Dengan langkah gemetaran, Zira memasuki ruangan raksasa milik big bos-nya. Jantungnya tak berhenti berdetak dalam sana, sangat takut sekaligus mengkhawatirkan kemungkinan yang terjadi padanya. Deg'Jantung Zira rasanya hampir jatuh dari tempat saat matanya tak sengaja bersinggungan dengan sebuah gaun pernikahan yang mewah nan indah, ada dalam ruangan ini. Bukan hanya itu, sebuah meja penuh dengan kotak perhiasan. 'Aku kira Anna hanya menakut-nakutiku. Tetapi ucapan Anna memang benar,' batin Zira, berhenti tepat di depan seorang pria dingin dengan aura pekat mengerikan–duduk di sebuah sopa, begitu bossy serta arogan. Seperti biasa, pria itu masih mengenakan topeng. "A--ada apa Mr.X memanggilku kemari?" tanya Zira, berusaha santai meskipun nadanya terdengar gemetar. 'Aku baru kembali, Nona Zira. Apa kau tidak ingin memberikan sambutan selamat datang untukku?' Zira membaca ucapan yang ingin pria ini sampaikan padanya di sebuah tablet. Sama seperti sebelumnya, Big bos-nya ini masih
"Maaf, Ma Zira. Maaf …," ucap Kaesar, memeluk tubuh mungil istrinya. Beberapa kali dia mendaratkan kecupan ringan pada pucuk kepala Zira, memberikan kenyamanan untuk istrinya tersebut. "Ke--kenapa?" Suara Zira terbata-bata, rasanya dia sulit mengucapkan kata yang sempurna. Ini mengejutkan sekaligus menohok untuknya. Selama ini suaminya ada di dekatnya, tetapi Zira sama sekali tak merasakan kehadirannya. Lebih parah, dia menaruh kebencian pada pria ini. Zira sempat mengata-ngatainya juga!"Katakan. Kenapa Mas Kae melakukan ini-- menyamar jadi orang lain dan … Mas lumpuh?" cicit Zira di ujung kalimat, tercekik di tenggorokan karena tak sanggup mengatakan bagian itu. Kaesar mengganggukkan kepala. "Duduklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya," ucap Kaesar selanjutnya, mendudukkan Zira pada sebuah kursi yang tersedia di walk in closet. Kaesar juga mengambil tempat duduk di depan Zira. Bedanya dia duduk di lantai dengan kaki bersila dan punggung tegap. Jujur saja Zira tak enak meliha
"Tapi aku tidak peduli, Mas!" Zira berucap cepat, "menjadi populer dan banyak dipuja oleh orang lain, itu bukan tujuan utamaku. Tujuanku … itu hidup dengan Mas Kaesar," tambahnya. Kaesar menaikkan sebelah alis, lalu tersenyum dengan misterius di bibir. Cup'Tiba-tiba saja dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Zira. Kebetulan jarak wajah keduanya begitu dekat–Kaesar punya peluang untuk meraup bibir ranum tersebut. "Itu artinya aku bisa memintamu berhenti menggeluti dunia itu?" ucap Kaesar, menarik pinggang Zira–memindahkan perempuan itu ke atas pangkuannya. Zira menatap cukup tak percaya pada Kaesar, dia kemudian mengerutkan kening–menatap intens pada sang suami. "Kenapa?" jawab Zira, cukup canggung dan tersipu malu karena dia duduk di pangkuan sang suami. Zira masih belum sepenuhnya berubah. Meskipun sekarang dia lebih berani, tetapi dia tetap Zira yang mudah blushing jika menerima perlakuan-perlakuan manis dari Kaesar. Seperti saat ini, di mana Kaesar mendudukkannya di atas pa
"APA?!" Anna menjerit terkejut, melototkan mata tak percaya ke arah Zira. Orang-orang memperhatikan mereka karena suara jeritannya tersebut tetapi Anna tidak peduli. Dia mencengkeram pundak Zira lalu menatap serius pada sahabatnya itu. "Aku tahu kamu putus asa karena Pak Kae menghilang. Tetapi bukan begini caranya, Ra, me--menerima tawaran Mr.X untuk menikah denganmu. Kamu tahu kan rumor mengenai Mr.X yang … aliran sesat, persugihan, penganut ilmu hitam, mengincar wanita cantik untuk tumbal. Ada juga issue yang mengatakan jika sebenarnya Mr.X adalah vampire terakhir di dunia, makanya Mr.X tak pernah terlihat di bawah terik matahari, menggunakan kursi roda, dan selalu menebarkan jas jubah. Mr.X sengaja menutupi wajahnya dengan topeng karena ada yang mengatakan jika wajahnya pernah ditemukan di koran kuno–jaman Albert Einstein. Identitasnya sebagai kaum immortal terancam jika Mr.X membuka topeng.""Aku pernah mendengar semuanya," jawab Zira malas, bersedekap di dada sembari memutar b
Pada akhirnya tanpa mengatakan apa-apa Razie meninggalkan tempat tersebut. Sejujurnya ada kemarahan besar dalam diri, tetapi tertahan karena ada Kaesar di sana. Dia khawatir Kaesar salah padam akibat ucapan si biadab itu. Kaesar menoleh ke arah pria yang menjadi teman Razie bertengkar tersebut. Dia melayangkan tatapan tajam, mengeluarkan aura membunuh yang kentara. "Semoga hidup bertahan sampai besok," dinginnya, ikut beranjak dari sana. Tadinya Kaesar ingin mencari istrinya, lalu tanpa sengaja dia melewati ruangan ini–mendengar ucapan menyelene salah satu sepupu istrinya. Dia saja cukup tersinggung mendengarnya, apalagi Razie. Mungkin Razie saat itu sudah ingin merobek mulut pria tadi. Kaesar melangkah buru-buru, mengikuti kemana arah Razie melangkah. "Mereka hanya iri padamu, hidupmu terlalu sempurna, Dude."Kaesar memperhatikan dari belakang, menatap dua pria yang berjalan di depannya secara saksama. Salah satu pria itu merangkul pundak si pria paling tinggi, di mana pria ya
'Sangat cantik.' batin Razie, tetapi buru-buru memalingkan wajah ketika gadis remaja yang ia pandangi menatap ke arahmu. "Kenapa Kakakku tua-tua sekali?" Suara khas dari gadisnya terdengar, Razie bisa mendengar suara imut tersebut dengan sangat jelas. Sama seperti Daddynya, dia punya pendengaran yang tajam. "Maksud kamu Abang Ebra atau Abang yang satunya dan satunya trus satunya?" Alana berucap dengan anda cerewet, mempersilahkan para temannya untuk duduk di sebuah sopa yang tak jauh dari para kakaknya bermain game. "Semua. Maksudku bukan tua kakek-kakek. Tapi … kamu seperti bonsai diantara beringin," ucap temannya, Alana memangut pelan. "Aku paham maksud kamu, Adi," jawab Alana, "ini lah bedanya dengan anak uji coba. Mereka bertiga anak uji coba, sedangkan aku-- jelasnya anak yang diinginkan, diprogram dan direncanakan. Makanya hasilnya Abang aku ketuaan, jelek, dan tidak fungsional. Sebab dia hasil coba-coba. Dan aku … see? Aku cantik, mempesona, imut, pintar dan multitalenta."
---Tiga bulan berlalu--Hari-hari Zira jalani dengan indah, bersama suaminya di rumah mereka sendiri. Zira bahagia karena dia bisa hidup bersama dengan pria yang ia cintai, pria yang melindunginya, menjadikannya prioritas dan meratukannya. Hanya satu yang menjadi permasalahan bagi Zira. Belum ada tanda-tanda kehamilan pada dirinya. "Aku sudah makan kurma muda, susu khusus, vitamin trus … aduhh!" Zira memijit kening, menatap sedih ke arah kotak kurma muda. Hampir sudah satu minggu dia mengonsumsi kurma muda, berharap dia bisa segera hamil–bisa memberikan keturunan untuk sang suami. Tapi sampai sekarang, dia tak kunjung hamil, "apa karena keguguran dulu?" monolog nya, menghela napas lalu memilih membaringkan kepala di meja. Saat ini Zira berada dalam kamar, duduk di lantai–di depan televisi, menonton sembari makan kurma. Ceklek' Mendengar pintu kamar terbuka, dengan semangat Zira menoleh ke arah sana–melihat suaminya yang sudah berpenampilan acak-acakan. Jas Kaesar telah dibuka, t
Zira menatap iba pada adiknya–saat ini dia dan suaminya sudah berada di rumah orang tuanya untuk membicarakan permasalahan yang melanda Razie. "Kau harus bertanggung jawab, Razie. Nikahi putriku, segera!" geram seorang pria paru baya, seumuran dengan Paman Zira maupun Razie. "Aku tidak yakin melakukan itu dengannya," gumam Razie pelan, "aku saja berakhir di apartemennya.""A--aku memang sengaja membawa Kakak ke sana. Aku tidak tahu harus membawa Kak Razie kemana selain ke sana. Dan … niatku baik, hanya ingin menolong Kak Razie yang aku temukan dalam keadaan tidak sadarkan diri di jalan," jelas perempuan, tak lain adalah Beby–sepupu Zira yang mengaku menjadi korban pelecehan Razie. Sebenarnya Beby tak bisa dikatakan sepupu, sebab mereka tak ada ikatan keluarga apapun. Hanya saja, Arga--ayah Beby, bersahabat sangat baik dengan Rafael–paman Zira dan Razie. Karena ikatan sahabat yang kuat tersebut, Beby beserta keluarganya dianggap keluarga oleh Azam. Zira menatap wajah dingin Razie.