanya akan baik-
"Kenapa Bu?" tanya Kaluna saat ia sedang menggunting daun pisang."Kamu udah dewasa, yah," jawab Emma sambil menyuiri ayam untuk isian lemper."Apa sih, Bu? Emang dulu Kaluna anak kecil?" Kaluna tersenyum kesal sambil memisahkan beberapa daun pisang, "Kaluna kan dari dulu udah gede. Udah dewasa bahkan sebelum waktunya," kekeh Kaluna yang langsung mendapatkan sentilan di hidung."Kamu itu selalu ada aja jawaban buat Ibu, Nak ...." Tiba-tiba saja raut wajah Emma berubah sendu sambil terus menatap Kaluna yang asik memotong daun pisang."Bu," panggil Kaluna yang mulai sadar kalau saat ini sedang ditatap Emma, "kenapa? Ibu lupa resep?" tanya Kaluna yang langsung dijawab gelengan."Sejak kapan Ibu lupa resep, kamu kali yang lupa resep lemper ala Ibu," ucap Emma sambil menyuir kembali ayam."Nggak lah, yah. Nggak mungkin Kaluna lupa. Kaluna paling hapal resep lemper Ibu dan Ibu juga Jonathan sudah mengakui kalau lemper buatan Kaluna enak," ucap Kaluna sambil menunjukkan kedua jempolnya denga
"I Miss you, Baby."Kaluna terhuyung ke belakang saat merasaka tubuh Cakra jatuh menimpa badannya, "Ampun Cakra kamu kenapa? Kok kamu tau rumah aku?" tanya Kaluna bingung sambil menahan bobot tubuh Cakra yang dua kali lipat dari tubuhnya.Seketika itu juga Kaluna merasakan bau alkohol yang sangat menyengat dari tubuh Cakra. "Cakra kamu mabuk?" tanya Kaluna sambil mencoba menjauhkan tubuh Cakra dari dirinya karena Kaluna tahu bila Cakra mabuk maka libido mantan tunangannya itu akan sangat tinggi."Aku cuman minum dikit, Baby," bisik Cakra di telinga Kaluna sambil mengecup kuping Kaluna pelan. "Oh, aku kangen banget sama kamu, Baby. Kapan terakhir aku peluk dan cium kamu, yah?" tanya Cakra sambil mengecupi garis leher Kaluna dan tangan Kanannya menyentuh payudara mantan tunangannya itu.Bola mata Kaluna membulat dan napasnya terhenti seketika saat merasakan tangan Cakra menyentuh payudaranya. "Cakra!!!" bentak Kaluna sambil mendorong Cakra sekuat tenaga hingga tubuhnya terjengkang ke be
BRAK!!!Kaluna hanya bisa diam dengan tubuh bergetar dan terduduk sambil menahan tangisnya. Kepalanya sakit bukan kepalang karena karena pikirannya dan memorinya menyeret dirinya ke keadaans saat bersama Pamungkas. Jijik.Tubuhnya melayang dan ia hanya menatap lurus ke depan tanpa menyadari apa yang ada di sekitarnya, ia diam tak berkata apa pun juga. Tubuhnya bergetar hebat dan air matanya terus mengalir tanpa ada satu kata pun keluar dari mulutnya. Takut."Lepas," bisik Kaluna lemah sambil menangis dan memeluk tubuhnya sendiri. Tanpa sadar ia menggerakkan tubuhnya ke depan dan ke belakang sambil mengusap-usap bahunya dengan kasar. "Lepas."Kaluna terus menangis dan mulai menggaruki lehernya dengan keras saat ia makin tergulung dalam memori bejat yang sudah sangat dalam Pamungkas torehkan pada dirinya. Saking dalamnya Kaluna tidak sanggup lagi untuk menyembuhkan luka itu, luka itu terlalu menyakitkan."Lepas ... nggak mau, lepas ...." Kaluna kembali mengulang perkatannya sambil mengg