Kaluna menatap Jonathan takut-takut sambil menyuapkan makanannya, mereka saat ini sedang makan di salah satu restoran di dalam mall yang terkenal di Jakarta. Saat ini Jonathan sedang memandang Kaluna dengan tatapan yang tidak bisa Kaluna gambarkan, ia bingung apa yang Jonathan rasakan saat ini. Apakah rasa benci, sayang, kesal, atau apa? Apa yang lelaki itu rasakan? Kaluna mencoba untuk menebaknya dengan cara mengobservasi Jonathan namun tidak bisa Kaluna baca sama sekali. "Kamu kenapa liatin aku kaya gitu?" tanya Kaluna sambil menyuapkan makanannya.Sorot mata Jonathan melihat dari atas ke bawah lalu berkata pelan, "Lama.""Lama maksudnya?" tanya Kaluna sambil mengambil minum."Makan kamu lama, abis waktu aku nungguin kamu, Lun. Kamu emang kaya gini, yah. Selalu membuang-buang waktu," bisik Jonathan sambil melipat kedua tangannya dan melihat ke arah luar jendela. "Kamu biasanya nggak marah kalau aku makan lama," protes Kaluna sambil mempercepat makannya karena ia tidak mau mendeng
Sekali lagi Jonathan menahan tawanya melihat raut wajah Kaluna yang terlihat marah dan kesal karena kelakuannya. “Kamar mandi di sana,” ucap Jonathan datar dan langsung mendapat tatapan julid Kaluna.“Bagus, Mbak … cocok buat Mbaknya, apalagi itu huruf J-nya nyamping jadi terlihat elegant karena ada berliannya juga, Mbak,” ucap pegawai toko sambil menunjuk leher Kaluna.Kaluna tanpa sadar menyentuh lehernya, “J? Kenapa harus huruf J?”“Bagus, biar kamu inget pernah punya mantan menyebalkan yang namanya berawalan huruf J,” jawab Jonathan santai sambil menyerahkan kartu debitnya ke pegawai toko, “saya ambil dan langsung di pakai.”“Jo, aku nggak butuh ini. Ini ….” Kaluna mengambil tulisan kecil yang menunjukkan harga kalungnya, “ini mahal, Jo!”“Nggak papa, biar kamu kenang aku.”“Kamu masih hidup kenapa harus dikenang?” tanya Kaluna kesal sambil berusaha membuka kalung yang Jonathan kasih.“Umur nggak ada yang tahu dan lagi aku juga penyakitan, kan,” ucap Jonathan santai sambil menangk
Kring ... kring ... kring ....Suara telepon membuat Raka terbangun dari tidurnya, tangannya mencoba menggapai-gapai ponsel yang ada di samping ranjang. Dengan malas-malasan ia melihat siapa yang meneleponnya sekaligus untuk melihat jam berapa ini."Jonathan? Ngapain itu manusia nelepon jam empat subuh?" tanya Raka sambil mematikan sambungan telepon dan kembali tidur. Ngantuk.Kring ... kring ... kring ....Lagi-lagi ponselnya berbunyi dan mau tidak mah Raka kembali melihat siapa yang meneleponnya, "Apa sih?" Dengan engan ia mengangkat telepon Jonathan, "Apa? Kenapa?" tanya Raka dengan kondisi setengah sadar. Ia baru tidur jam 1 subuh karena mengurusi bisnisnya, matanya seolah ditempel lem korea hingga susah untuk dibuka:"Rencana lo gagal.""Hah?" tanya Raka sambil mengubah posisinya dengan mata yang masih tertutup, "rencana apaan? Emang kita rencanain apaan?"Raka yang masih belum sepenuhnya sadar hanya bisa berguman, "Jo, kita ngobrol besok aja, yah. Sumpah aku ngantuk banget ini.
Kaluna melihat surat hasil tes HIV-nya dengan mata yang perih dan bengkak akibat menangis semalaman. Ia hanya meringkuk di ranjang tidak bergerak sama sekali, tubuhnya terasa sakit bila digerakkan dan tenggorokkannya terasa sakit karena hampir setiap malam Kaluna menangis dan puncaknya hari ini Kaluna menangis hingga menjerit dibalik bantalnya akibat perkataan Jonathan yang biasa saja namun sangat menyayat hatinya. Ternyata sebegini sakitnya diputusi oleh orang yang sangat ia cintai dan sayangi, pantas saja Jonathan kemarin semarah itu saat ia meminta putus. Rasanya sangat pedih dan sesak, saat ini Kaluna bersumpah akan selalu menjaga perasaannya dan memikirkan baik juga buruknya semua kalimat yang keluar dari bibirnya.Ia tidak mau lagi menyakiti hati siapa pun yang ia kenal karena kelancangan mulutnya, benar kata orang mulutmu harimaumu. Kaluna kembali memejamkan matanya sambil mengingat perkataan dan kelakuan apa saja yang ia berikan pada Jonathan. Tubuhnya bergidik saat menyadari
"Jangan mati! Jangan tinggalkan aku!""Cari anak saya, cari!""Saya mau ketemu penanggung jawabnya! Saya mau meminta pertanggung jawaban!" "Suami saya, Ya Allah suami saya." Wajah Kaluna makin pias setiap ia melangkahkan kakinya memasuki bandara, napasnya sesak dan tangannya terasa dingin walau dalam genggaman tangan Raka. Sepanjang jalan dari Moon ke Bandara Cengkareng Kaluna menangis terus menerus seperti orang gila.Berkali-kali Raka menghentikan mobil dan mencoba menenangkan Kaluna namun semua kata-kata, bujukan bahkan sentuhan Raka terasa tak berarti bagi Kaluna. Kaluna terus menangis histeris dan memanggil Jonathan seperti orang kurang waras.Rasa bersalah dan menyesal benar-benar menyelimuti Kaluna saat ini. Ia bersalah karena sudah memandang jijik pada Jonathan, ia bersalah karena sudah ketakutan pada Jonathan padahal pria itu sudah sangat mencintai dirinya tanpa pamrih. Jonathan selalu ada bersama dengan dirinya di saat titik terendahnya. Sedangkan Kaluna dengan egois dan m
"Astaga ....""Kamu kenapa, Lun?" tanya seorang wanita yang mengenakan seragam pramugari yang menatapnya dengan tatapan bingung, "kamu kenapa sampai nangis gini?" Kaluna berdiri dan langsung memeluk wanita itu dengan erat, ia tidak peduli kalau air matanya bisa membasahi pakaian seragam pramugari yang wanita itu kenakan, "Joya! Joya tolong ... tolong," isak Kaluna sambil mengeratkan pelukkannya.Joya yang kaget dengan cepat memeluk Kaluna sambil melihat lelaki yang tadi memeluk Kaluna, "Kamu kenapa? Jangan bilang ada kenalan kamu yang ada di pesawat." Joya menolak untuk menyebutkan kalau pesawat itu jatuh, rasanya miris dan tidak elok rasanya menyatakan itu. "Iya, aku ... ada, ada yang di pesawat," isak Kaluna lebih keras sambil melepaskan pelukannya dan mengusap air mata yang masih setia menemani dirinya. "Siapa? Kamu udah dapet info?" tanya Joya ingin membantu walaupun maskapai yang kecelakan bukan maskapainya tapi, setidaknya dia bisa sedikit membantu untuk masuk ke tempat khusu
“Yang … Ayang … Yang ….”Sayup-sayup Kaluna mendengar suara yang memanggil dirinya, sebuah suara yang sangat iya rindu dan damba. Dengan sekuat tenaga Kaluna mencoba membuka kedua kelopak matanya namun rasanya sangat berat, seolah kelopak matanya menempel dan sulit untuk dilepaskan.“Yang … Yang ….”Kaluna mencoba menggerakkan badannya dan membuka kelopak mata, tapi, semua itu terasa sangat sulit dan makin berat. Kaluna merasakan ada berpuluh-puluh ton batu yang menimpa dirinya hingga ia kesulitan menggerakkan tubuhnya walau hanya sedikit.Dalam ketakutan dan kepanikan Kaluna terus mencoba menggerakkan badannya, ia berjuang menggoyangkan badannya namun, lagi-lagi ia hanya merasakan tubuhnya seolah diikat seerat mungkin diranjang hingga tidak bisa lagi ia gerakkan sama sekali. “Lepas! Tolong! Siapa pun,” pekik Kaluna di dalam hati sambil terus meronta-ronta namun semuanya nihil. Dirinya sama sekali tidak bisa menggerakkan badannya, tubuhnya benar-benar terbelenggu dan suaranya seolah
"Jonathan?!" pekik Kaluna bingung sambil mendekatkan jemarinya ke wajah Jonathan lalu menangkupnya."Iya, Yang ... ini aku, kamu udah bangun?" tanya Jonathan sambil tersenyum, kedua lengan kokoh Jonathan memeluk tubub Kaluna seolah ingin melindungi gadis itu agar tidak kembali berteriak-teriak sambil menangis. "Ini aku, aku ada ... jangan teriak-teriak lagi."Kaluna menepuk pipi Jonathan pelan beberapa kali seolah ingin memastikan bahwa Jonathan yang ada di hadapannya itu benar-benar Jonathan bukan Jonathan jejadian yang ada di dalam mimpinya. "Yang ... ini aku," bisik Jonathan pelan.Plak!Semua orang di sana hanya bisa menahan napasnya dan menelan ludah saat melihat Kaluna menampar keras pipi Jonathan. "Ayang!" seri Jonathan kaget saat ditampar sangat keras oleh Kaluna. "Sakit, Jo?" tanya Kaluna polos seraya memperhatikan Jonathan secara seksama."Sakit! Ini sakit, Yang ... kamu kenapa tiba-tiba nampar aku? Aku salah apa?" tanya Jonathan sambil mengelus pipinya yang terasa pedih