"Pakai bibir kamu, Lun." Jonathan mendekatkan bibirnya lebih dekat lagi dan saat bibir itu hampir menyentuh permukaan bibir Kaluna. Pip ... pip ... pip ... pip .... Spontan mereka berdua melihat ke arah kanan dan mendapati alarm ponsel Jonathan berbunyi, Kaluna melihat tulisannya di layarnya adalah sebuah perintah Jonathan untuk meminum vitaminnya. Dengan malas Jonathan mengambil ponsel dan mematikannya, ia menghela napas sebentar kemudian melihat wajah Kaluna yang masih dalam mode bingung. "Aku harus minum vitamin. Awas, Lun," ucap Jonathan sambil mengangkat tubuh Kaluna dengan mudah lalu mendudukkannya di samping tubuhnya. Kaluna memang ringan dan berbadan kecil hingga akan sangat mudah untuk dipindah-pindah seperti barang, apalagi tubuh Jonathan yang lebih besar dari Kaluna dan lelaki itu sangat rajin berolahraga, otot-otot di setiap inci tubuhnya seolah membenarkannya. "Kayanya ada pisang di sana," ucap Jonathan sambil berdiri dan berjalan ke arah meja dapur, ia mengambil pisa
"Lun ....""Apa?" sahut Kaluna sambil mencek daging-daging yang berada di dalam mesin dry aging."Ada yang nyari," ucap Okhe sambil menunjuk ke arah salah satu meja tamu.Kaluna yang awalnya berjongkok langsung berdiri dan menutup mesin dry aging, "Siapa? Mau apa? Mau aku yang masak?" tanya Kaluna yang paham kalau ada tamu yang mencarinya tak akan jauh dari meminta dirinya untuk masak.Okhe mengangkat kedua tangannya, "Nggak tau, tapi, tadi dia tanya ke anak waitres ada koki yang namanya Kaluna Dayana nggak," terang Okhe."Oke aku ke sana, aku mau kasih ini dulu ke Pak Jonathan," ucap Kaluna sambil mengangkat papan jalannya lalu berlalu dari sana meninggalkan Okhe. Saat ia berbelok Kaluna bertabrakan dengan Jonathan."Ya Tuhan, Lun," ucap Jonathan sambil menangkap tubuh Kaluna yang terhuyung akibat mereka bertabrakan, "kamu bisa liat-liat nggak kalau jalan?""Kamu jalan bisa nggak kalau liat-liat gitu? Udah tau badan setinggi tiang tower listrik, ini jalan maju terus pantang mundur,"
Plak ....Jonathan tidak bisa menahan tangannya hingga tanpa sadar menampar Gendis hingga wanita itu tersungkur ke lantai."Astaga, Jonathan!"Jonathan menoleh dan mendapati Kaluna kaget melihat ia menampar Gendis, Kaluna berlari mendekati Gendis dan memeluknya."Gendis kamu nggak apa-apa?" tanya Kaluna panik sambil melihat pipi gendis yang memerah akibat tamparan Jonathan."Sini kamu, Lun," perintah Jonathan sambil menarik tangan Kaluna agar menjauh dari Gendis. "Nggak usah dekat-dekat sama dia."Kaluna yang marah langsung menarik tangannya, dan tetap duduk memeluk Gendis, "Nggak mau, kamu kenapa nampar Gendis? Dia salah apa?" tanya Kaluna sambil melihat pipi Gendis yang makin bengkak dan memerah. "Kamu nggak apa-apa, Ndis?""Nggak apa-apa aku udah biasa, kok." Gendis berkata lirih sambil menoleh melihat Jonathan yang saat ini sedang menatapnya marah."Udah biasa gimana? Mana ada perempuan udah biasa ditampar? Kamu bukan artis sinetron azab, Gendis," ucap Kaluna gemas. Manusia macan
"Lun ... hai, Kaluna.""Hah? Apa?" tanya Kaluna sambil mengalihkan pandangannya dari rak bumbu dapur. "Kamu kenapa, sih?" tanya Emma."Nggak apa-apa, Bu, tadi Ibu minta apa sih? Minta mentega, kan?" tanya Kaluna sambil memberikan sebuah benda ke tangan Emma."Kan, ngaco ... ini butter bukan mentega, ampun ah kamu ngaco," protes Emma sambil mengembalikan sebungkus butter ke rak, "masa koki nggak bisa bedain butter ama mentega."Kaluna mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, "Maaf, Bu."Emma mengambil mentega dan melihat wajah Kaluna, entah kenapa insting keibuannya seolah berbunyi mengatakan kalau ada yang tidak beres dengan putri semata wayangnya itu. Hidup berdua hanya dengan Kaluna dan sudah mengalami hal-hal dari yang paling sulit hingga paling bahagia bersama Kaluna membuat Emma menjadi sangat peka. "Kamu kenapa? Coba cerita sama Ibu, jangan uring-uringan sendiri, sini berbagi bebannya sama Ibu," ucap Emma sambil menjawil hidung Kaluna.Kaluna mengerucutkan bibirnya, kedua tan
"Last order, done," teriak Kaluna yang langsung disambut dengan teriakkan rekan-rekan sejawatnya karena mereka sudah berhasil menyelesaikan orderan hari ini."Pulang ... pulang, pulang ... pulang," teriak Ibram sambil membersihkan station-nya. "Cie ... yang mau ketemu ayang," goda Okhe sambil mematikan kompor. "Sudah rindu ayangku sayang," kekeh Ibram sambil mengambil plastik untuk memasukkan sampah. Kaluna hanya bisa tertawa sambil memeriksa kertas-kertas bekas orderan, "Awas ayangnya diambil orang.""Beuh ... Lun, jahat bener, lo," ucap Ibram sambil menunjuk Kaluna dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat, "tega kau Kaluna."Kaluna hanya bisa menjulurkan lidahnya sambil terus mencek kertas orderan. Inilah yang selalu terjadi setelah mereka berhasil memasak last order, mereka akan bercanda sambil membersihkan dapur. Sudah tidak ada lagi teriakkan 'yes, Chef' dan berubah hanya dengan memanggil nama saja. "Eh, Kaluna ... Pak Jonathan dari kemarin nyariin kamu," ucap Okhe sambil menga
Kring ... kring ....Suara dering ponsel Kaluna terdengar nyaring hingga membangunkannya, dengan malas ia menggapai ponsel sambil melihat jam yang ada di layar ponsel. "Ampun, siapa yang nelepon jam segini? Ini baru jam 8 pagi, aku mau tidur," ucap Kaluna sambil melihat siapa yang meneleponnya."Pak Raka ... eh, Pak Raka? Ngapain dia nelepon aku?" tanya Kaluna sambil menerima sambungan telepon dari Raka, "iya, Pak ... halo.""Kaluna hari ini kamu nggak usah masuk," ucap Raka to the point. "Hah? Kenapa, Pak? Jangan bilang saya dipecat," jawab Kaluna spontan dan langsung menyesalinya karena terasa kurang ajar berbicara begitu dengan atasan. "Hahaha ... nggak, kamu nggak dipecat tapi, hari ini kamu temani saya ke acara T-Fal. Jonathan udah mau jadi Brand ambasador dan hari ini acara buat memperkenalkan Jonathan. Acara kecil aja karena ini belum diperkenalkan ke masyarakat," terang Raka."Oh, iya ... baik, Pak. Tapi, kenapa saya harus ikut?" tanya Kaluna bingung apa urusannya acada T-F
"Lepas nggak," bisik Kaluna saat mereka sedang berdiri di samping panggung sambil menunggu beberapa orang membawakan mic dan headset untuk Jonathan.Kaluna kesal bukan kepalang karena Jonathan menyeret paksa dirinya mengikuti lelaki itu ke samping panggung dan menolak Raka mengikuti mereka berdua dengan dalih dia membutuhkan Kaluna untuk menyiapkan presentasi mengenai alat masak."Jonathan lepas!" perintah Kaluna sambil menepuki punggung tangan Jonathan yang dari tadi bertengger di pinggangnya."Nggak," jawab Jonathan tegas dan malah makin mengeratkan cengkeramannya dan tersenyum seramah mungkin pada Kaluna. Ia harus menunjukkan pada Raka kalau Kaluna adalah miliknya dan jangan sampai Raka berpikir untuk mendapatkan Kaluna. Nggak bisa!"Ya udah, aku mau duduk di samping Raka," ucap Kaluna sambil mendorong dada Jonathan namun percuma dada pria itu benar-benar sekuat karang. Kaluna yakin 100% kalau Jonathan adalah pria paling bugar yang pernah ia kenal."Nggak! Ngapain kamu duduk di sa
"Bentar ... gimana?" tanya Raka bingung sambil mengangkat kedua tangannya mencoba mencerna informasi yang baru saja ia terima. "Come on, Raka, Wake up! Kamu nggak lagi mabok, kan? Kayanya segelas wine nggak bakal bikin kamu mabuk kurasa," kekeh Gendis sambil menepuk bahu Raka ramah. "Gendis coba diulang," pinta Raka yang masih bingung."Kaluna ini mantan terindah Jonathan, pokoknya Jonathan itu sampai detik ini mungkin masih suka dan cinta ama dia," ucap Gendis sambil menunjuk Kaluna yang sedang menatapnya dengan pandangan bingung. "Padahal kalau terindah kok jadi mantan," olok Gendis sambil tersenyum manis namun membuat Kaluna miris."Lun ... lo mantannya Jonathan?" tanya Raka kaget."Iya, Pak ... saya memang mantan pacar Jonathan tapi, saya nggak pernah berhubungan lagi sama Jonathan semenjak kami berpisah dulu dan baru ketemu lagi saat Pak Jonathan kerja di Moon." Entah kenapa Kaluna menerangkan sedetail itu pada Raka. Kaluna tidak bisa berkelit lagi hanya bisa pasrah sambil men