Hai, bagi yang penasaran dengan kisah cinta Awan dan Sonya, kalian bisa baca di cerita Gallon yang berjudul Di Atas Ranjang Dokter Sonya dan rasakan sensasi panasnya ranjang Dokter Sonya dan Awan, Muahahhaha .... Ps. Kalau nggak juga nggak apa-apa, Sonya masuk sini hanya sebagai intermezo aja, cerita Jonathan nggak ada sangkut pautnya sama cerita Sonya dan Awan, kok. Papay dan Salam Kellon.
"Nggak pulang, Lun?" Okhe mengenakan jaketnya, "udah malem loh, ini. Mau bareng?" tanya Okhe.Kaluna melirik ke arah dapur yang masih menyala terang menandakan masih ada orang di dalam sana dan Kaluna tau siapa orang itu. "Di dapur masih ada Pak Jonathan, entah dia mau ngapain," ucap Okhe yang sadar kalau Kaluna dari tadi melihat ke arah dapur.Kaluna gamang, apakah dia harus ke dapur dan bertanya apa yang terjadi pada Jonathan atau dia harus pergi dari sana dan melupakan apa yang terjadi. Toh sebenarnya ia dan Jonathan sudah tidak ada hubungan apa pun lagi. Jonathan juga bersikap menyebalkan pada dirinya, kenapa ia harus mau berurusan lebih jauh dengan Jonathan? Lebih baik dia pulang bersama Okhe dan mendoakan yang terbaik untuk Jonathan, karena itu yang diinginkan oleh Jonathan."Lun ... mau pulang nggak? Ayo," ajak Okhe lagi yang memang rumahnya satu arah dengan Kaluna. Kaluna mengambil tasnya dan tanpa sadar menjatuhkan kotak makanan dari dalam tasnya. "Ini punya siapa?" Kaluna
"What!!!" teriak Kaluna sambil melempar serbetnya kesal. Ia bersumpah sudah melakukan sesuai dengan apa yang ia tahu, kenapa masih belum matang! Astaga apa ovennya rusak?Kaluna berjalan ke arah oven dan mengeceknya, mencoba mencari apakah ada yang salah dengan oven itu tapi, nihil semuanya baik-baik saja bahkan suhu oven tersebut sesuai, pas! Argh ... Kaluna mengambil harnet rambutnya dan melemparkan ke tempat sampah dengan kesal. "Gagal Kaluna, kamu nggak bisa tanya apa-apa," ucap Jonathan penuh syukur karena tidak usah menjawab pertanyaan apa pun dari Kaluna apalagi mengingat wanita itu ingin bertanya tentang Gendis membuat dirinya langsung diliputi perasaan benci. Kaluna mengetuk-ngetuk sepatunya di lantai seolah menyalurkan kekesalannya, ia berkacak pinggang sambil melihat sekelilingnya dan berhenti di wajah Jonathan yang saat ini terlihat sangat bahagia. Sialan! Dia nggak suka kalah, dia nggak suka Jonathan menyimpan rahasia dari dirinya!"Sekali lagi," ucap Kaluna sambil mend
"Kebakaran, Jo!" pekik Kaluna sambil berlari melesat keluar ruangan Jonathan. Kaluna berlari di belakang Jonathan yang sudah lebih dulu berlari. Jantung Kaluna memompa lebih cepat hingga memacu adrenalin-nya akibat perasaan kaget bercampur takut akibat suara alarm kebakaran yang terus berbunyi dengan keras."Astaga! Kaluna! Kamu lupa buka jendela ventilasi dapur!" teriak Jonathan kalut saat kakinya sudah sampai di depan pintu dapur yang sudah berasap tebal. Di depan mata Jonathan ia sudah melihat kobaran api kecil dari bagian oven yang lupa Kaluna tutup, genangan air sudah terlihat di lantai dan dapur dalam keadaan basah akibat sensor sprinkler (alat pemadam yang ada di atas langit-langit dan akan mengeluarkan air bila terasa adanya penambahan suhu ruangan) yang menyala mengeluarkan air. Beberapa alat dapur terlihat berasap dan basah karena terkena air yang banyak. Jonathan berjalan perlahan-lahan karena saat ini ia sudah melepaskan safety shoes (sepatu khusus di dapur) dengan sand
Kring ... kring ... kring ....Suara ponsel Kaluna mengusik waktu tidur Kaluna, dengan malas-malasan Kaluna mengambil ponselnya dari balik selimut. Ia melihat siapa yang meneleponnya dan tubuhnya bergetar saat melihat nama Okhe di layar ponselnya. "Ah ... tolong jangan kalian yang telepon, dong," pekik Kaluna tertahan dengan suara serak karena ia menangis semalaman.Kaluna menangis dari mulai ia keluar dari restoran, menaikki taksi online hingga tubuhnya menyentuh ranjang Kaluna tidak berhenti menangis seperti orang gila, untungnya supir taksi online tidak terlalu banyak bertanya dan Emma sudah tidur saat dirinya pulang. Kaluna menyelipkan ponselnya di bawah bantal berusaha untuk menghilangkan benda yang membuatnya stress. Kaluna kembali memejamkan matanya saat bunyi ponselnya itu lenyap.Sialnya saat ia memejamkan matanya pikiran Kaluna membawa ia kembali ke kejadian tadi malam, air matanya kembali mengalir saat ia mendengar teriakkan Jonathan, tatapan penuh kebencian lelaki itu dan
"Ngapain kamu, Kaluna?"Kaluna yang sedang berjalan di lorong restoran Moon langsung berbalik dan mendapati Raka yang terlihat berdiri menjulang, "Pak Raka?""Kamu sangka siapa? Setan?" canda Raka sambil berjalan ke arah Kaluna, "ngapain kamu ke sini? Hari ini libur, kamu nggak baca grup chat?"Kaluna menggaruk bagian belakang kepalanya bingung karena setelah tadi ia sadar kalau dirinya tidak tau alamat rumah Jonathan ia memutuskan untuk datang ke restoran, mencoba peruntungan semoga ia mendapatkan info tentang Jonathan atau kalau beruntung bertemu dengan pria itu. "Baca, Pak, saya ke sini mau kasih ini." Kaluna memberikan alasan sambil mengangkat map yang berisikan daftar supplayer bahan-bahan."Jonathan nggak ada, dia di rumah mungkin kecapean gara-gara kemarin dia bakar itu dapur," ucap Raka sambil menunjuk dapur di sampingnya yang saat ini sedang dibereskan oleh tukang.Kaluna memanjangkan lehernya untuk melihat seperti apa keadaan dapurnya dan saat matanya sudah melihat kekacauan
Kaluna berdiri di depan pagar berwana hitam, ia melihat ke sekeliling mencari tombol bel atau apa pun yang bisa membuat penghuni rumahnya itu mengetahui keberadaannya."Mbak, Mbak cari siapa?"Kaluna menoleh ke kanan dan mendapati seorang lelaki berbadan tegap mendekati dirinya dari balik pagar, "Saya mau ketemu sama Jonathan.""Mbak siapa dan Mbak udah ada janji?" tanya satpam yang di dadanya tertulis nama Asep."Saya Sous Chef Pak Jonathan di Restoran Moon, saya ke sini diminta Pak Raka buat kasih ini." Kaluna mengangkat amplop cokelat yang berisikan menu Chef Choise untuk bulan depan."Bukan wartawan, kan?" tanya Asep penuh selidik."Bukan, saya chef."Asep melihat dari atas ke bawah Kaluna, "Ya sudah, Mbak langsung masuk saja." Asep membuka pintu dan mengizinkan Kaluna masuk.Kaluna masuk ke dalam ditemani Asep, matanya melihat ke kanan dan ke kiri. Ia terpesona dengan rumah yang Jonathan tinggali, rumah itu bergaya Mediterania dengan dominan warna hitam membuat rumah itu terlihat
"Pakai bibir kamu, Lun." Jonathan mendekatkan bibirnya lebih dekat lagi dan saat bibir itu hampir menyentuh permukaan bibir Kaluna. Pip ... pip ... pip ... pip .... Spontan mereka berdua melihat ke arah kanan dan mendapati alarm ponsel Jonathan berbunyi, Kaluna melihat tulisannya di layarnya adalah sebuah perintah Jonathan untuk meminum vitaminnya. Dengan malas Jonathan mengambil ponsel dan mematikannya, ia menghela napas sebentar kemudian melihat wajah Kaluna yang masih dalam mode bingung. "Aku harus minum vitamin. Awas, Lun," ucap Jonathan sambil mengangkat tubuh Kaluna dengan mudah lalu mendudukkannya di samping tubuhnya. Kaluna memang ringan dan berbadan kecil hingga akan sangat mudah untuk dipindah-pindah seperti barang, apalagi tubuh Jonathan yang lebih besar dari Kaluna dan lelaki itu sangat rajin berolahraga, otot-otot di setiap inci tubuhnya seolah membenarkannya. "Kayanya ada pisang di sana," ucap Jonathan sambil berdiri dan berjalan ke arah meja dapur, ia mengambil pisa
"Lun ....""Apa?" sahut Kaluna sambil mencek daging-daging yang berada di dalam mesin dry aging."Ada yang nyari," ucap Okhe sambil menunjuk ke arah salah satu meja tamu.Kaluna yang awalnya berjongkok langsung berdiri dan menutup mesin dry aging, "Siapa? Mau apa? Mau aku yang masak?" tanya Kaluna yang paham kalau ada tamu yang mencarinya tak akan jauh dari meminta dirinya untuk masak.Okhe mengangkat kedua tangannya, "Nggak tau, tapi, tadi dia tanya ke anak waitres ada koki yang namanya Kaluna Dayana nggak," terang Okhe."Oke aku ke sana, aku mau kasih ini dulu ke Pak Jonathan," ucap Kaluna sambil mengangkat papan jalannya lalu berlalu dari sana meninggalkan Okhe. Saat ia berbelok Kaluna bertabrakan dengan Jonathan."Ya Tuhan, Lun," ucap Jonathan sambil menangkap tubuh Kaluna yang terhuyung akibat mereka bertabrakan, "kamu bisa liat-liat nggak kalau jalan?""Kamu jalan bisa nggak kalau liat-liat gitu? Udah tau badan setinggi tiang tower listrik, ini jalan maju terus pantang mundur,"