Share

Senja Terakhir di Wu Chan
Senja Terakhir di Wu Chan
Author: Wee Dee

bab 1

Author: Wee Dee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Dua puluh lima, dua puluh enam, tujuh, delapan, sem ... eh, mana nomor dua puluh sembilan?” gumam Chou sambil pelan-pelan menyibak kelelawar yang bergelantungan di kurungan. Chou berulang kali mengecek ulang kumpulan kelelawar yang menjadi tanggung jawabnya.

“Ah ... sialan!” Chou segera menarik tangannya dari dalam kurungan. Tangan Chou yang berkali-kali membolak-balikkan tubuh kelelawar-kelelawar yang sedang tidur itu sangat mengganggu mereka. Mungkin karena sejak dilahirkan kelelawar-kelelawar ini sudah ada di laboratorium, mereka tidak lagi takut pada manusia. Mereka juga sudah terbiasa keluar masuk kurungan untuk dijadikan percobaan.

Chou melihat sarung tangannya yang lumayan tebal terkoyak, ada sedikit darah mengalir dari ujung jarinya. Dia tidak begitu memperhatikan kelelawar nomor berapa yang menggigitnya tadi.

“Ada apa? Kenapa tanganmu?” tanya Angel.

I’m ok. Don’t worry.” Chou menutupi rasa sakit di ujung jarinya di depan ‘malaikat’ cantik yang diam-diam sudah memasung hatinya sejak pertama bertemu itu, dengan senyum lebar.

Are you sure? Coba kulihat.” Setengah memaksa Angel berusaha menarik tangan Chou yang disembunyikan di belakang punggungnya. Namun, Chou menepis lembut tangan halus Angel dan menggenggamnya.

“Aku enggak apa-apa, percayalah.”

Tiba-tiba, terdengar suara bel tanda pintu laboratorium terbuka. Keduanya menoleh ke arah pintu kaca yang hanya bisa dibuka menggunakan kartu khusus.

“Hai, pagi-pagi sudah genggam-genggaman tangan! Pacaran jangan di sini, ada CCTV dimana-mana,” canda James pada dua rekannya.

“Tangan Chou terluka, tapi dia tidak membiarkan aku melihat lukanya.”

Angel segera menarik tangannya. Seandainya bukan di dalam laboratorium mungkin dia akan membiarkan tangan hangat pemuda tampan yang jenius itu menggenggam jemarinya berlama-lama. Seandainya Chou tahu gemuruh di dada Angel saat jari mereka saling menggenggam ....

“Terluka kenapa?” James menatap Chou yang sedang membersihkan lukanya dengan alkohol swab.

“Aku tadi melihat si nomor dua puluh sembilan tidak ada di kurungan. Mungkin aku mengganggu teman-temannya yang sedang tidur, salah satu dari mereka menggigitku.” Chou memperlihatkan ujung jarinya yang sobek kecil dan sarung tangan yang juga terkoyak cukup lebar.

“Kurungan nomor berapa?” Wajah James berubah tegang.

“Kurungan D13. Aku heran kemarin masih lengkap tiga puluh ekor. Pagi ini berkurang satu, tapi aku lihat catatan sebelumnya tidak ada riwayat yang mati.”

Chou menyodorkan catatan yang setiap hari harus diisi oleh petugas jaga yang bertanggungjawab sesuai jam kerja.

“Kamu yakin? Sudah kamu cek ulang? Sudah cek kurungan yang lain?” James cemas sekaligus tegang, dia berkali-kali membaca laporan timnya.

“Eh, kamu tidak melihat jariku luka begini? Kamu pikir mengapa aku digigit? Itu karena aku berkali-kali mengecek dan mencari nomor dua puluh sembilan. Tidak mungkin tertukar kurungan. Kalau memang iya, harus ada yang bertanggungjawab.” Chou sedikit tersinggung karena James sebagai ketua tim meragukan kinerjanya.

Sorry, bukan begitu maksudku, aku hanya ...,” James tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.

“Ada apa James?” tanya Profesor Lim.

James hanya terdiam dengan wajah tegang. Ada sebersit ketakutan bila dia mengatakan yang sebenarnya, tetapi dia tidak mungkin berbohong. Setiap sudut ruang laboratorium terpasang CCTV yang merekam semua kegiatan selama 24 jam penuh setiap hari.

“Nomor dua puluh sembilan dari kurungan D13 ... menghilang, Prof.”

James menyerahkan berkas laporan dari sif sebelumnya. Sang Profesor menatap tajam mahasiswa andalannya satu persatu. Dahinya berkerut.

“Bagaimana bisa?” Suara Profesor Lim nyaris seperti bisikan. Kalau sudah begitu, artinya ada yang sangat serius terjadi. Para mahasiswanya sudah sangat mengenal kebiasaan Profesor terbaik versi Dewan Komunis China itu.

Kurungan D13, tidak sembarangan petugas boleh mendekatinya. Hanya orang tertentu dan mendapat wewenang khusus yang boleh mengecek keadaan kelelawar-kelelawar yang ada di dalamnya. Hewan-hewan ini memang diperuntukkan untuk percobaan. Bila menggunakan anjing atau kelinci, selain biaya yang mahal, sejumlah organisasi penyayang binatang akan terus menerus mengganggu mereka dengan surat protes yang tidak berhenti mereka kirimkan.

“Siapa terakhir yang mengawasi kurungan D13?” tanya Profesor yang sudah memutih seluruh rambutnya itu.

James segera melihat daftar nama petugas yang mengawasi kurungan D13 selama 24 jam terakhir.

“Chen, Siau Chen Liu. Chou, bisa kau hubungi dia? Siapa tahu dia masih belum pulang.”

Chou segera melakukan perintah James. Dia mengambil telepon genggamnya dari saku seragam lalu menekan nomor telepon Chen.

“Chen, kau di mana? Segera kembali ke laboratorium, Profesor Lim mencarimu.”

Tanpa basa-basi Chou langsung meminta Chen kembali ke laboratorium

“Ada apa?” tanya Chen di ujung telepon.

“Pokoknya kau segera ke laboratorium, urgen!” tegas Chou.

“Ok.”

Setelah mendengar jawaban Chen, Chou segera menutup telepon selularnya. Dia mengangguk pada James, mengisyaratkan tugasnya sudah dia lakukan.

“Sebentar lagi Chen datang, Prof.”

Profesor Lim mengangguk mendengar laporan James.

Angel pura-pura sibuk dengan beberapa gelas piala berisi cairan berwarna kuning. Chou mendekat, membantunya menyusun tabung-tabung reaksi di raknya. Angel merapatkan tubuhnya pada Chou.

“Kenapa semua panik?” tanya Angel lirih.

“Kamu tidak tahu?” Chou balik bertanya.

Angel menggeleng. Dia benar-benar tidak paham mengapa kurungan D13 sangat istimewa. Dia termasuk yang ada di tim proyek ini sejak awal, tetapi tidak semua dia tahu. Hal itu karena ada rumor yang beredar kalau proyek ini adalah salah satu proyek rahasia pemerintah pusat, hanya beberapa orang saja yang diberi akses untuk ‘tahu segalanya’ dan yang pasti mereka memang orang-orang istimewa.

“Kurungan D13, adalah proyek rahasia itu. Semakin sedikit yang kamu tahu akan semakin baik.”

Chou bicara dengan suara sangat pelan, nyaris berbisik. Angel yang mendengarnya tertegun, tubuhnya menegang.

“James, jaga jangan sampai berita hilangnya nomor dua puluh sembilan tersiar keluar. Aku tidak mau orang-orang panik.” Semua terdiam mendengar ucapan Profesor Lim yang tegas dan sangat hati-hati. Raut wajahnya sangat serius dengan sorot mata tajam.

“Baik, Prof,” jawab James tidak kalah tegas.

"Jangan lupa, cek CCTV dua hari terakhir," perintah Profesor Lim sambil berjalan ke luar laboratorium.

"Siap, Prof,” jawab James tegas.

Kemudian dia berpaling ke arah Chou, “Chou bisa kau minta petugas keamanan mengirimkan rekaman CCTV dua hari terakhir khusus ruangan ini? Katakan saja Profesor Lim ingin mengecek hasil tes pada kelelawar kita. Ingat, jangan bicara macam-macam!" pesan James pada Chou yang menjawab dengan anggukan saja.

Sepagi ini, dahi James berkeringat cukup deras. Padahal, sudah hampir musim dingin. Dia benar-benar panik dan tidak bisa berpikir jernih hari ini.

“Tenanglah, James. Kita pasti menemukannya, apa pun caranya.”

Chou memang selalu bisa menutupi perasaannya. Sepanik apa pun keadaan, dia tetap bisa tenang dan tampil bersahaja. Walau sebenarnya dia sempat gemetar ketika pandangannya beradu dengan Profesor Lim tadi.

“Kenapa Chen lama sekali?” teriak James kesal sambil membanting laporan yang berkali-kali dibacanya.

Sementara itu, Angel berdiri di sudut laboratorium dengan tubuh gemetar.

***

Related chapters

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 2

    “Angel, bisa kau keluar sebentar?” mohon James saat Chen masuk ruangan. Pemuda berkacamata tebal itu mengerutkan dahinya, tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan Angel. Ada berjuta tanya di balik mata bening itu. Namun, tidak ada yang berani bersuara. Wajah James sangat tegang, Chen berdiri di depannya. Mereka menunggu Chou dan Profesor Lim yang masih memeriksa ruang laboratorium lainnya. Gedung Wu Chan Institute of Virology, sangat luas. Sebagai laboratorium biosafety level empat pertama yang didirikan di China daratan, tentu semua tahu kualitas mereka bukan abal-abal. Bila sampai ada kejadian hewan percobaan mereka hilang, tentu suatu hal yang sangat mustahil. Sejak berdiri tahun 1956, sampai mereka mendapat kepercayaan dari luar negeri untuk menjadi salah satu laboratorium rujukan untuk bidang yang tidak biasa ini, tidak pernah ada catatan buruk tentang kinerja mereka. Semua staf adalah lulusan terbaik dari penjuru Negeri Tirai Bambu. Tidak sedikit y

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 3

    Seorang gadis tampak tergesa-gesa melewati petugas keamanan di depan stasiun kereta api bawah tanah Wu Chan. Wajah cantiknya sedikit tegang namun tetap berusaha tenang dan tersenyum manis. Coat berwarna moca sangat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Rambut yang berwarna coklat emas menambah pesonanya semakin terpancar.Sebuah tas wanita berwarna hitam menggantung di pundak kirinya. Sedang tangan kanannya membawa sebuah tas komputer jinjing yang lumayan besar. Sangat terlihat tas itu padat dan agak berat. Langkahnya menuju lorong tempat kereta tujuan Shanghai.“Kereta tujuan Shanghai biasanya tepat waktu, hari ini kenapa ada penundaan?” kata seorang bibi separuh baya yang berdiri tidak jauh dari si gadis.“Mungkin ada sedikit masalah, biasanya tidak lebih dari dua menit kereta terlambat,” sahut seorang lelaki berkacamata tebal dengan dasi besar dan tas kerja yang sudah tidak baru lagi. Kentara sekali lelaki itu berusaha menarik perh

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 4

    “Angel kembali ... di ....” Ucapan Chen sudah tidak terdengar oleh Chou. Secepat kilat dia berlari ke laboratorium mereka. Dia tidak peduli tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Bahkan, teguran rekan-rekannya tidak digubris. Dia hanya ingin segera melihat sosok yang sudah membuatnya hampir mati karena khawatir itu baik-baik saja. “Angel ... Oh, My God, syukurlah kamu tidak apa-apa. Dari mana saja kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Apa kamu terluka?” cecar Chou dengan panik. Angel menatap Chou dengan dahi berkerut. “Yes, I’m ok. Thank you for asking,” jawab Angel masih keheranan melihat semua orang yang menatapnya tajam penuh kecurigaan. Hanya Chou yang tampak cemas dan panik. “Ada apa?” tanyanya sambil menatap satu-satu rekan satu timnya. “Kita tunggu Profesor Lim,” kata James dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Sejurus kemudian, asisten kepercayaan Profesor Lim masuk. Semua berdiri dan me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 5

    Angel terdiam sesaat, berusaha menata hati dan pikirannya. Jangan sampai di saat genting ini dia tersilap lidah. Bisa hancur karier masa depannya dan juga rekan satu timnya.“Tiga hari yang lalu, saat tim kami bertugas menjaga kurungan D13, saya melihat ada yang tidak beres dengan salah satu kelelawar yang ada di dalam kurungan itu,” kata Angel membuka pembicaraan.“Saya sudah mengatakan pada Chen, tetapi dia mengatakan hal itu biasa karena perubahan cuaca yang tiba-tiba dan ekstrem. Selama ini hanya saya yang tidak diberi akses untuk mendekat ke D13. Entah apa alasannya. Hanya James sebagai ketua tim, Chou asisten, dan Chen sebagai dokter hewan yang selalu memeriksa kondisi penghuni D13.”Angel berhenti sejenak untuk mengambil napas.“Sehari setelahnya, kecurigaan saya terbukti. Saat jam makan siang, dan saya yang berjaga sendiri, salah satu kelelawar yang hari sebelumnya terlihat aneh, terjatuh. Saya ingin menghubungi rekan

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 6

    Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka. James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah. “Duduklah, minum dulu

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 7

    Bab 7 Tepat pukul 20.00, James memarkir motornya di depan rumah kontrakan Chen. Tuan rumah yang masih sibuk dengan pasien berkaki empatnya, belum menyadari kedatangan rekannya itu. “Silakan ambil nomor antrian, Tuan,” kata seorang wanita berumur dengan dandanan agak menor sambil menyodorkan sebuah kartu kecil bertuliskan nomor urut. “Ini aku, Bibi. Apa Chen masih sibuk?” tanya James pada wanita itu. “Ah, kau rupanya. Maafkan, aku tidak memperhatikan. Dokter Chen masih ada seekor pasien. Anjing yang malang. Tadi pagi ketika ditinggal kerja pemiliknya, dia keluar rumah sendiri tanpa ada yang tahu. Ada orang yang menemukannya di taman. Kakinya terperosok sebuah lubang dan sepertinya ada tulang yang patah. Kasihan sekali,” jelas Bibi Mei dengan mimik sedih. James tidak tahu mengapa dia mendengarkan kisah sedih si pasien Chen ini dengan wajah serius. Ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang, baru dia tersadar.

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 8

    Ketiga rekannya terbelalak. Angel sampai menahan napas menunggu lelaki yang selalu membelanya itu menjelaskan apa yang sudah dia temukan. “Chou, jangan bercanda,” ucap James. “Aku percaya kau pasti sudah tahu solusi masalah kita,” ujar Chen dengan penuh harap. “Yap! Aku tahu siapa yang bisa menolong kita lepas dari masalah ini,” kata Chou sambil memutar komputer mininya ke arah ketiga rekannya. Terlihat ada seorang perempuan bertubuh subur memasuki laboratorium mereka. Dia adalah seorang petugas kebersihan yang setiap hari akan mengambil sampah yang bisa didaur ulang dari setiap ruangan. Petugas kebersihan yang selalu datang tepat waktu setiap hari dan tidak pernah terlewat walau satu hari pun. Selain mereka berempat, Profesor Lim, dan tentunya senior mereka yang terlibat dengan proyek ini, petugas kebersihan adalah salah satu yang diberi akses masuk laboratorium mereka. “Ya, aku ingat, saat aku sedang mencari kelelawar itu, Bibi Qiu masuk. Me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 9

    James tampak gelisah, kedua rekannya yang lain justru terlihat antusias mendengarkan Chou.“Pemerintah kita saat itu menemukan jenis virus baru. Coronavirus. Tapi, saat itu masih sebagai coronavirus yang menyebabkan penyakit yang kita kenal sebagai SARS. Severe Acute Respiratory Syndrome. Sindrom pernapasan akut berat. Sebenarnya kasus pertama di Shunde, Foshan, provinsi Guangdong. Seorang petani yang tiba-tiba mengalami pneumonia akut dan meninggal hanya beberapa hari setelah dibawa ke rumah sakit. Dan salah seorang dokter yang menangani pasien pertama ini-yang sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah jenis virus baru yang sangat berbahaya-justru melakukan perjalanan ke Hongkong untuk menghadiri resepsi pernikahan kerabatnya di Hotel Metropole, Peninsula Kowloon. Dua hari di Hongkong dia mengalami panas tinggi, dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun, jiwanya juga tidak tertolong. Ternyata dia sudah menginfeksi enam belas orang yang saat itu bert

Latest chapter

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 24

    Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 23

    Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 22

    Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 21

    James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 20

    Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 19

    Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 18

    Bab 18 Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk. “Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal. Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri. “Apa maumu?” bentak Mey Ling. “Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah. Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengeju

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 17

    Satu notifikasi masuk ke telepon genggam Harrison.“Ok, sudah masuk,” kata Harrison sambil mengacungkan ibu jarinya.Lelaki tanpa nama itu segera berdiri, mengambil gawai, kacamata, dan satu kotak wadah kacamata yang barusan dia pakai saat melihat I-pad Mey Ling.“Kapan kalian akan mentransfer datanya?” tanyanya gugup dengan wajah masih pucat. Sangat jelas terlihat dia belum bisa menghilangkan keterkejutannya saat melihat layar I-pad tadi.“Sebelum Anda sampai di hotel, data itu sudah selesai kami transfer,” sahut Mey Ling sambil memamerkan senyum manisnya.“Ba-baiklah, aku pergi dulu.”Lelaki berwajah asia tenggara itu bergegas meninggalkan kedai Pizzaexpress. Terlihat dia sangat terburu-buru. Beberapa kali tubuhnya yang agak tambun itu bertabrakan dengan orang lain. Mey Ling mengerutkan dahinya. Matanya terus mengawasi lelaki itu sampai hilang di kerumunan orang yang lalu

DMCA.com Protection Status