Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka.
James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah.
“Duduklah, minum dulu,” bujuknya sambil memberikan termos kecil miliknya. Chou menarik kursi lalu diberikan pada Angel.
Hanya Chou yang tetap tenang. Dia menghampiri James dan Chen, menyodorkan masing-masing sebotol air mineral. Chen segera meminum air dalam botol sekaligus dalam beberapa kali tegukan. Bajunya sedikit basah, tetapi dia merasa agak lega. Chen melepas kacamatanya dan melempar pelan ke tengah meja, menarik kursi beroda dan duduk dengan sembarangan. Tampak sekali dia sangat kusut.
“Maafkan aku ... aku benar-benar tidak tahu akan sejauh ini masalahnya,” ucap Angel sambil tersedu.
“Sudahlah Angel, ini bukan salahmu sepenuhnya. Aku yang teledor, seharusnya aku tahu kalau D13 berkurang satu penghuninya,” ucap Chou menenangkan pujaan hatinya.
“Kalau bukan salah dia, lantas salah siapa?” sahut Chen dengan lemas.
“Salah kita semua!” jawab James sambil membuka botol dan mengosongkan isinya sekali teguk.
“Kita bereskan laporan hari ini. Besok kita harus datang pagi-pagi dan dalam keadaan segar serta ... masih hidup!” canda James sambil tertawa sinis.
“Ayolah James, kita pasti bisa menyelesaikan semua ini. Seperti biasanya, kita cuma harus fokus dan kompak. Aku tahu kita pasti bisa melewati masalah ini. Kau hanya cukup memimpin kami seperti biasanya, James. Bukan begitu Chen, Angel?” ucap Chou.
Kata-kata Chou setidaknya mampu membangkitkan semangat James yang sudah sampai pada batas terendah. Bahkan, sudah mencapai titik negatif. Chou memang sahabat yang pandai mengembalikan semangat orang-orang di sekitarnya. Itulah sebabnya mereka tidak pernah berpisah sejak duduk di sekolah menengah atas.
“Baiklah, apa rencanamu?” tanya James pada Chou.
“Kita bahas itu nanti malam, di rumah kontrakan Chen. Kita tidak bisa menyusun rencana di sini. Kalian pasti tahu alasannya,” kata Chou sambil berpura-pura memberesi berkas-berkas yang berserak di meja. Matanya memberi isyarat menunjuk pada kamera pengawas.
James dan Angel mengangguk tanda mengerti, hanya Chen yang terlihat tidak senang.
“Mengapa di rumah kontrakanku? Kalian tahu rumah kontrakanku sempit. Ada beberapa ekor anjing dan kucing yang dititipkan padaku. Kenapa tidak di rumah kos kalian saja? Tempatnya lebih luas dan dekat dari sini,” protes Chen.
“Chen, nanti malam kita akan makan malam di kedai ramen dekat rumah kontrakanmu. Kamu lupa?” tanya Chou sambil memukul bahu Chen dengan jurnal yang ada di tangannya.
Chen memang dokter hewan yang luar biasa dedikasinya. Seorang pecinta binatang yang totalitas dalam pekerjaannya, tetapi dia sangat tidak peka pada keinginan orang lain. Bicara dengan Chen harus dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti olehnya.
Pemuda berkacamata minus sangat tebal itu meringis kesakitan sambil mengelus bahunya.
“Jangan banyak protes!” ancam James setengah berbisik.
Chen hanya mengangguk tanpa dia mengerti mengapa rekan-rekannya lebih memilih kontrakannya untuk berkumpul malam ini. Padahal kedai ramen dekat rumahnya sudah tutup sejak dua bulan lalu karena pindah ke tempat lain.
“Angel kita pulang sama-sama, ya? Sekalian kita beli makanan kecil untuk nanti malam. James, nanti tolong belikan minuman hangat kalau melewati toko minuman Fresh Milk. Kau masih ingat minuman favorit kami kan?” pinta Chou sambil memberi catatan kecil pada James.
Setelah membaca sekilas tulisan Chou, James mengangguk.
“OK,” jawabnya singkat.
Setelah membereskan semua berkas dan laporan, keempatnya bersiap pulang. Mereka tampak biasa saja. Seakan tidak ada masalah genting yang sedang menimpa. Bersikap wajar di depan orang-orang yang menatap mereka dengan penuh tanda tanya, memang sangat berat. Apalagi mereka bukan aktris dan aktor yang pandai berakting. Namun, sebisa mungkin senyum selalu menghias wajah mereka. Agar tidak ada pertanyaan yang terlontar saat bertemu dengan rekan-rekan yang lain.
“James, kata orang-orang, kalian tadi siang di panggil ke ruang eksekusi?” bisik Wangli di telinga James saat mereka bertemu di lift.
James hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Ruang eksekusi adalah sebutan lain ruang rapat besar tempat mereka bertemu dengan beberapa petinggi WIV tadi siang. Wangli mengerutkan dahinya. Selentingan yang dia dengar, tim James terlibat masalah besar dan bersiap akan dieksekusi karena kesalahan mereka. Namun, mengapa rivalnya sejak di bangku kuliah ini malah tersenyum lebar? Ada apa sebenarnya?
“Kalian tidak apa-apa?” bisik Wangli lagi.
“Kalian akan tahu besok,” jawab James santai.
James bisa membaca apa yang ada di pikiran saingannya di berbagai kesempatan ini. Dia tidak ingin nama baik tim dan Profesor Lim jatuh di depan banyak orang. James ingin memberikan kesan, bahwa keberadaan mereka di ruang rapat khusus itu karena prestasi gemilang. Ruang eksekusi itu adalah tempat untuk memberi mandat khusus untuk proyek-proyek baru yang akan ditangani WIV. Memberi penghargaan pada staf yang berprestasi dan berhasil menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi orang banyak, bahkan dunia. Namun, ruang eksekusi itu juga adalah tempat menyingkirkan orang-orang yang gagal menyelesaikan berbagai proyek yang dipercayakan pada mereka.
Angel dan Chou singgah di sebuah supermarket lumayan besar. Kebetulan hari masih sore, dan supermarket agak sepi. Sebentar lagi jam tutup kantor pasti supermarket ini akan penuh oleh karyawan yang berbelanja untuk keperluan besok.
“Chou, sebenarnya ada apa dengan D13?” tanya Angel.
Chou tidak menjawab, tangannya sibuk memilih kripik kentang beraneka rasa yang disusun rapi di rak yang sangat panjang.
“Angel, kamu suka yang pedas atau orisinal?” tanya Chou seakan tidak mendengar pertanyaan Angel.
“Chou! Jangan mengalihkan pembicaraan! Kalau kalian tidak mau jujur padaku, aku akan resign besok. Biar kalian sendiri yang menghadapi para petinggi itu,” ucap Angel hampir menangis karena kesal.
Chou menatap gadis cantik di depannya. Dia meraih tubuh ramping Angel dan membenamkan dalam pelukannya. Angel berusaha melepaskan diri, tetapi Chou menahannya dengan lembut.
“Aku akan jelaskan, tapi tidak di sini. Kamu pasti akan tahu semuanya. Sabar, ya, Sayang,” bisiknya sambil membelai rambut Angel.
Beberapa pasang mata menatap mereka sambil berbisik-bisik. Angel akhirnya pasrah dan mengerti apa yang Chou inginkan. Dia tahu dia harus berpura-pura agar tidak menjadi pusat perhatian orang. Lagi pula, bodoh sekali kalau sampai mereka membicarakan hal ini di tempat umum.
“Janji, nanti malam kalian harus jujur padaku!” ucap Angel pelan dan penuh tekanan.
“Pasti, pasti, Sayang. Apa pun yang kamu mau, nanti malam akan aku beri,” kata Chou sengaja mengeraskan suara agar orang-orang tidak curiga pada mereka berdua.
***
Bab 7 Tepat pukul 20.00, James memarkir motornya di depan rumah kontrakan Chen. Tuan rumah yang masih sibuk dengan pasien berkaki empatnya, belum menyadari kedatangan rekannya itu. “Silakan ambil nomor antrian, Tuan,” kata seorang wanita berumur dengan dandanan agak menor sambil menyodorkan sebuah kartu kecil bertuliskan nomor urut. “Ini aku, Bibi. Apa Chen masih sibuk?” tanya James pada wanita itu. “Ah, kau rupanya. Maafkan, aku tidak memperhatikan. Dokter Chen masih ada seekor pasien. Anjing yang malang. Tadi pagi ketika ditinggal kerja pemiliknya, dia keluar rumah sendiri tanpa ada yang tahu. Ada orang yang menemukannya di taman. Kakinya terperosok sebuah lubang dan sepertinya ada tulang yang patah. Kasihan sekali,” jelas Bibi Mei dengan mimik sedih. James tidak tahu mengapa dia mendengarkan kisah sedih si pasien Chen ini dengan wajah serius. Ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang, baru dia tersadar.
Ketiga rekannya terbelalak. Angel sampai menahan napas menunggu lelaki yang selalu membelanya itu menjelaskan apa yang sudah dia temukan. “Chou, jangan bercanda,” ucap James. “Aku percaya kau pasti sudah tahu solusi masalah kita,” ujar Chen dengan penuh harap. “Yap! Aku tahu siapa yang bisa menolong kita lepas dari masalah ini,” kata Chou sambil memutar komputer mininya ke arah ketiga rekannya. Terlihat ada seorang perempuan bertubuh subur memasuki laboratorium mereka. Dia adalah seorang petugas kebersihan yang setiap hari akan mengambil sampah yang bisa didaur ulang dari setiap ruangan. Petugas kebersihan yang selalu datang tepat waktu setiap hari dan tidak pernah terlewat walau satu hari pun. Selain mereka berempat, Profesor Lim, dan tentunya senior mereka yang terlibat dengan proyek ini, petugas kebersihan adalah salah satu yang diberi akses masuk laboratorium mereka. “Ya, aku ingat, saat aku sedang mencari kelelawar itu, Bibi Qiu masuk. Me
James tampak gelisah, kedua rekannya yang lain justru terlihat antusias mendengarkan Chou.“Pemerintah kita saat itu menemukan jenis virus baru. Coronavirus. Tapi, saat itu masih sebagai coronavirus yang menyebabkan penyakit yang kita kenal sebagai SARS. Severe Acute Respiratory Syndrome. Sindrom pernapasan akut berat. Sebenarnya kasus pertama di Shunde, Foshan, provinsi Guangdong. Seorang petani yang tiba-tiba mengalami pneumonia akut dan meninggal hanya beberapa hari setelah dibawa ke rumah sakit. Dan salah seorang dokter yang menangani pasien pertama ini-yang sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah jenis virus baru yang sangat berbahaya-justru melakukan perjalanan ke Hongkong untuk menghadiri resepsi pernikahan kerabatnya di Hotel Metropole, Peninsula Kowloon. Dua hari di Hongkong dia mengalami panas tinggi, dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun, jiwanya juga tidak tertolong. Ternyata dia sudah menginfeksi enam belas orang yang saat itu bert
“Apa ini sel yang khusus digunakan untuk penelitian?” tanya Chou dengan mimik penuh tanya. “Hela adalah sebuah sel yang diambil dari seorang penderita kanker serviks pada 8 Februari 1951. Sel ini berasal dari sel-sel kanker serviks bernama Henrietta Laks yang meninggal pada 4 Oktober 1951. Garis sel ini sangat tahan lama dan produktif. Ahli biologi sel bernama George Otto Gey yang pertama kali menyadari bahwa sel ini tetap hidup dan berkembang. Pada saat itu mereka sangat tidak menyangka bila sel ini bisa bertahan berhari-hari, karena biasanya sel dari manusia hanya bisa bertahan beberapa hari. Sering kali para peneliti lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjaga sel tetap hidup daripada melakukan penelitian ilmiah terhadap sel tersebut. Itu salah satu alasan mengapa sel ini disebut sel manusia abadi,” jelas Chou dengan ringan. “Lantas mengapa kalian menyebutnya Hela?” tanya Chou lagi. “Hela diambil dari dua huruf pertama dari nama depan dan
Tubuh Chen menggigil di atas sepeda motor yang melaju di jalan sepi kota Wu Chan. Rumah kontrakan dia memang agak jauh dari WIV. Maklumlah dia mencari yang harganya terjangkau. Iklim global yang melanda hampir seluruh dunia, menjadikan bulan September yang seharusnya masih hangat, kini suhunya sudah membuat menggigil. Musim panas dan gugur tahun ini terasa lebih pendek. Apalagi daratan China, sudah beberapa tahun belakangan dilanda iklim ekstrem. Bila musim panas, seolah ada di dalam oven saat siang. Begitu juga saat musim dingin. Jaket milik Chen sudah tidak ada yang mampu menghangatkannya. Padahal dulu satu jaket tebal saja sudah cukup hangat, bahkan panas bila dipakai berjalan atau beraktivitas. Atau karena jaket-jaketnya sudah terlalu kuno dan perlu membeli yang baru. Chen lupa kapan terakhir kali dia membeli jaket untuk musim dingin. Karena setelah berteman dengan James dan Chou, sering kali kedua rekannya itu menghibahkan jaket yang sudah tidak mereka sukai kepadanya. Berteman
Dalam waktu tidak berapa lama, ketiga sahabat itu sudah sampai di depan gerbang WIV. Rumah kos mereka memang tidak seberapa jauh dari gedung WIV. Setiap hari mereka berjalan kaki sambil menikmati indahnya dan melihat kesibukan para pedagang menuju pasar seafood, Huanan yang letaknya tidak jauh dari WIV.Terkadang mereka melihat para pedagang membawa dagangannya berupa kelelawar, katak, dan binatang-binatang lainnya. Seperti pagi ini, mereka melihat satu truk besar membawa kurungan berisi kelelawar hidup berjalan dari arah berlawanan. Angel sempat terbelalak melihat hewan nokturnal itu bergelantungan di dalam kurungan.“Dari mana mereka mendapat kelelawar sebanyak itu?” tanya Angel terheran-heran.“Kamu belum pernah melihat kelelawar sebanyak itu? Kamu mau melihat lebih banyak lagi?” canda Chou disambut tawa James.“Melihat tiga puluh ekor dalam satu kurungan saja sudah membuatku merinding, apalagi sebanyak tadi. Di m
“Masalah Bibi Qiu serahkan padaku,” ujar Chen dengan penuh percaya diri.Ketiga rekannya saling pandang. Chou mengernyitkan dahinya. Angel membelalakkan mata sipitnya. James melepas kacamata dan membersihkannya kemudian memakainya lagi. Berusaha meyakinkan kalau sosok di depannya adalah teman mereka, Chen si Gugup. Ya, sejak kuliah Chen mendapat julukan si Gugup. Karena selalu gugup bila berhadapan dengan masalah yang sekiranya berat baginya. Tiada yang menyangka saat sidang skripsi dia bisa melewati tanpa kegugupan, hingga mendapat gelar cumlaude.“Chen, kau sehat? Kau tidak mabuk, kan?” tanya Chou dengan pandangan khawatir.“Apa kau benar Chen? Dokter hewan gugup itu?” kelakar James.“Kalian ini ... sudah jangan goda Chen lagi!” Angel berpaling ke arah Chen, “Apa yang membuat kamu yakin bisa mengatasi masalah ini, Chen?” tanya Angel hati-hati.“Untuk kali ini, percayalah padaku. Ak
James, Chou, dan Angel menunggu Chen yang sedang mencari Bibi Qiu. Tadi pagi perempuan paruh baya itu mengatakan bila hari ini dia membersihkan laboratorium dan beberapa ruang kantor di lantai satu. Tim kebersihan memang mempunyai jadwal sendiri-sendiri. Tidak setiap hari mereka mengerjakan pekerjaan yang sama di satu tempat. Ada yang mengatur tiap tim dan memutar secara acak jadwal mereka. Hari ini Bibi Qiu ada di tim empat. Bertugas membersihkan lantai satu dan mencuci beberapa peralatan yang digunakan oleh laboratorium. Tentu saja peralatan yang tidak digunakan untuk percobaan yang berbahaya.“Chou, coba kau telepon Chen. Mengapa mereka lama sekali,” gerutu James.“Sabar, aku yakin mereka sebentar lagi datang,” ujar Chou berusaha menenangkan James.“Itu mereka!” seru Angel lega.Mata James berbinar melihat Chen menggandeng tangan Bibi Qiu. Chou menahan tawa, Angel menatap sambil tersenyum.“Kami sudah me
“Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d
Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te
Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me
Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi
James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be
Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti
Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k
Bab 18 Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk. “Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal. Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri. “Apa maumu?” bentak Mey Ling. “Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah. Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengeju
Satu notifikasi masuk ke telepon genggam Harrison.“Ok, sudah masuk,” kata Harrison sambil mengacungkan ibu jarinya.Lelaki tanpa nama itu segera berdiri, mengambil gawai, kacamata, dan satu kotak wadah kacamata yang barusan dia pakai saat melihat I-pad Mey Ling.“Kapan kalian akan mentransfer datanya?” tanyanya gugup dengan wajah masih pucat. Sangat jelas terlihat dia belum bisa menghilangkan keterkejutannya saat melihat layar I-pad tadi.“Sebelum Anda sampai di hotel, data itu sudah selesai kami transfer,” sahut Mey Ling sambil memamerkan senyum manisnya.“Ba-baiklah, aku pergi dulu.”Lelaki berwajah asia tenggara itu bergegas meninggalkan kedai Pizzaexpress. Terlihat dia sangat terburu-buru. Beberapa kali tubuhnya yang agak tambun itu bertabrakan dengan orang lain. Mey Ling mengerutkan dahinya. Matanya terus mengawasi lelaki itu sampai hilang di kerumunan orang yang lalu