'Tadi hanya mimpi?' batinnya, masih bergejolak hebat dalam sana. Kenapa rasanya seperti nyata?! Bahkan … rasa sakit itu masih terasa jelas di dalam sana.
**Karena Kaesar tak kunjung membuka pintu, Zira inisiatif untuk masuk begitu saja dalam kamar sang suami. Untungnya tak dikunci oleh Kaesar."Pantas saja, orangnya tidur," monolog Zira, berkacak pinggang sembari menatap ke arah tanjang–di mana Kaesar tertidur dengan posisi menyamping, membelakangi pintu.Sejujurnya Zira enggan bertemu dengan suaminya, karena insiden memalukan tadi siang. Tetapi, dia terpaksa! Mommynya menyuruh Zira memanggil Kaesar untuk makan malam bersama."Kak Kaesar, makan malam yuk," ajak Zira, berdiri tak jauh dari ranjang Kaesar.Tidak ada pergerakan! Padahal biasanya Kaesar sangat mudah untuk dibangunkan."Kak Kae …-" Zira membalik paksa tubuh Kaesar, sekaligus untuk membangunkan Kaesar. Namun alangkah terkejutnya dia ketika melihat wajah"Tu--Tuan Reigha akan marah besar jika dia tahu kamu berbuat hal keji padaku. A--aku sudah menjadi bagian dari kalian, Tuan Reigha menjadikanku pelatih untuk Zira. Aku--aku orang pilihan Tuan Reigha. Kamu bisa celaka kalau tetap nekat." Asta berkata dengan nada bergetar, menatap Razie dengan raut muka pucat pias. Senyuman di bibirnya seketika muncul, merasa jika dia telah berhasil mempengaruhi Razie. Ucapannya berhasil membuat pemuda berusia delapan belas tahun itu bungkam, cemas dan sepertinya juga takut. "Lebih baik lepaskan aku karena bagaimanapun aku dan Tuan Reigha telah melakukan perjanjian. Aku mengajari Zira menjadi model, dan sebagai imbalannya …-""Hahahaha …." Ucapan Asta berhenti, disebabkan oleh tawa mengerikan yang keluar dari mulut Razie. Menyeramkan ditengah hutan yang berselimut malam dingin. Asta kembali terguncang, gemetar ketakutan dan menggigil. Tawa pemuda ini sangat horor, seperti psychopath! "Tetapi Tuan Reigha yang sangat kau banggakan yang memerintahkan
"Apa?" ucapnya pelan dan berat, mengulurkan tangan untuk mengusap surai lembut istrinya secara ringan. Zira buru-buru turun dari ranjang, berlari memutari tempat tidur–mengambil sesuatu dalam laci meja nakas kemudian menyerahkannya pada Kaesar. Kaesar menatap sebuah kartu pemberian Zira, menoleh sejenak pada perempuan itu–menatap Zira dengan sebelah alis terangkat, tersenyum begitu lembut pada Zira. Kaesar membuka kartu ucapan tersebut, sebuah kue kertas serta kalimat ucapan selamat ulang tahun muncul saat dia membuka lebar kertas. "Selamat ulang tahun, Kak Kae," ucap Zira dengan riang, bertepuk tangan secara antusias namun pelan karena sudah malam. Senyuman Zira lebar, begitu cantik dan indah. Kaesar ikut tersenyum, menatap kartu ucapan dari istrinya secara intens kemudian beralih menatap Zira. Dia mengulurkan tangan ke atas pucuk kepala Zira, mengacak surai istrinya gemas. "Terimakasih, Ma Zi," ucapnya lembut dan hangat, terus menatap Zira dengan sorot yang begitu dalam. Yah,
"Semoga betah dengan lelaki tua ini, Darling," tambahnya, berkata serak, berat dan rendah. Nada yang sangat seksi di pendengaran Zira, membuat tubuh perempuan delapan belas tahun tersebut menegang serta merinding secara bersamaan. "Tapi … betah tidak betah, selamanya kau akan terperangkap dengan lelaki tua ini." Kaesar berdiri dari ranjang, "aku akan mandi. Setelah itu … kau bisa memberikan kado keduamu padaku. Jangan tidur!" peringat Kaesar, cukup dingin tetapi dengan tatapan menyorot penuh hasrat. Dia mengacak pucuk kepala Zira lalu segera beranjak dari sana. "Hah? Kado kedua?" gumam Zira, menggaruk pipi karena bingung. Namun tiba-tiba remaja delapan belas tahun tersebut mendadak tersenyum cerah ketika mengingat ucapan Kaesar padanya--tadi. 'Semoga betah dengan lelaki tua ini, Darling.' "Aaaargk …." Zira menjerit tertahan, membanting tubuh ke atas ranjang lalu berguling-guling ke setiap sudut kasur. Salah tingkah secara brutal! Zira bertingkah seperti itu sampai suaminya kelua
"Ufttttt …." Para bodyguard menekan mulut dengan tangan–membekap mulut secara kuat agar suara tawa mereka tak meledak. "Jangan ada yang tertawa," dingin Kaesar, seketika mengubah suasana menjadi dingin dan menegangkan. Para bodyguard mendadak diam pucat dan tegang, tak jauh berbeda dengan Zira yang buru-buru masuk dalam mobil. Tatapan Kaesar padanya … sangat menyeramkan! ***Zira begitu senang karena dirinya memenangkan kompetisi Queen dan King kampus. Dia semakin senang karena Razie datang khusus untuk memberikannya bunga. Sayangnya Razie hanya sebentar karena adiknya tersebut segera berangkat ke bandara–Razie akan kembali ke Paris, begitu juga dengan orang tua Zira. Setelah acara selesai tiba-tiba saja Kaesar membawanya pulang. Harusnya tak ada yang aneh, karena hanya pulang. Namun, ini terkesan aneh karena Kaesar menyuruhnya mengemasi pakaian dalam koper. "Kita memangnya ingin ke mana, Kak?" tanya Zira, mengerjab beberapa kali sembari menatap Kaesar bingung. Karena Zira menola
"Kakek, aku tidak ingin mereka tahu mengenai Zira. Aku sudah berjanji pada Tuan Reigha untuk menjaga Zira dengan baik. Sedangkan mereka …." Kaesar menatap sendu ke arah sang Kakek, ada luka yang ia di sembunyikan lewat tatapan tersebut, "mereka bisa mencelakai istriku.""Tenang saja, Cucuku sayang. Kakek selamanya berpihak padamu." Axen tersenyum lembut dan hangat, menatap penuh kasih sayang pada Kaesar. Cucunya ini adalah satu-satunya cintanya yang tersisa. Istrinya telah tiada tujuh tahun yang lalu, anaknya--Ayah Kaesar, bukanlah anak yang berbakti. Dia hanya punya Kaesar! "Tapi Kakek penasaran, bagaimana bisa Tuan Reigha menikahkan putrinya yang masih muda denganmu? Apa Tuan Reigha tidak menyayangi putrinya?" "Tuan Reigha sangat menyayangi Zira, Kek." Kaesar tersenyum tipis, "hanya saja, Zira cukup bandel. Tuan terpaksa menikahkannya denganku karena Zira enggan ikut ke Paris dan tidak suka berada di mansion utama keluarga Azam.""Tetapi …." Axen mengelus dagu, seperti berpikir ke
Ceklek'Tiba-tiba saja pintu terbuka, memperlihatkan suaminya di sana. Zira berlari kecil ke arah ranjang, langsung berbaring dan segera tutup mata. Tadi Kaesar menyuruhnya untuk istirahat, sialnya dia malah kedapatan bermain–menari konyol di depan cermin. Jangan sampai Kaesar memarahinya! "Kenapa tidak istirahat, Ma Zi?" tanya Kaesar, bersedekap di dada sembari menatap sang istri yang berbaring di ranjang–lebih tepatnya berpura-pura tidur. Zira membuka mata, menyengir lebar ke arah Kaesar. "Aku tidak bisa tidur jika tidak dipeluk oleh seorang pangeran," ucapnya dengan memasang ekspresi yang dibuat imut. Bukan berniat genit pada sang suami, tetapi Zira hanya ingin menggoda Kaesar yang ternyata berdarah bangsawan. "Kau mau dipeluk seperti apa, Humm?" Kaesar menatap Zira, membuka tuxedo yang melekat di tubuh lalu beralih membuka atribut lainnya. Namun, tak sekalipun tatapannya lepas dari sosok Zira yang sudah terlihat gelisah di tempat. Zira meneguk saliva secara kasar, buru-buru du
"Dia memberitahumu?"Zira tersenyum simpul, sebisa mungkin bersikap anggun dan sopan. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mendapatkan hati keluarga suaminya. Dia tidak boleh sampai cacat; dengan memperlihatkan sikap konyol serta ke randomannya. "Om dan Kak Kaesar memiliki kemiripan," jawab Zira lembut dan halus, nada yang sopan dan cukup anggun. Namun, tiba-tiba saja tangannya dicengkeram kuat oleh Kaesar–membuat Zira mendongak ke arah pria itu, menatap aneh serta keheranan. Raut muka Kaesar mendadak sangat dingin dan begitu flat, sorot mata berubah tajam serta memperlihatkan kemarahan. 'Apa aku melakukan kesalahan?' batin Zira, meneguk saliva secara susah payah. Apa jangan-jangan Kaesar tidak suka disebut mirip dengan ayahnya? Ta--tapi kenapa?"Ouh, kami memang mirip," remeh pria tua itu, melirik Kaesar sejenak kemudian mempersilahkan Zira serta Kaesar untuk duduk. "Sebelum makan malam, bisahkah kau memperkenalkan diri?" ucap seorang wanita berbeda. Dia duduk di sebela
"Ayahnya memilih meninggalkan Kaesar dan ibunya, demi hidup bersama wanita yang dia cintai.""Ibu yang tadi, Kakek?" tanya Zira, di mana saat ini dia masih di ruang santai–muka masih penuh dengan bedak. Setelah bermain game dengan sang kakek, Zira lanjut bercerita-cerita dengan sang kakek, membahas suaminya. "Bukan." Axen menggelengkan kepala, "itu istri ketiga ayah Kaesar. Istri pertamanya ibu kandung Kaesar, lalu menceraikannya dan menikah dengan wanita yang dia cintai–bernama Parita. Lalu menikah lagi dengan adiknya Parita setelah Parita meninggal delapan tahun yang lalu." "Oh, begitu." Zira memangut-mangut pelan. Jika Parita adalah istri kedua ayah mertuanya, lalu kenapa mereka menghasilkan anak yang lebih tua dari Kaesar? Yah, pria di meja makan yang tak dia kenali tadi adalah kakak suaminya, lebih tua dua tahun dari Kaesar. "Tapi … kenapa Kak Kaesar punya Kakak dari pernikahan ayah dan ibunya yang kedua? Harusnya kan adik?""Dulu Parita dan Diego adalah sepasang kekasih. Tetap