Share

Bab 24

Penulis: Wee Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.

“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.

“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.

Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 1

    “Dua puluh lima, dua puluh enam, tujuh, delapan, sem ... eh, mana nomor dua puluh sembilan?” gumam Chou sambil pelan-pelan menyibak kelelawar yang bergelantungan di kurungan. Chou berulang kali mengecek ulang kumpulan kelelawar yang menjadi tanggung jawabnya. “Ah ... sialan!” Chou segera menarik tangannya dari dalam kurungan. Tangan Chou yang berkali-kali membolak-balikkan tubuh kelelawar-kelelawar yang sedang tidur itu sangat mengganggu mereka. Mungkin karena sejak dilahirkan kelelawar-kelelawar ini sudah ada di laboratorium, mereka tidak lagi takut pada manusia. Mereka juga sudah terbiasa keluar masuk kurungan untuk dijadikan percobaan. Chou melihat sarung tangannya yang lumayan tebal terkoyak, ada sedikit darah mengalir dari ujung jarinya. Dia tidak begitu memperhatikan kelelawar nomor berapa yang menggigitnya tadi. “Ada apa? Kenapa tanganmu?” tanya Angel. “I’m ok. Don’t worry.” Chou menutupi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 2

    “Angel, bisa kau keluar sebentar?” mohon James saat Chen masuk ruangan. Pemuda berkacamata tebal itu mengerutkan dahinya, tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan Angel. Ada berjuta tanya di balik mata bening itu. Namun, tidak ada yang berani bersuara. Wajah James sangat tegang, Chen berdiri di depannya. Mereka menunggu Chou dan Profesor Lim yang masih memeriksa ruang laboratorium lainnya. Gedung Wu Chan Institute of Virology, sangat luas. Sebagai laboratorium biosafety level empat pertama yang didirikan di China daratan, tentu semua tahu kualitas mereka bukan abal-abal. Bila sampai ada kejadian hewan percobaan mereka hilang, tentu suatu hal yang sangat mustahil. Sejak berdiri tahun 1956, sampai mereka mendapat kepercayaan dari luar negeri untuk menjadi salah satu laboratorium rujukan untuk bidang yang tidak biasa ini, tidak pernah ada catatan buruk tentang kinerja mereka. Semua staf adalah lulusan terbaik dari penjuru Negeri Tirai Bambu. Tidak sedikit y

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 3

    Seorang gadis tampak tergesa-gesa melewati petugas keamanan di depan stasiun kereta api bawah tanah Wu Chan. Wajah cantiknya sedikit tegang namun tetap berusaha tenang dan tersenyum manis. Coat berwarna moca sangat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Rambut yang berwarna coklat emas menambah pesonanya semakin terpancar.Sebuah tas wanita berwarna hitam menggantung di pundak kirinya. Sedang tangan kanannya membawa sebuah tas komputer jinjing yang lumayan besar. Sangat terlihat tas itu padat dan agak berat. Langkahnya menuju lorong tempat kereta tujuan Shanghai.“Kereta tujuan Shanghai biasanya tepat waktu, hari ini kenapa ada penundaan?” kata seorang bibi separuh baya yang berdiri tidak jauh dari si gadis.“Mungkin ada sedikit masalah, biasanya tidak lebih dari dua menit kereta terlambat,” sahut seorang lelaki berkacamata tebal dengan dasi besar dan tas kerja yang sudah tidak baru lagi. Kentara sekali lelaki itu berusaha menarik perh

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 4

    “Angel kembali ... di ....” Ucapan Chen sudah tidak terdengar oleh Chou. Secepat kilat dia berlari ke laboratorium mereka. Dia tidak peduli tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Bahkan, teguran rekan-rekannya tidak digubris. Dia hanya ingin segera melihat sosok yang sudah membuatnya hampir mati karena khawatir itu baik-baik saja. “Angel ... Oh, My God, syukurlah kamu tidak apa-apa. Dari mana saja kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Apa kamu terluka?” cecar Chou dengan panik. Angel menatap Chou dengan dahi berkerut. “Yes, I’m ok. Thank you for asking,” jawab Angel masih keheranan melihat semua orang yang menatapnya tajam penuh kecurigaan. Hanya Chou yang tampak cemas dan panik. “Ada apa?” tanyanya sambil menatap satu-satu rekan satu timnya. “Kita tunggu Profesor Lim,” kata James dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Sejurus kemudian, asisten kepercayaan Profesor Lim masuk. Semua berdiri dan me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 5

    Angel terdiam sesaat, berusaha menata hati dan pikirannya. Jangan sampai di saat genting ini dia tersilap lidah. Bisa hancur karier masa depannya dan juga rekan satu timnya.“Tiga hari yang lalu, saat tim kami bertugas menjaga kurungan D13, saya melihat ada yang tidak beres dengan salah satu kelelawar yang ada di dalam kurungan itu,” kata Angel membuka pembicaraan.“Saya sudah mengatakan pada Chen, tetapi dia mengatakan hal itu biasa karena perubahan cuaca yang tiba-tiba dan ekstrem. Selama ini hanya saya yang tidak diberi akses untuk mendekat ke D13. Entah apa alasannya. Hanya James sebagai ketua tim, Chou asisten, dan Chen sebagai dokter hewan yang selalu memeriksa kondisi penghuni D13.”Angel berhenti sejenak untuk mengambil napas.“Sehari setelahnya, kecurigaan saya terbukti. Saat jam makan siang, dan saya yang berjaga sendiri, salah satu kelelawar yang hari sebelumnya terlihat aneh, terjatuh. Saya ingin menghubungi rekan

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 6

    Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka. James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah. “Duduklah, minum dulu

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 7

    Bab 7 Tepat pukul 20.00, James memarkir motornya di depan rumah kontrakan Chen. Tuan rumah yang masih sibuk dengan pasien berkaki empatnya, belum menyadari kedatangan rekannya itu. “Silakan ambil nomor antrian, Tuan,” kata seorang wanita berumur dengan dandanan agak menor sambil menyodorkan sebuah kartu kecil bertuliskan nomor urut. “Ini aku, Bibi. Apa Chen masih sibuk?” tanya James pada wanita itu. “Ah, kau rupanya. Maafkan, aku tidak memperhatikan. Dokter Chen masih ada seekor pasien. Anjing yang malang. Tadi pagi ketika ditinggal kerja pemiliknya, dia keluar rumah sendiri tanpa ada yang tahu. Ada orang yang menemukannya di taman. Kakinya terperosok sebuah lubang dan sepertinya ada tulang yang patah. Kasihan sekali,” jelas Bibi Mei dengan mimik sedih. James tidak tahu mengapa dia mendengarkan kisah sedih si pasien Chen ini dengan wajah serius. Ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang, baru dia tersadar.

Bab terbaru

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 24

    Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 23

    Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 22

    Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 21

    James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 20

    Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 19

    Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 18

    Bab 18 Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk. “Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal. Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri. “Apa maumu?” bentak Mey Ling. “Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah. Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengeju

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 17

    Satu notifikasi masuk ke telepon genggam Harrison.“Ok, sudah masuk,” kata Harrison sambil mengacungkan ibu jarinya.Lelaki tanpa nama itu segera berdiri, mengambil gawai, kacamata, dan satu kotak wadah kacamata yang barusan dia pakai saat melihat I-pad Mey Ling.“Kapan kalian akan mentransfer datanya?” tanyanya gugup dengan wajah masih pucat. Sangat jelas terlihat dia belum bisa menghilangkan keterkejutannya saat melihat layar I-pad tadi.“Sebelum Anda sampai di hotel, data itu sudah selesai kami transfer,” sahut Mey Ling sambil memamerkan senyum manisnya.“Ba-baiklah, aku pergi dulu.”Lelaki berwajah asia tenggara itu bergegas meninggalkan kedai Pizzaexpress. Terlihat dia sangat terburu-buru. Beberapa kali tubuhnya yang agak tambun itu bertabrakan dengan orang lain. Mey Ling mengerutkan dahinya. Matanya terus mengawasi lelaki itu sampai hilang di kerumunan orang yang lalu

DMCA.com Protection Status