"Zira bentar ya," ucap Ruma mengingat mobil Rasya belum beranjak. Dia takut pria itu akan mengikutinya. Kenapa berpikir demikian, karena pria itu bisa salah paham kalau tahu dia pergi ke rumah Raja. Apalagi untuk jamuan makan malam. Ruma tidak ingin ada kerikil-kerikil tajam yang nantinya akan menghambat proses perceraiannya. Biarkan mereka berpisah dengan damai, tanpa ada yang disakiti atau tersakiti. Walau kenyataannya pasti ada hati yang sudah tersakiti. Ruma juga takut jika kedekatannya dengan Raja akan membuat reputasi keluarga tersohor itu tercemar. Lebih-lebih memang benar dia tengah mengandung anaknya. "Kak, tunggu apa lagi? Ada yang mau diambil atau ketinggalan?" tanya wanita berparas cantik itu memastikan. "Nggak, kamu bawa mobil sendiri?" tanya Ruma hanya ingin tahu saja. "Nggak, sebenarnya sih ada yang nyupirin, kita nanti bisa duduk di belakang bareng." "Oke, tidak ada yang ketinggalan." Ruma akhirnya masuk ke mobil Zira dan berharap Rasya segera pergi. Pere
Sudah seperti terdakwa saja yang tengah berjuang di meja sidang. Mendadak Ruma menjadi pusat perhatian seluruh ruangan. Ya jelas, la wong dia tamu spesial Umma Marsha hari ini. Demi si sulung yang katanya tidak bisa tidur tenang karena memikirkan dia yang berstatus masih istri orang.Ruma duduk sembari menundukkan pandangan. Hatinya menduga-duga dengan jantung rancak tak beraturan. Padahal hanya ada Ruma dan Ummi Marsya di ruangan itu, sebab yang lainnya di ruangan sebelah. Tapi, wanita itu tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.Keluarga Abi Zayyan Sengaja memberikan ruang untuk Ruma agar nyaman ngobrol berdua dengan Ummi. Walaupun kelihatannya baik banget, tetap saja Ruma merasa takut."Ummi, titip, kalem aja, dia kaburan loh Mi, nanti Raja repot bujuknya," bisik pria itu lalu beranjak. Berkedip lembut memberikan kode cantik untuk ibunya.Ummi Marsya tersenyum gemas mendengar pesan putranya. Andai saja masalahnya tidak serumit ini, sudah pasti keduanya dinikahkan secepatnya. Putrany
"Mmm ... boleh nggak ummi, kalau Ruma jawabnya nanti saja," ucap perempuan itu galau. Mana bisa memutuskan keputusan sepenting itu langsung iya-iya saja. Dia harus memikirkan matang-matang. Ruma juga harus meminta pendapat kedua orang tuanya. Apalagi ini mengenai pendamping hidup. Walaupun yang pertama sepenuhnya pilihan kedua orang tuanya dan menyebabkan kegagalan. Bukankah jodoh memang sudah digariskan. Abi Zayyan dan Umma Marsha saling bertukar pandangan. Sepertinya Ruma sangat berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan. Dia kelihatan masih ragu dan keluarga Raja pun memaklumi itu. Hanya Raja yang nampak diam. Tidak apa juga kalau tidak dijawab sekarang. Yang penting kan endingnya tetap pada suatu tujuan. "Tidak apa-apa, kami paham kok. Ummi minta nomor HP kamu ya, besok kita jadi ketemuannya." "Iya, Ummi," jawab Ruma tak bisa menolak. Walau sebenarnya segan, dan malu. "Biar aku antar pulang," ujar Raja setelah obrolan mereka selesai. "Zira, temani abangmu, N
"Ruma ke mana sih, kok nggak diangkat," batin Raja resah. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit, Raja langsung bergegas ke kosannya. Tak lupa membawa serta makanan untuk wanita itu. Raja sampai di sana masih mengenakan pakaian kerja. Hanya melepas snelinya saja. Dia memang tidak pulang dulu. Padahal sudah diwanti-wanti Ummi untuk tidak saling bertemu. Namun, namanya juga khawatir mana bisa ditunda. Kemarin-kemarin bisa tahan, bahkan hanya mendoakan dibalik layar. Tidak mau muncul bukan berarti tidak sayang. Hanya saja menahan diri dan bersabar. Tapi sekarang, kenapa hatinya tidak tenang sekali hanya karena pesannya diabaikan. Pria itu mengetuk pintu kosan yang selama ini Ruma singgahi. Sudah beberapa detik berlalu belum ada sahutan. Ke mana sebenarnya Ruma pergi. Masa sedari tadi tidak mengabari? Bikin khawatir saja satu perempuan ini. "Mbak, tahu yang ngekos di sini ke mana?" tanya Raja pada penghuni kost sebelah. Mana tahu mendapatkan jawaban dari kegelisahan hatiny
"Udah sana pulang! Aku mau masuk," usir Ruma takut baper kalau lama-lama berduaan."Iya, padahal baru sampai, masih pingin main juga. Kamu baik-baik ya, boboknya jangan malem-malem. Bumil nggak boleh begadang. Jangan lupa vitamin dan obatnya diminum," kata Raja sebelum beranjak. Berat banget rasanya mau say good bye. Masih betah, tapi terpaksa harus out. Sabar sabar."Iya, habis makan aku langsung tidur, hati-hati di jalan!" ucap Ruma melambai dengan senyuman simpul."Kamu juga besok hati-hati ya. Tunggu sampai seseorang menjemputmu. Nanti aku kabarin. Selamat sampai tujuan, kabari aku juga kalau sudah sampai."Ruma masuk, Raja baru beranjak pulang. Berharap waktu cepat berlalu, agar sabarnya segera disambut dengan hari paling ditunggu. Setidaknya perasaannya jauh lebih baik setelah bertemu. Ruma dalam keadaan baik-baik saja.Pria itu sampai rumah langsung bersih diri dan tidur. Rasa hati ingin mengirim pesan selamat malam. Namun, ia rahan-tahan takut malah tidak bisa tidur. Gini aja
Sepanjang malam Raja tidak bisa tidur, entahlah padahal dia sudah berdoa dan berwudhu dulu untuk menghalau kegelisahan di hatinya.Pria itu terus kepikiran Ruma, apalagi dua hari ini tak ada kabar darinya. Mungkin karena terlalu sibuk atau apa, yang jelas hati Raja tidak bisa tenang. Di saat pria itu ada sedikit waktu dari sisa harinya, justru Ruma mungkin sedang tidak bisa aktif. Hal itulah yang membuat komunikasi keduanya seakan memburuk dan membuat sang dokter kepikiran. Akibat semalaman begadang, Raja paginya ngantuk berat. Beruntung ini hari libur dan pria itu tidak harus ke rumah sakit. Siangnya, Raja menemui ibunya. Dia menceritakan risalah hatinya selama dua hari ini."Ummi, Raja kepikiran terus sama Ruma. Bagaimana solusinya, Ummi," adu pria itu tersiksa batin sendiri. Mau dihalalin belum boleh, tidak dihalalin tersiksa jiwa. "Sabar Ja, kurang dari dua bulan lagi kan Ruma lahiran. Sebentar lagi, beri jeda waktu untuknya dulu," tanggal Ummi bijak. Walaupun Ruma sebenarnya t
Ruma mendesis lirih merasakan perutnya semakin nyeri. Dia merasa tanda-tanda mau melahirkan menghampirinya."Ya Allah ... kok makin sakit. Apa kamu mau keluar sekarang sayang." Ruma mengelus perutnya dengan wajah nyengir menahan sakit. Dia menghentikan aktivitasnya yang belum sempat diselesaikan. Rasanya tidak karu-karuan. Ruma mencoba mengatur napas, saat perutnya tak lagi sakit, dia kembali beberes. Seperti itu berlangsung hingga dapur selesai dirapihkan.Usai membersihkan dapur, Ruma beranjak ke kamar. Dia merasakan perutnya kembali nyeri. Ruma mencoba berbaring, mana tahu ini hanya kontraksi palsu saja sebab kehamilannya masih terlalu dini. Masih jauh dari perkiraan melahirkan. Baru beberapa menit ia merasa lega karena sakitnya hilang. Selang beberapa saat datang lagi. Semakin kuat dugaan kalau dirinya sepertinya memang mau melahirkan. "Sayang, jangan sekarang. Ini kan belum waktunya." Ruma mengelus-elus perutnya seraya berdoa yang ia bisa. Wanita itu mondar-mandir di kamarnya
Raja menangis terharu melihat bayi mungil yang baru saja diadzani dalam dekapan ibunya. Walaupun pria itu datang sedikit terlambat, beruntung Ruma dan bayinya sehat. Hanya saja karena baby mereka lahir prematur masih kurang bulan, berat badannya juga kecil. Sehingga memerlukan perawatan intensif. "Aku mau mengabari ummi sama abi ya, biar mereka datang. Besok kita menikah," kata pria itu tak sabaran. Apalah Dokter satu ini, memangnya tidak bisa menunggu Ruma bernapas dulu. Dia bahkan baru saja melahirkan beberapa jam yang lalu. "Hah, besok? Yang bener dong Mas, aku masih di rumah sakit. Bagaimana ceritanya kita akan menikah." "Biar aku bisa jagain kamu. Kalau kaya gini kan aku bingung juga ditanyain dokter kaya tadi. Bapak suaminya? Aku harus jawab apa, Dek?" "Ya jawab aja bukan, memang bukan kan?" "Belum sih, makanya lebih cepat lebih baik. Kita menikah dulu di bawah agama, nanti kalau sudah pulih baru kota meresmikan hubungan ini. Bagaimana?" "Terserah kamu saja, Mas, Ru
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak