"Maksunya gimana?" tanya Jonathan yang kaget dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulut Kaluna. Dia berusaha melihat Kaluna sebaik mungkin dan berharap kekasihnya itu kerasukan atau mengalami penyakit tertentu yang membuat Kaluna berbicara melantur tak tentu arah. "Aku ...." Kaluna mengangkat kedua tangannya dengan lemah, ia menghela napas pelan sambil melihat Jonathan, "aku capek ... aku capek, aku nggak kuat dan aku nggak sanggup, Jo.""Emang aku nggak ngerasain itu juga, Yang? Aku juga sama kaya kamu, aku capek, aku nggak kuat dan aku nggak sanggup, Yang. Tapi, aku nggak ngomong kalimat itu." Jonathan melihat sekelilingnya dan bersyukur tidak ada satu orang pun di sana karena Jonathan yakin teriakkan mereka berdua tadi mampu menembus pintu mobil dan menarik perhatian orang yang berada di luar."Aku lebih capek, Jo! Aku lebih ...." Kaluna menunjuk dadanya dengan telunjuk yang bergetar hebat sedang wajahnya terlihat penuh dengan rasa marah, matanya terlihat menyalak garang ke a
Brak ... brak ... brak ....Jonathan memukul lemari gantinya dengan menggunakan jaket chef miliknya, berusaha menumpahkan rasa marah, kesal, sedih, sakit hati yang bercampur menjadi satu. Ia beberapa kali menendang angin dan akhirnya bersandar ke dinding hingga tubuhnya merosot turun. Terduduk."Ya Tuhan, Lun ... ini harus gimana! Aku harus kaya apa?" teriak Jonathan sambil menutup matanya menahan amarahnya yang sialnya malah membuat ia kembali mengingat saat Kaluna mengucapkan kata putus dan dengan pongahnya dia mengatakan iya! Oh Tuhan, bodoh sekali dirinya! Padahal saat ini Jonathan sangat membutuhkan Kaluna untuk ada di sampingnya, rasanya ia ingin mengecam Tuhan dan memakinya walau pun bukan sesuatu yang bijak ia lakukan. Tapi, ia ingin melakukan itu, ia ingin mempertanyakan maksud dan tujuan mengapa sang pencipta kembali mempertemukan dirinya dan Kaluna?Mengapa harus Kaluna yang ia temui di Indonesia? Mengapa gadis itu malah jadi chef bukan menjadi apa ... entahlah, mungkin se
Kaluna mengusap keringat yang terus mengalir di keningnya, sudah hampir satu jam ia menggosok kompor yang ada di hadapannya. Selama itu pula pikiran Kaluna berkelana ke sana kemari, mencoba mencari jalan keluar dari situasi hidupnya saat ini dan mencoba untuk menenangkan dirinya.Rasa lelah akibat bekerja di tambah rasa lelah karena pikiran membuat tubuh Kaluna lelah bukan main tapi, Kaluna menolak untuk diam tanpa mengerjakan sesuatu. Dia harus bergerak kalau dia diam yang ada dia akan kembali menangis."Lun ... woi, Lun."Kaluna mengabaikan seseorang yang memanggilnya di belakang, ia terus menggosok kompor seolah menggosok kompor itu adalah pekerjaan paling mulia di muka bumi. "Kaluna, hei ... Kaluna." Hening ...."Kaluna! Woi, budek lo, yeh?" "Apa?" tanya Kaluna judes sambil menolehkan kepalanya melewati bahu dan mendapati Okhe yang sedang berkacak pinggang di belakangnya. Dengan enggan Kaluna melemparkan sikatnya ke atas kompor, "Apa? Ih ... tadi aja manggil-manggil, sekarang u
"Kaluna ... Kaluna."Suara panggilan Emma membuat Kaluna mempercepat acara dandannya. Saat ini ia sedang berusaha untuk menyamarkan mata bengkaknya akibat menangis semalaman karena sadar kalau Jonathan sudah berusaha untuk mengabaikan dirinya. Perih."Kaluna.""Iya, Bu ... sebentar Kaluna lagi dandan ini, kan kemarin Kaluna udah bilang kalau Kaluna nggak kerja tapi mau pergi," sahut Kaluna sambil menepuk sponge bedak ke bagian bawah matanya. Sebuah sentuhan akhir yang membuat Kaluna tidak terlalu terlihat seperti zombie."Ya ampun, Kaluna lama bener sih," ucap Emma lagi dari arah dapur.Kaluna dengan cepat mengambil tas dan jaketnya, "Iya ... iya," sahut Kaluna."Apa sih Ibu ini? Ngapain manggil-manggil? Aku kan juga nggak kerja hari ini, aku bilang aku mau pergi jadi nggak usah di buru-buru," keluh Kaluna sambil terus berjalan hingga sampai ke ruang tamu karena ternyata sumber suara Emma bukan dari dapur tapi dari ruang tamu.Saat ia sampai di ruang tamu langkahnya terhenti saat meli
"Yang, Ayang ...." Jonathan berdebar dan waswas saat Kaluna menangis dan makin kalut saat tubuhnya ditarik oleh Kaluna lalu wanita itu langsung membenamkan wajahnya ke dada Jonathan.Jonathan merasakan air mata Kaluna yang membasahi dadanya, tanpa sadar dengan tangan bergetar Jonathan mengelus pucuk rambut Kaluna. Sial apakah Kaluna terkena HIV? Padahal dirinya sudah berusaha untuk tidak menularkan gadis itu dengan berbagai macam cara dari mulai menggunakan pengaman hingga menjaga kebersihan dirinya sendiri. "Yang, maaf ... maaf kalau aku," bisik Jonathan sambil mengecupi pucuk rambut Kaluna dan ia sama sekali tidak peduli dengan tatapan julid ibu-ibu di seberang sana karena mengecupi Kaluna. Kaluna melepaskan pelukkannya dan mengusap hidungnya sambil berbisik pelan, "Ngapain minta maaf, kamu nggak punya salah apa-apa kok. Ini udah takdir aku," bisik Kaluna sambil meremas kertas di tangannya. Mendengar perkataan Kaluna yang sangat pasrah dan legowo makin mencabik perasaan Jonathan,
Kaluna menatap Jonathan takut-takut sambil menyuapkan makanannya, mereka saat ini sedang makan di salah satu restoran di dalam mall yang terkenal di Jakarta. Saat ini Jonathan sedang memandang Kaluna dengan tatapan yang tidak bisa Kaluna gambarkan, ia bingung apa yang Jonathan rasakan saat ini. Apakah rasa benci, sayang, kesal, atau apa? Apa yang lelaki itu rasakan? Kaluna mencoba untuk menebaknya dengan cara mengobservasi Jonathan namun tidak bisa Kaluna baca sama sekali. "Kamu kenapa liatin aku kaya gitu?" tanya Kaluna sambil menyuapkan makanannya.Sorot mata Jonathan melihat dari atas ke bawah lalu berkata pelan, "Lama.""Lama maksudnya?" tanya Kaluna sambil mengambil minum."Makan kamu lama, abis waktu aku nungguin kamu, Lun. Kamu emang kaya gini, yah. Selalu membuang-buang waktu," bisik Jonathan sambil melipat kedua tangannya dan melihat ke arah luar jendela. "Kamu biasanya nggak marah kalau aku makan lama," protes Kaluna sambil mempercepat makannya karena ia tidak mau mendeng
Sekali lagi Jonathan menahan tawanya melihat raut wajah Kaluna yang terlihat marah dan kesal karena kelakuannya. “Kamar mandi di sana,” ucap Jonathan datar dan langsung mendapat tatapan julid Kaluna.“Bagus, Mbak … cocok buat Mbaknya, apalagi itu huruf J-nya nyamping jadi terlihat elegant karena ada berliannya juga, Mbak,” ucap pegawai toko sambil menunjuk leher Kaluna.Kaluna tanpa sadar menyentuh lehernya, “J? Kenapa harus huruf J?”“Bagus, biar kamu inget pernah punya mantan menyebalkan yang namanya berawalan huruf J,” jawab Jonathan santai sambil menyerahkan kartu debitnya ke pegawai toko, “saya ambil dan langsung di pakai.”“Jo, aku nggak butuh ini. Ini ….” Kaluna mengambil tulisan kecil yang menunjukkan harga kalungnya, “ini mahal, Jo!”“Nggak papa, biar kamu kenang aku.”“Kamu masih hidup kenapa harus dikenang?” tanya Kaluna kesal sambil berusaha membuka kalung yang Jonathan kasih.“Umur nggak ada yang tahu dan lagi aku juga penyakitan, kan,” ucap Jonathan santai sambil menangk
Kring ... kring ... kring ....Suara telepon membuat Raka terbangun dari tidurnya, tangannya mencoba menggapai-gapai ponsel yang ada di samping ranjang. Dengan malas-malasan ia melihat siapa yang meneleponnya sekaligus untuk melihat jam berapa ini."Jonathan? Ngapain itu manusia nelepon jam empat subuh?" tanya Raka sambil mematikan sambungan telepon dan kembali tidur. Ngantuk.Kring ... kring ... kring ....Lagi-lagi ponselnya berbunyi dan mau tidak mah Raka kembali melihat siapa yang meneleponnya, "Apa sih?" Dengan engan ia mengangkat telepon Jonathan, "Apa? Kenapa?" tanya Raka dengan kondisi setengah sadar. Ia baru tidur jam 1 subuh karena mengurusi bisnisnya, matanya seolah ditempel lem korea hingga susah untuk dibuka:"Rencana lo gagal.""Hah?" tanya Raka sambil mengubah posisinya dengan mata yang masih tertutup, "rencana apaan? Emang kita rencanain apaan?"Raka yang masih belum sepenuhnya sadar hanya bisa berguman, "Jo, kita ngobrol besok aja, yah. Sumpah aku ngantuk banget ini.