Deg deg deg'"Kak Kaesar …," ucap Zira pelan dan rendah, mendongak dengan menatap penuh segala kerinduan pada sosok di hadapannya. Mata Zira perlahan membulat, pupilnya membesar dan bibirnya mulai membentuk sebuah sabit indah. Bug'Zira langsung berhambur ke pelukan Kaesar, memeluk suaminya tersebut secara erat–tak ingin melepasnya karena Zira takut Kaesar hilang. "Ah, My Little Wife," respon Kaesar sembari terkekeh pelan, mendekap istrinya tak kalah erat. Sama! Kaesar juga merindukan istrinya. Satu tahun tidak bertemu dengannya, membuat hatinya sangat resah dan sedikit takut. Zira-nya semakin cantik, semakin indah dan penuh pesona. Banyak pria yang tertarik pada istrinya ini. Sial! Kaesar rasanya ingin melenyapkan mereka semua. "Aku sangat merindukan Kak Kaesar," cicit Zira serak dan rendah, menduselkan wajah di dada bidang suaminya. Dia mendongak dengan raut muka sendu. "Kenapa Kakak menghilang begitu lama? Apa … cintanya pudar?" parau-nya, nada kecil dan hampir tak terdengar
Zira mengamati tubuh suaminya secara teliti. Raut muka Zira bukan yang genit, dia tidak sedang sarapan dengan tubuh sang suami; dia mengamatinya karena mengkhawatirkan Kaesar. Tadi malam, ketika mereka melakukan hubungan suami istri, Zira tanpa sengaja meraba sebuah bekas jahitan panjang di punggung suaminya. Zira baru ingat sekarang, dan dia ingin melihatnya. Zira sudah selesai mengenakan pakaian, dibantu oleh Kaesar. Sekarang giliran suaminya yang ingin berpakaian. Zira berdiri dari tempat duduk, meraih sebuah kaos hitam kemudian menyerahkannya pada Kaesar. "Kak Kae tidak akan ke kantor kan hari ini?" tanya Zira, tiba-tiba meraih baju hitam tersebut kembali; membuat Kaesar sempat bingung. Zira memberikannya tetapi malah mengambilnya lagi. Aneh! Namun, keanehan tersebut berubah menjadi hal yang manis. Zira tiba-tiba menggiring Kaesar untuk duduk, setelah itu membantu sang suami memasang baju. "Ini bekas luka apa, Kak?" tanya Zira, sudah berada di belakang Kaesar–tidak menurun
Ketika dia yang menyuruh, rasanya biasa saja. Tetapi saat Zira mengambil alih dengan inisiatif sendiri, rasanya berbeda. Ber-damage! Tok tok tok Tiba-tiba saja pintu di ketuk, disusul oleh suara istrinya yang bernada khawatir. "Mas Kaesar nggak apa-apa kan di dalam? Mas …."Ceklek' Pintu terbuka, memperlihatkan Kaesar dengan raut muka flat. Syukurlah, dia jago mengatur ekspresi. "Aku baik-baik saja, Darling. Hanya sedikit darurat," jawab Kaesar sembari senyum manis, mengusap pucuk kepala Zira penuh kasih sayang, "ah, sudah waktunya kita berkembang biak," ucap Kaesar, sudah menggendong Zira dan membawanya ke arah ranjang. "Hah?" Zira awalnya bengong, tidak paham maksud suaminya. Namun setelah paham, dia terkekeh sendiri–merasa lucu dengan ucapan suaminya.Kaesar membaringkan Zira ke atas ranjang. Shit, dia semakin bersemangat karena kekehan geli Zira, sangat merdu dan sopan di pendengaran. "Dulu, aku mencuri banyak hal untuk bisa menyentuhmu, Ma Zi. Kau sangat ilegal! Tetapi sek
Dengan langkah gemetaran, Zira memasuki ruangan raksasa milik big bos-nya. Jantungnya tak berhenti berdetak dalam sana, sangat takut sekaligus mengkhawatirkan kemungkinan yang terjadi padanya. Deg'Jantung Zira rasanya hampir jatuh dari tempat saat matanya tak sengaja bersinggungan dengan sebuah gaun pernikahan yang mewah nan indah, ada dalam ruangan ini. Bukan hanya itu, sebuah meja penuh dengan kotak perhiasan. 'Aku kira Anna hanya menakut-nakutiku. Tetapi ucapan Anna memang benar,' batin Zira, berhenti tepat di depan seorang pria dingin dengan aura pekat mengerikan–duduk di sebuah sopa, begitu bossy serta arogan. Seperti biasa, pria itu masih mengenakan topeng. "A--ada apa Mr.X memanggilku kemari?" tanya Zira, berusaha santai meskipun nadanya terdengar gemetar. 'Aku baru kembali, Nona Zira. Apa kau tidak ingin memberikan sambutan selamat datang untukku?' Zira membaca ucapan yang ingin pria ini sampaikan padanya di sebuah tablet. Sama seperti sebelumnya, Big bos-nya ini masih
"Maaf, Ma Zira. Maaf …," ucap Kaesar, memeluk tubuh mungil istrinya. Beberapa kali dia mendaratkan kecupan ringan pada pucuk kepala Zira, memberikan kenyamanan untuk istrinya tersebut. "Ke--kenapa?" Suara Zira terbata-bata, rasanya dia sulit mengucapkan kata yang sempurna. Ini mengejutkan sekaligus menohok untuknya. Selama ini suaminya ada di dekatnya, tetapi Zira sama sekali tak merasakan kehadirannya. Lebih parah, dia menaruh kebencian pada pria ini. Zira sempat mengata-ngatainya juga!"Katakan. Kenapa Mas Kae melakukan ini-- menyamar jadi orang lain dan … Mas lumpuh?" cicit Zira di ujung kalimat, tercekik di tenggorokan karena tak sanggup mengatakan bagian itu. Kaesar mengganggukkan kepala. "Duduklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya," ucap Kaesar selanjutnya, mendudukkan Zira pada sebuah kursi yang tersedia di walk in closet. Kaesar juga mengambil tempat duduk di depan Zira. Bedanya dia duduk di lantai dengan kaki bersila dan punggung tegap. Jujur saja Zira tak enak meliha
"Tapi aku tidak peduli, Mas!" Zira berucap cepat, "menjadi populer dan banyak dipuja oleh orang lain, itu bukan tujuan utamaku. Tujuanku … itu hidup dengan Mas Kaesar," tambahnya. Kaesar menaikkan sebelah alis, lalu tersenyum dengan misterius di bibir. Cup'Tiba-tiba saja dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Zira. Kebetulan jarak wajah keduanya begitu dekat–Kaesar punya peluang untuk meraup bibir ranum tersebut. "Itu artinya aku bisa memintamu berhenti menggeluti dunia itu?" ucap Kaesar, menarik pinggang Zira–memindahkan perempuan itu ke atas pangkuannya. Zira menatap cukup tak percaya pada Kaesar, dia kemudian mengerutkan kening–menatap intens pada sang suami. "Kenapa?" jawab Zira, cukup canggung dan tersipu malu karena dia duduk di pangkuan sang suami. Zira masih belum sepenuhnya berubah. Meskipun sekarang dia lebih berani, tetapi dia tetap Zira yang mudah blushing jika menerima perlakuan-perlakuan manis dari Kaesar. Seperti saat ini, di mana Kaesar mendudukkannya di atas pa
"APA?!" Anna menjerit terkejut, melototkan mata tak percaya ke arah Zira. Orang-orang memperhatikan mereka karena suara jeritannya tersebut tetapi Anna tidak peduli. Dia mencengkeram pundak Zira lalu menatap serius pada sahabatnya itu. "Aku tahu kamu putus asa karena Pak Kae menghilang. Tetapi bukan begini caranya, Ra, me--menerima tawaran Mr.X untuk menikah denganmu. Kamu tahu kan rumor mengenai Mr.X yang … aliran sesat, persugihan, penganut ilmu hitam, mengincar wanita cantik untuk tumbal. Ada juga issue yang mengatakan jika sebenarnya Mr.X adalah vampire terakhir di dunia, makanya Mr.X tak pernah terlihat di bawah terik matahari, menggunakan kursi roda, dan selalu menebarkan jas jubah. Mr.X sengaja menutupi wajahnya dengan topeng karena ada yang mengatakan jika wajahnya pernah ditemukan di koran kuno–jaman Albert Einstein. Identitasnya sebagai kaum immortal terancam jika Mr.X membuka topeng.""Aku pernah mendengar semuanya," jawab Zira malas, bersedekap di dada sembari memutar b
Pada akhirnya tanpa mengatakan apa-apa Razie meninggalkan tempat tersebut. Sejujurnya ada kemarahan besar dalam diri, tetapi tertahan karena ada Kaesar di sana. Dia khawatir Kaesar salah padam akibat ucapan si biadab itu. Kaesar menoleh ke arah pria yang menjadi teman Razie bertengkar tersebut. Dia melayangkan tatapan tajam, mengeluarkan aura membunuh yang kentara. "Semoga hidup bertahan sampai besok," dinginnya, ikut beranjak dari sana. Tadinya Kaesar ingin mencari istrinya, lalu tanpa sengaja dia melewati ruangan ini–mendengar ucapan menyelene salah satu sepupu istrinya. Dia saja cukup tersinggung mendengarnya, apalagi Razie. Mungkin Razie saat itu sudah ingin merobek mulut pria tadi. Kaesar melangkah buru-buru, mengikuti kemana arah Razie melangkah. "Mereka hanya iri padamu, hidupmu terlalu sempurna, Dude."Kaesar memperhatikan dari belakang, menatap dua pria yang berjalan di depannya secara saksama. Salah satu pria itu merangkul pundak si pria paling tinggi, di mana pria ya