"Kamu nggak salah?" tanya Emma sambil memgambil roti tawar dan memasukkannya ke dalam keranjang."Nggak, emang apa salahnya?" tanya Kaluna santai sambil mendorong trolly dan beberapa kali mengambil makanan yang ada di rak dan membaca ingredient-nya sebelum memutuskan membeli atau tidak makanannya."Kamu cari penyakit dan masalah kalau kamu nikah di hotelnya Cakra," ucap Emma sambil menggeleng dan membayangkan pernikahan Kaluna di hotel mantan tunangannya. Entah apa yang akan terjadi nanti, hanya Tuhan yang tahu."Satu-satunya tempat yang free dan sesuai dengan konsep yang aku mau cuman di sana, Bu," ucap Kaluna sambil memasukan salah satu biskuit berwarna merah ke dalam keranjang."Emang konsep kamu apaan sih? Konsep kerajaan Majapahit atau apaan? Ribet bener," ucap Emma yang sedikit kesal dengan kekeraskepalaan Kaluna yang ingin menikah dengan entah konsep apa."Aku cuman ingin nikah indoor tapi kaya outdoor, dan tempat yang cocok yah ballroom hotelnya punya Cakra. Pas gedenya nggak k
"Kaluna ingin Cakra rasain rasa sakit yang Kaluna rasain! Bu! Kaluna dendam!" Kaluna menatap dingin Emma sambil tersenyum.“Kaluna ….” Emma mengelus bahu Kaluna pelan sambil menggeleng, “Ibu sangka kamu sudah melupakan rasa sakit hati kamu itu, Nak.”Saat berkata pikiran Emma kembali ke masa-masa penuh tangisan dan jeritan Kaluna yang merasa sangat sakit hati dengan pengkhiatan Cakra. Setiap ada orang atau tetangga yang datang dan menanyakan kenapa pernikahan antara Kaluna dan Cakra tidak jadi dilangsungkan, Kaluna pasti langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat, Kaluna hanya menangis meraung dan memaki dirinya sendiri.Berkali-kali Emma menenangkan Kaluna dan berkata lebih baik mereka mengetahui kelakuan Cakra di awal dari pada setelah pernikahan. Semuanya bakal lebih rumit dan memusingkan, apalagi kalau sudah ada kehadiran anak. Pasti semuanya akan lebih berat untuk dilalui. Kaluna yang mendengarkan perkataan Emma saat itu hanya bisa menangis dan memaki Cakra.Emma juga
"Kamu ...."Pamungkas mengangguk, "Iya ini aku," ucap Pamungkas sambil melihat sekelilingnya dan mengetuk-ngetuk jemarinya seolah ia ragu untuk melanjutkan perkataannya.Emma dengan cepat mengambil barang-barangnya dan berdiri dari kursinya. Mungkin dia suka dengan suasana di cafe ini karena mengingatkan dirinya dengan kehidupan baiknya bersama Pamungkas, tapi, hanya untuk dikenang bukan tiba-tiba melihat Pamungkas di hadapannya dan menyapa dirinya! Menakutkan.Emma memasukkan barang-barangnya ke dalam tas secara serampangan dan beranjak dari kursinya."Maaf."Emma terdiam dan melirik ke arah Pamungkas bingung, "Hah?" tanya Emma yang takut kalau saat ini kupingnya bermasalah karena mendengar satu kata yang tidak mungkin meluncur keluar dari mulut seorang Pamungkas! Pamungkas mengangguk dan mengambil ponselnya lalu menyimpan ponselnya di meja sedekat mungkin dengan Emma, "Maaf."Emma menggeleng beberapa kali sambil menjejalkan telunjuknya ke dalam kuping kanannya sambil menggerakkanny
Suara detik jam terasa sangat menyesakkan dada Emma saat ini, beberapa kali Emma mengetuk-ngetukkan ujung sendiknya ke piring kecil tatakan cangkir tehnya untuk membunuh waktu yang saat ini terasa sangat mencekik dan melelahkan.Sesekali Emma menoleh ke arah Pamungkas yang duduk di hadapannya namun melihat ke arah lain, seolah enggan melihat wajahnya. Emma memejamkan matanya dan mengingat apa yang baru saja terjadi lima menit yang lalu.Dirinya hampir saja membenturkan kepalanya ke meja karena merasa berada di alam mimpi karena melihat Pamungkas bersimpuh di kakinya dan memohon ampun lalu yang paling membuat Emma tak habis pikir, lelaki dengan ego setinggi Pamungkas mau melakukan hal seperti tadi di tempat umum dan hampir membuat sedikit kegaduhan. Untung saja cafe itu sepi tapi, karena takut membuat kegaduhan akhirnya Emma meminta untuk pindah ke tempat yang lebih privat dan untungnya cafe tersebut memiliki ruangan privat yang bisa di pakai."Emma," panggil Pamungkas memecahkan keheni
"Aku memang rendah Emma, aku lebih rendah dari binatang atau apa pun juga. Aku sadar dan aku terima konsekuensinya," ucap Pamungkas sambil berusaha untuk mendekat pada Emma namun, Emma mundur beberapa langkah menjauhi Pamungkas seolah Pamungkas adalah manusia paling hina di muka bumi ini.Pamungkas tidak bisa memaksa atau melakukan apa pun juga karena ini memang sudah takdirnya. Ia paham kebodohannya di masa lalu sudah membuat dirinya menelan pil sangat pahit di masa saat ini. Dirinya sendirian tanpa anak dan istri hanya karena mendengarkan fitnahan ibu dan adiknya ditambah terbakar api cemburu akibat terlalu menyayangi Emma.Suatu rasa sayang yang akhirnya berubah menjadi sebuah keinginan untuk menguasai Emma namun ia tunjukkan delan jalan negatif yang berbuah ia menjadi sebatang kara dan hanta bisa bersama dengan ibu dan adiknya yang ternyata terus memanfaatkannya sebagai mesij uang untuk memenuhi kehidupan hedonis mereka berdua. Miris, tapi, itu harga yang harus Pamungkas bayar kar
Emma berjalan secepat mungkin sambil mendorong trolly yang rodanya berputar sangat cepat seolah ingin sesegera mungkin menghilang dari sana. "Gila! Pamungkas Gila!" batin Emma sambil terus mendorong trolly-nya sekencang mungkin hingga beberapa kali ia mendapatkan lirikan kesal dan teriakkan karena berjalan tidak hati-hati. Tapi, Emma tidak peduli dan enggan untuk melambatkan langkah kakinya. Lebih baik ia dimarahi dan ditatap kesal oleh orang-orang sekitarnya dari pada harus bertemu dengan Pamungkas."Kenapa juga harus ketemu itu manusia?" umpat Emma dengan suara sekecil mungkin dan mata terus menatap ke depan. Di kepala Emma saat ini hanya bagaimana caranya supaya dia bisa sampai ke arah pintu kaca keluar tempat itu secepat mungkin agar dia tidak bernapas di satu udara yang sama dengan Pamungkas! Pengap."Gila, kenapa pria itu nggak punya otak! Apa dia nggak ada rasa bersalah atau apa gitu? Kenapa bisa semudah itu dia minta maaf dan berharap aku dan Kaluna akan membuka tangan seleba
Pamungkas berjalan pelan melewati lorong gelap nan sempit yang berbau busuk dan udaranya membuat dirinya terasa sangat sesak bukan main, hingga untuk bernapas saja Pamungkas harus menggunakan mulutnya bukan hidungnya karena bau busuk nan menyengat yang sudah tidak bisa ia tolerir lagi.Tubuhnya terasa sangat limbung hingga mau tidak mau setiap ia melangkahkan kakinya kedua tangannya harus menahan bobot tubuhnya dengan cara menekan dinding yang ada di kanan juga kiri tubuhnya. Menghimpitnya seolah Pamungkas adalah tikus busuk percobaan yang tidak bisa pergi ke mana-mana. Pamungkas mencoba mengingat kenapa ia ada di sana dengan susah payah, tapi, sialnya ia hanya ingat dirinya berteriak memohon ampun pada Kaluna di dalam lift. Pamungkas berteriak hingga berjongkok lalu ia ingat kalau dirinya menangis histeris dan menjerit juga memaki kebodohan dirinya karena menpercayai ibu dan adik kandungnya.Mempercayai fitnahannya tentang Emma, wanita yang ia minta secara baik-baik dari orang tuan
Plak!!!Sebuah tamparan di pipi kanannya seolah menariknya ke alam sadar, memaksanya untuk mengumpulkan nyawanya dengan cepat dan memintanya untuk membuka matanya selebar mungkin. "Kaluna!!!" Pamungkas berteriak keras sambil membuka matanya dan terbangun dari tidurnya lalu ia melihat wajah Farida yang sedang menatapnya takut."Kaluna! Mana Kaluna?" tanya Pamungkas sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan liar. Ia kemudian melihat Frida dan mencengkeram lengannya dan kembali berteriak keras, "Kaluna mana!""Apa sih Mas Pamungkas? Kamu kenapa tiba-tiba ingat dengan anak lonte itu?" tanya Frida heran bercampur kaget karena sudah hampir tujuh tahun Frida tidak pernah mendengar Pamungkas memanggil nama Kaluna. Pamungkas meloncat dari ranjang dan berjalan seperti orang kesetanan mengelilingi juga memeriksa setiap sudut ruangan yang mungkin saja di gunakan Kaluna untuk bersembunyi. “Mimpi … mimpi, hahaha … mimpi!”"Mas kenapa?" tanya Frida yang bingung, sambil menc
"Why?" tanya Jonathan kaget karena Kaluna dengan cepat menjawab pertanyaannya tanpa menunggu jeda atau apa pun juga."Ibu sama siapa, Jo, kalau aku pergi," ucap Kaluna sambil menyuar rambut hitam tebal Jonathan. "Kalau aku pergi, nanti Ibu yang jaga siapa? Kebayang nggak kalau aku pergi tiba-tiba aja Tante Frida dan Eyang Sekar bikin ulah lagi, siapa yang jaga Ibu?""Tapi kan, mereka sudah berjanji nggak bakal ganggu kamu dan keluarga kamu." Jonathan mencoba mengingatkan Kaluna kalau Sekar dan Frida sudah menandatangani surat perjanjian untuk tidak menggangu Kaluna dan Emma karena Kaluna sudah melepaskan semua hak warisnya atas kekayaan dari Pamungkas."Untuk Eyang Sekar aku yakin dia nggak bakal bikin ulah." Kaluna tiba-tiba kembali mengingat pertemuan terakhirnya dengan Sekar di mana nenek tua itu menangis sambil memeluknya dan meminta maaf atas segala kesalahan yang ia perbuat dulu. Sebuah kesalahan yang menorehkan luka sangat dalam bagi Kaluna, sebuah kesalahan yang hampir membua
"Screw you!" maki Jonathan saat Raka kembali mengangat telepon dari dirinya. Hampir pecah kepala Jonathan saat mendengar perkataan Raka yang akan memecat dirinya dan ditambah sudah hampir lima belas menit Raka mengabaikan teleponnya."Cool man," ucap Raka santai sambil menahan tawanya karena dia tahu kalau ia sudah membuat Jonathan murka."Cool? Are you fucking kidding me, Raka!!""Chill oi ... sabar, santai ....""Orang gila mana yang tetep santai saat tahu kalau dirinya dipecat dari tempat dia bekerja? Hah? Orang gila mana? Mana semua resep, bahan dan cara kerja udah lo ambil semuanya!" Jonathan bukan takut tidak berpenghasilan bila dia dipecat dari Moon.Jujur bagi Jonathan untuk kembali membuka restoran dan mencari pekerjaan lain semudah menjentikan jari, sudah banyak pemilik restoran dan hotel-hotel bintang lima yang mau memperkerjakan dirinya. Tapi, yang Jonathan kesal adalah hampir semua resep, cara masak dan fondasi Moon itu adalah hasil buah pikirannya. Anggaplah Moon adalah
"Udah bangun?" tanya Jonathan saat melihat Kaluna membuka matanya, tanpa sadar ia tertawa melihat Kaluna memicingkan matanya karena sinar matahari yang ada si belakang Jonathan."Ah ... mataharinya, Jo," rengek Kaluna manja sambil menepuk dada Jonathan, "kamu kebiasaan deh nggak pernah rapet nutup jendela." Kaluna menarik selimut lalu menutupi wajahnya. "Jangan tidur lagi, Yang," pinta Jonathan sambil menarik selimut Kaluna dan langsung tertawa keras saat melihat raut wajah marah istrinya itu, "kenapa? Ayo bangun, Yang ... ini udah jam sembilan. Malu sama matahari," kekeh Jonathan."Ngantuk, Jo ... sumpah ngantuk banget, kamu sadar nggak sih kalau kita itu baru tidur empat jam," ucap Kaluna sambil melirik Jonathan dan mengembikkan bibirnya karena masih merasa ngantuk.Sumpah tubuh Kaluna saat ini lelah bukan main, rasanya setiap sendi di tubuhnya meminta Kaluna untuk terus berada di ranjang dan kelopak matanya meminta Kaluna untuk kembali tidur tapi, sialnya Jonathan benar-benar meng
Kaluna mendesah saat jemari Jonathan menyusup ke dalam pakaian dalamnya dan mengusap bagian paling sensitif miliknya hingga tanpa sadar ia merenggangkan kedua kakinya untuk menerima sentuhan Jonathan yang selalu membuat dirinya melentingkan tubuh."Yang bisa buka?" tanya Jonathan sambil sesekali mengecupi garis leher Kaluna dengan lembut seolah itu adalah benda yang harus ia sentuh dengan sangat hati-hati.Kaluna yang limbung kerena gulungan kenikmatan yang Jonathan berikan berusaha untuk melepaskan kancing-kancing pakaiannya dengan susah payah, tanpa sadar dia mengutuki kancing-kancing bajunya yang cantik namun sulit untuk terlepas, "Susah," bisik Kaluna.Setelah Kaluna berkata ia merasakan jemari Jonathan keluar dari tubuhnya, menghentikan gerakan erotis nan manis yang membuat Kaluna merasa kecewa karena tidak lagi tergulung dalam kenikmatan yang membuat birahinya meraung. "Jo," desah Kaluna sambil menatap wajah Jonathan yang saat ini sedang menatapnya, tanpa sadar ia mendekatkan w
"Jo, ini kita mau kemana sih?" tanya Kaluna yang kesal bukan main karena sudah duduk di dalam mobil selama hampir dua jam dan sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kalau mobil itu akan berhenti."Bentar lagi sampai kok, Nyonya ... tenang saja tempatnya bagus," ucap Bli Wayan yang hanya bisa tersenyum mendengarkan pertanyaan Kaluna yang entah sudah keberapa puluh kali diucapkan oleh wanita yang saat ini menatapnya dengan kesal."Bagus sih bagus, Bli, tapi kenapa ini kayanya jauh banget tempatnya, tepos pantat aku yang ada," gerutu Kaluna sambil menggerakkan pantatnya ke kanan dan ke kiri karena sudah mulai merasa sakit. Nasib pantat tepos."Mana yang sakit?" tanya Jonathan sambil menyelipkan tangannya ke punggung Kaluna dan bergerak turun ke arah bokong Kaluna."Aw ... Jo, sakit," pekik Kaluna sambil membulatkan matanya dan menahan tangan Jonathan, "jangan dicubit," rengek Kaluna manja."Sini aku pijitin," ucap Jonathan santai tapi sumpah demi apa pun Kaluna dapat melihat tatapan p
"Kenapa?" tanya Jonathan dari balik kacamata hitamnya yang membuat ketampanannya melonjak naik."Nggak," sahut Kaluna sambil membenarkan posisi duduknya. Saat ini mereka sudah berada di pesawat salah satu maskapai penerbangan komersil Indonesia. Sesekali Kaluna melihat ke arah jendela pesawat yang sudah terlihat awan putih yang menandakan mereka sudah berada di ketinggian yang cukup untuk melepaskan sabuk pengaman, "aku mau ke kamar mandi."Jonathan menggeleng sambil menahan tangan Kaluna, "Nggak ... kamu kenapa? Dari tadi malem kamu gelisah terus bahkan kamu tidur pun gerak mulu." "Aku mau ke kama ...." Kaluna menghentikan ucapannya saat melihat Jonathan melepaskan kacamata hitam dan menatapnya tajam, "Jo.""Duduk," perintah Jonathan dan langsung diikuti oleh Kaluna. Selama beberapa menit mereka saling diam dan tidak berkata apa pun juga, hanya terdengar suara sekitar mereka saja."I am waiting, Yang." Jonathan memecahkan kesunyian sambil melirik ke arah Kaluna, mencoba menjelaskan
"Kenapa lagi?" tanya Cakra saat melihat Karin dan keamanan hotel berada di dekatnya."Saya menemukan Bu Karin ingin membobol salah satu laci di ruangan kerja Bapak, Bapak selalu minta saya untuk menjaga laci di ruangan Bapak dan meminta tidak boleh ada yang membukanya tanpa terkecuali. Jadi, saya mohon maaf tadi saat saya lihat Bu Karin mau membuka laci dari CCTV langsung saya amankan, Pak," ucap keamanan hotel sambil melirik Karin yang terlihat marah."Saya ini istrinya, kamu nggak berhak buat memperla—""Terima kasih Pak, kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik. Sekarang biar saya urus dia sendiri, silakan kembali bekerja." Cakra mengabaikan perkataan Karin sambil meminta keamanan hotel pergi meninggalkan mereka."Aku duluan pulang, yah," ucap Kaluna sambil menepuk bahu Cakra, "bareng dia juga," lanjut Kaluna sambil menunjuk Gendis yang terlihat sedang mengutak atik ponselnya seolah memiliki dunianya sendiri."Kenapa ada itu lonte?" tanya Karin.Kaluna yang bersiap pergi langsung
"Kamu jangan lupa minum obat," ucap Kaluna sambil menutup pintu mobilnya dan berjalan ke arah pintu depan hotel."Iya, aku minum bentar lagi dan kamu udah konsultasi ke Dokte Fina?" tanya Jonathan melalui sambungan telepon."Udah, cerewet," jawab Kaluna sambil menahan tawanya karena sudah semenjak ia membuka matanya Jonathan terus mengingatkannya untuk konsultasi dan melakukan check up ke Dokter Fina."Bener udah? Kalau kamu bohong aku telepon Dokter Finanya," ancam Jonathan."Sono telepon, sekalian datangin hari ini," tantang Kaluna, "kamu kan emang ada janji sama Dokter Fina buat nanti sore jam lima. Aku tahu karena tadi Dokter Fina bilang kamu ubah jadwal konsultasi.""Salahin si Raka sialan ini yang maksa banget buat ketemu dan entah apa lagi yang mau dia bahas padahal dia udah aku kasih semuanya. Bahkan aku udah pilihin sous chef yang normal bukan si Rahmat Mcflurry," maki Jonathan yang kesal karena hari liburnya terganggu karena Raka."Ampun deh aku suka ngakak kalau inget si Ra
Kaluna memekik keras saat ia merasakan jemari Jonathan memasuki dirinya, bergerak dengan ahlinya hingga membuat ia menahan ledakan kenikmatan di bagian paling kecil tubuhnya yang menjalar dengan liat ke seluruh tubuh."Jo ... ah, bisa kamu pel — ah, Jo," desah Kaluna saat ia dibuat pusing karena digulung kenikmatan dari gerakan jemari Jonathan yang selali bisa melambungkan birahinya hingga ketitik tertinggi.Jonathan mencumbu bibir Kaluna untuk membungkam mulut istrinya yang terus mendesah dengan suara paling sensual yang ia dengar. Dengan ahli Jonathan mengecupi rahang Kaluna dan bergerak turun ke arah payudara Kaluna.Birahinya tercambuk sempurna saat ujung lidahnya menyentuh puting payudara Kaluna yang sudah mengeras, seolah sudah menunggu untuk Jonathan puja. Lidahnya bergerak liar nan sensual untuk memberikan kenikmatan bagi Kaluna, sesekali Jonathan menggigit dan menyesap payudara Kaluna. Memujanya.Kaluna hanya bisa menengadahkan kepalanya dan melentingkan tubuhnya saat ia mend