"Harus seperti ini baru kau jujur padaku, Nona Kanza Adiba?" ucap Razie tiba-tiba, melilitkan tangannya di pinggang Kanza. Persetan jika Kanza menolak dan memberontak. Razie tidak peduli! "Aku menunggumu seharian untuk mengatakan ini, Kanza. Aku menunggumu untuk menemuiku," ucap Razie serak, merunduk untuk bisa menatap wajah cantik Kanza-nya. Satu tangannya yang bebas, terangkat ke arah wajah Kanza– jemarinya membelai lembut pipi perempuan itu, menyingkirkan anakan rambut yang menghalangi kemudian menyelipkannya di belakang daun telinga perempuan itu. "Kenapa? Kenapa sangat lama bagimu untuk terbuka? Karena aku tidak meyakinkanmu, humm?""Pa--Pak …," cicit Kanza pelan, kurang nyaman dengan perlakuan Razie padanya. Bukan ingin munafik, tetapi dia dan Razie belum menikah. Hal-hal seperti ini harusnya tak terjadi. "Aku tahu dia menjebakmu, aku tahu dia memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkanmu. Aku tahu tanpa kau harus mengatakannya," bisik Razie serak, mendekatkan wajahny
"Maaf, tapi kau tidak jauh berbeda dariku, Razie. Kau juga menjebak Kanza. Kau lebih buruk! Lihat, bahkan Kanza tidak bersuara, dia ketakutan karena mu! Itu artinya aku lebih baik," ucap Gara, meluapkan emosinya pada Razie. Razie sudah keterlaluan, dia yakin Razie melakukan hal yang lebih licik darinya. Oleh sebab itu Razie bisa mendapatkan perusahaan ini dan bisa mendapatkan Kanza sekaligus. 'Aku yakin dia mengancam Kanza. Cih, lihat saja, Razie. Aku tidak akan menyerah. Baik untuk perusahaan ini maupun Kanza,' batin Gara.Razie menoleh ke arah Kanza yang berada di pangkuannya. "Kanza-ku diam bukan karena ketakutan, tetapi karena kaget melihat sisi Gara yang bodoh," ucap Razie, kembali menatap Gara dengan smirk tipis di bibir. "Kau masih bisa bekerja di sini, di bawah naunganku. Mulai sekarang aku bos-mu, Big Brother," ucap Razie dengan suara rendah, namun terkesan dingin– menyepelekan serta menjatuhkan. Dia berdiri, otomatis membuat Kanza yang sejak tadi hanya diam di pangkuannya
"Tapi Razie serakah. Aku menginginkan perusahaan itu tetapi dia mengambilnya." Gara berkata lirih. "Itu kesalahanmu karena mengusik miliknya, Nak. Sudah tabiat keturunan Kakek Gabriel seperti itu– akan melakukan apapun untuk menyingkirkan sesuatu yang berniat merampas milik mereka. Itu memang sifat buruk, tetapi … mau bagaimana lagi?" Prince mengacungkan pundak pada akhir kalimat, "Razie tidak benar-benar menginginkan perusahaan itu, berdamai dengannya dan meminta maaf secara baik-baik padanya. Daddy yakin Razie akan mengembalikannya padamu.""Cih, tidak mungkin!" Gara berdecis pelan. Baik sekali Razie jika mengembalikan perusahaan itu padanya. Itu tidak akan pernah terjadi! "Padahal Granddad sudah menceritakannya, tetapi kau tidak memahaminya." "Maksud Daddy?" Gara menaikkan sebelah alis. "Razie itu sangat persis dengan Kakek Gabriel dan Daddynya, selain masalah wanita yang mereka cintai, keduanya tidak akan egois dan serakah. Percaya pada Granddad. Rasa persaudaraan yang mereka
'AJG lah! Terpaksa aku manggil Pak Razie dengan embel-embel Mas biar si monyet ini makin kepanasan. Aaaaa … semoga Pak Razie tidak marah!! Mati mati mati!!' batin Kanza, di mana di luar dia terlihat santai dan datar. Namun, di dalam dia was-was, takut Razie marah karena dipanggil mas olehnya. 'Mana lancang manggil Mas sayang lagi. Cari perkara kamu, Kanza!'"Mas?" Gio mengerutkan kening, menatap Kanza kebingungan. Dia sangat mengenal keluarga perempuan ini, dan Kanza tidak punya sepupu laki-laki. Kedua orang tua Kanza merupakan anak tunggal dari keluarga masing-masing, begitu juga dengan Kanza yang terlahir sebagai anak tunggal. Meskipun setelah ibunya meninggal, Kanza mendapatkan saudara tiri karena ayahnya kembali. "Kamu tidak punya sepupu atau saudara laki-laki, jadi dia siapa, Kanza?""Orang asing sepertimu tidak pantas menanyakan itu," ketus Kanza, kemudian menoleh ke arah Razie– tersenyum tipis pada pria itu, merupakan bagian dari akting, "ayo, Mas, kita pergi. Buang-buang waktu
Setelah kejadian saat itu, entah kenapa Razie semakin baik pada Kanza. Dia bisa merasakan sikap manis laki-laki itu padanya, Razie sangat manis padanya dan semakin lembut. Pria itu tak pernah lagi kumat, dalam artian marah dan melukai Kanza seperti kejadian saat itu. Razie berubah menjadi sosok yang sangat baik. Kanza merasa jika dia mulai jatuh cinta pada pria itu. Seperti biasa, setelah menyelesaikan pekerjaannya di galeri, Kanza langsung pulang ke rumah. Sebenarnya kanza merindukan kumpul dengan Dani dan Jihan, tetapi Kanza takut jika dia ke sana putranya menunggunya di rumah. Kendrick sendirian di rumah besar itu! Dengan langkah penuh semangat, Kanza memasuki rumah tersebut– langsung menemui putranya di outdoor samping, karena biasanya Kendrick sangat suka bermain di sana. "Ken, Mama pula …-" ucapan Kanza terhenti, bersamaan dengan langkah kakinya yang tertahan ketika melihat banyak orang di sana-- bukan hanya putranya. Deg deg degJantung Kanza seketika berdebar kencang, men
"Hei, mau kamu bawa kemana putraku?!" pekik Beby, langsung berdiri– mengejar Kanza yang berniat membawa Kendrick dari sana. "Sini putraku!" pekiknya sembari berusaha menarik Kendrick dari Kanza. Kanza yang sudah tak tahan, mendorong cukup kuat pundak Beby– membuat perempuan itu berakhir tersungkur dan terjatuh di lantai. "Jangan menyentuh putraku!" teriak Kanza marah, cukup mengejutkan Razie serta orang-orang di sana. Matanya melotot marah, menatap Beby yang telah tersungkur di lantai. "KANZA!" murkah Rafael, berjalan menghampiri perempuan itu lalu berniat menampar Kanza. Namun, sebelum tangannya menyentuh pipi Kanza– dua tangan berbeda ukuran lebih dulu menahan pergelangannya. Sebuah tangan besar dan kokoh menahan pergelangan tangan Rafael, lalu di bawah tangan yang mencekal pergelangan Rafael tersebut ada tangan mungil yang jua ikut menahan. "Sedikit saja anda melukai Mamaku, seumur hidup aku tidak akan memaafkanmu," ucap Kendrick dingin, melayangkan tatapan tajam ke arah pria y
"Kamu cape, boleh. Tapi kalau untuk mengakhirinya, Tante mohon jangan yah, Kanza Sayang!" pinta Kanza, kembali memeluk tubuh rapuh Kanza dengan penuh kehangatan dan cinta. Mungkin jika Ziea yang berada di posisi seperti Kanza ini, dia juga akan merasa lelah– putus asa dan ingin menyudahi semuanya. Namun, Ziea tidak bisa membiarkan Kanza mengakhiri semua ini. Katakan Ziea egois! Tetapi dia hanyalah seorang ibu yang ingin melihat anaknya bahagia. Razie sudah lama tertekan dengan keluarga mereka, ini saatnya Razie memiliki cintanya– didampingi oleh perempuan tangguh yang akan mengurus putranya hingga tua. Dulu, Razie sering dikatai homo oleh sepupunya hanya karena tidak pernah menyukai perempuan, tidak pernah dekat dengan perempuan, dan hanya berteman dengan Ebra. Hal paling keji, mereka memfitnah Razie mencintai saudara kembarnya sendiri. Hingga Razie-nya benar-benar jatuh cinta, ingin memiliki perempuan itu dan menjadikannya istri. Namun, keluarga suaminya menjebak Razie– membuat Ra
"Hah?" Kanza mengerutkan kening, menatap ke arah perempuan tersebut dengan bingung. Pertama, siapa Adi? Yang kedua, siapa perempuan ini? "Kamu nggak kenal aku? Serius, kamu lupa?" Perempuan itu melototkan mata, menatap Kanza dengan raut muka serius. Kanza menggelengkan kepala, masih menatap aneh pada perempuan tersebut. Hei, siapa perempuan ini? Tidak asing tetapi Kanza lupa dia siapa. "Ya ampun!!" Tiba-tiba suara pekikan terdengar, membuat Kanza dan perempuan tersebut menoleh ke arah suara pekikan cukup histeris tersebut. "Kenapa bisa begini sih? Kalian nggak apa-apa kan?" tanya Lea panik, langsung memerintahkan maid– lewat isyarat-- untuk membereskan kekacauan yang entah siapa yang melakukannya. Kanza dan perempuan yang seumuran dengannya tersebut langsung berdiri. Perempuan itu menghampiri Lea kemudian memeluk lengannya dengan manja. Sedangkan Kanza hanya terdiam, memperhatikan Lea dan perempuan tersebut. "Mommy, ini Kanza yang sering aku ceritain ke Mommy. Yang aku bilang a