Nyonya Maria tak bisa mengendalikan putranya. Dia kalut dengan wajah kebingungan melihat Zava kembali dibawa pergi."Rasya, jangan Nak, kasihan Zava. Ayo berikan pada Mami. Dia masih kecil sayang, dia tidak bersalah," bujuk Nyonya Maria mengiba."Mami jangan ikut campur, sudah kubilang, dia tidak akan pernah aku serahkan pada mereka. Bayi ini seharusnya milikku, Ruma hamil saat masih menjadi istriku. Dia berbohong, pengadilan tidak mungkin akan mengesahkan perceraian kita kalau tahu Ruma hamil. Dia berbohong."Rasya merasa sangat terkhianati. Apalagi melihat mantan istrinya begitu bahagia bersanding dengan sahabatnya, hati Rasya sakit. Dia tidak bisa menerima itu, sementara dirinya menderita sepenuh hati."Mami tahu kamu kecewa, marah, tapi tolong jangan libatkan Zava, kalau memang benar kamu menyayanginya. Berikan pada mami, sayang, mami yang akan mengurusnya. Nanti mami musyawarahkan ke Ruma."Perempuan paruh baya itu terus memohon. Mencoba menyadarkan kekeliruan putranya. Dia tahu
Ruma terdiam dengan tangis. Dia tidak percaya Rasya sekejam itu. Terlihat jelas wajah kalut Raja sembari terus mengemudi. "Ayo Raja, lakukan! Talak Ruma sekarang! Atau kamu mau melihat bayi ini aku lempar ke jalanan!" ancam Rasya tak sabar. "Jangan Rasya! Tolong jangan sakiti Zava. Aku minta maaf, tolong jangan apa-apain anakku!" jerit Ruma terdengar memilukan. "Tenang sayang, aku akan memaklumimu. Kembalilah padaku, kita bisa mempunyai anak yang lucu-lucu," sahut Rasya benar-benar gila. Ruma menggeleng, dia tidak mau mengakhiri pernikahan yang baru saja dibinanya. Terlebih mereka saling mencintai. Berharap ada solusi atas semua ini. "Tolong berhenti Mas, jangan sakiti Zava." "Aku hanya akan berhenti setelah Raja menceraikan kamu, sayang," sahut Rasya tetap dengan pendiriannya. Raja merampas handphone di tangan Ruma, lalu mengakhiri panggilannya. Dia tidak mungkin menuruti permintaan gila Rasya yang jelas tidak masuk akal. "Mas, kenapa malah dimatikan? Kita nanti
Sudah dua hari baby mungil itu tergolek tak berdaya di ruang NICU. Ruma harap-harap cemas menunggu. Setiap kali pumpink ASI, pasti sambil nangis. Rindu sekali dengan tangis dan berisiknya. "Sayang, ummi bawain makanan kesukaan kamu. Dimakan dulu ya, udah selesai kan pumpinknya." Raja masuk sembari membawa bekal titipan ibunya. Pria itu harus memastikan nutrisi istrinya terpenuhi dengan baik. "Nanti Mas, belum lapar," jawab Ruma tak berselera sama sekali. Makan hanya karena perut lapar saja. Benar-benar tidak bisa merasakan dengan nyaman. "Sini Mas suapin," bujuk Dokter Raja sedikit memaksanya. "Aku bisa makan sendiri Mas," tolak Ruma merengut. "Iya tahu, tapi nggak pa-pa kan kalau buya-nya Zava ingin menyuapi umumnya Zava." Mau tidak mau akhirnya Ruma membuka mulutnya. Dia pasti makan walaupun nunggu nanti saja. Tetapi Raja malah yang terlihat begitu khawatir. Sudah anaknya sakit, istrinya tidak boleh sampai ikutan drop memikirkannya. "Mas, apa belum ada perkemban
"Terima kasih," ucap Raja sembari berjalan menggandeng tangan istrinya."Untuk?" tanya Ruma tak paham."Senyum kamu hari ini, cantik sekali," puji pria itu membuat mood istrinya semakin baik."Ish ... ngegombal aja. Namanya juga perempuan, ya cantik lah masa ganteng.""Serius, perempuan tercantik itu umma-nya Zava."Pria itu tersenyum lembut ke arahnya. Ruma spontan menyenderkan kepalanya manja sembari berjalan."Mas, aku takut," ucap Ruma tiba-tiba. Takut sekali terjadi sesuatu dengan Zava."Tidak apa-apa, itu hal yang wajar sayang. Kita terus berdoa ya, semoga Zava segera sadar. Dia bisa pulang lagi ke rumah." Satu tangan pria itu mengusap puncak kepalanya. Ruma mengangguk pelan. Rasanya sudah tidak sabar mendengar kabar baik itu. Setiap kali ke ruang rawat bayi mungil itu, hati Ruma nelangsa dibuatnya."Dokter Raja! Baby Zava, Dokter!"Seorang perawat mengabari dengan tergesa."Iya Sus, ada apa dengan bayiku?" Pria itu langsung ke ruang NICU.Bayi mungil itu sudah tidak bernapas.
"Mas, tidur, jangan menatapku seperti itu," tegur Ruma tersenyum. Masih suka salting kalau ditatap lama-lama biarpun sudah menjadi suami istri. "Kangen Dek, udah berapa lama ya enggak berkunjung. Apa malam ini boleh?" pinta pria itu mengingat sudah lama menganggur. Rasanya rindu sekali, tetapi tentunya harus atas persetujuan istrinya juga. Ruma juga kangen, hanya saja dia bijak menyembunyikannya. Bukannya mengiyakan, perempuan itu malah beranjak memeluknya.Raja tersenyum sembari mengelus punggungnya. Memberikan pelukan paling ikhlas walau setelahnya sedikit menuntut karena tidak bisa menahan setiap kali berdekatan seperti ini. Ada hasrat yang membendung minta disalurkan."Hai ... nggak tidur kan? Beneran kangen loh," ujar pria itu mengelus pipinya.Ruma mendongak, netra keduanya saling bertaut penuh kerinduan. Refleks saling mendekat, mempertemukan bibir mereka. Membiarkan indera perasa itu saling menyapa. Membelit rindu yang terpendam.Malam itu melodi cinta kembali bersua. Menyer
Beberapa hari ini Raja terlihat begitu sibuk di rumah sakit. Terkadang dia pulang malam karena ada pasien yang harus ditangani. Beruntung suami istri itu mempunyai profesi di bidang yang sama, jadi Ruma cukup maklum dengan tidak adanya kabar seharian. Ya, karena sibuk, Raja sampai kadang tidak sempat balas pesan. Atau menerima pesan sekarang balasnya nanti beberapa jam kemudian. Malam ini juga Raja pulang terlambat. Dia hanya bisa menunggu dengan sabar di rumahnya. Hal yang paling menyenangkan itu, ketika tengah menunggu, lalu mendengar kendaraan suaminya masuk rumah. Hati Ruma langsung lega. "Assalamu'alaikum ...," ucap Raja begitu memasuki rumah. Pria itu terlihat lelah, tetapi masih bisa senyum. "Waalaikumsalam ...," jawab Ruma menyambutnya dengan sumringah. Seperti biasa, pria itu akan membalas dengan kecupan sayang di keningnya setelah Ruma menyambutnya dengan takzim. "Mandi dulu Mas, sudah aku siapkan airnya," ucap Ruma mengiringi langkah Raja ke kamar. "Terima kasih, sayan
LDR tiga hari berasa sewindu. Untungnya Ruma sudah mulai sibuk dinas jadi tidak terlalu kesepian. Aktivitasnya cukup padat sejak hari pertama masuk. Ruma berjaga di IGD. Dia bertugas dari pagi hingga sekitar pukul empat sore. Seharusnya Ruma tertib pulang setelah tugasnya hari ini selesai. Namun, berhubung Raja juga sedang tidak di rumah, jadi dia memutuskan untuk jalan bersama sahabatnya. Ya, ini adalah pertemuan tiga sekawan setelah sempat terjadi banyaknya ujian yang menimpa Ruma. Dia merasa jauh lebih baik dan bisa menjalankan kehidupannya normal kembali. "Seneng banget, akhirnya kita bisa hang out kaya gini lagi."Kesibukan membuat tiga perempuan itu jarang ada waktu bersama. Saat ada kesempatan begini, rasanya seperti kembali ke masa muda lagi. Memang pada dasarnya belum terlalu tua juga. "Terakhir kapan ya. Udah lama banget nggak sih.""Huum, apalagi aku. Hampir lupa kapan menikmati hidup. Tapi sekarang nggak ding. Suamiku baik banget, plus perhatian. Walaupun jarang keluar
Hari berikutnya Ruma meminta art di rumahnya untuk menemani. Dia takut kejadian serupa terulang lagi. Usai pulang dari rumah sakit, Ruma laporan kejadian semalam dengan satpam jaga di pos keamanan komplek. Setelah sebelumnya melihat kamera pengawas memang ada orang tak dikenal sengaja masuk ke halaman rumahnya. Lalu melempar batu ke arah jendela kamarnya.Perempuan itu menjadi takut sendiri mengingat suaminya sedang tidak ada di rumah. Kemungkinan Raja baru pulang besok karena acaranya baru selesai malam ini."Bik, tidur di kamar aku saja ya. Temani nggak apa," pinta Ruma jadi takut sendirian."Bibik ikut masuk, Buk?" tanya Bik Sumi ragu. Merasa tidak sopan kalau harus ikut tidur di kamar majikannya."Iya, nggak apa. Aku takut sendirian.""Bibik temani dari sini ya Buk, nanti kalau Ibuk sudah tidur, bibik keluar," ujar art itu merasa tidak enak."Iya, pintunya udah dikunci kan Bik? Kalau aku belum tidur, jangan keluar ya Bik.""Siap, Buk," jawab Bik Sumi sembari menunggu di sofa.Ruma
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak