Share

bab 18

Author: Wee Dee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 18

Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk.

“Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal.

Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri.

“Apa maumu?” bentak Mey Ling.

“Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah.

Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengejutkan sepanjang karier dia sebagai kurir khusus. Namun, baru kali ini Mey Ling berhadapan dengan musuh yang mengincar penjual dan pembeli sekaligus. Yang lebih mengherankannya adalah kecepatan mereka menemukan Mey Ling, Harrison, dan si Lelaki Tanpa Nama.

Secepat itu posisinya diketahui dan penyamarannya terbongkar, membuat dia berasumsi ada pengkhianatan. Atau, transaksi ini cuma jebakan untuk memancing pihak-pihak yang terlibat keluar dari persembunyiannya.

“Mana I-padnya?” Lelaki itu setengah memaksa.

Tanpa berkata apa-apa, Mey Ling melemparkan kantong plastik berisi barang-barangnya ke depan kaki. Setengah membungkuk, lelaki berambut klimis itu hendak meraih kantong plastik hitam milik Mey Ling. Tiba-tiba ...

“Aaarrgghhh,”

Lelaki dengan rambut klimis itu memegangi lehernya yang sobek. Darah menyembur deras dari luka yang baru saja Mey Ling buat. Kecepatan tangan gadis terlatih itu sungguh menakjubkan. Pisau kecil tajam yang tidak terlihat siapa pun, tiba-tiba sudah beraksi dan membuat leher seorang lelaki menganga lebar. Sejurus kemudian, tubuh tinggi dengan wajah oriental itu roboh di dekat tumpukkan sampah. Sebelum benar-benar tidak bergerak, tubuh itu sempat kejang beberapa kali. Mey Ling menatap dingin sambil tersenyum sinis.

“Kau tidak tahu berurusan dengan siapa, Bung!” ejek Mey Ling lirih.

Dia membersihkan sisa darah yang menempel di pisau kecilnya. Siapa yang menyangka, liontin kalung berbentuk unik yang menggantung di lehernya adalah senjata mematikan. Liontin dengan desain unik seperti kepala busur dua arah ternyata sangat tajam dan mematikan. Sekali tarik, pengait kalungnya akan terlepas sendiri. Gerakan Mey Ling yang cepat dan terlatih tentu tidak disangka oleh lawannya.

“Di mana kau Harrison?” batin Mey Ling mulai cemas.

Diakuinya lelaki itu memang tampan, bahkan lebih tampan dari lelaki yang saat ini sedang dekat dengannya di Wu Chan.

“Semoga kau baik-baik saja.” Doa Mey Ling dalam hati.

Mey Ling bergegas menuju jalan raya. Dia keluar dari gang kecil di belakang mal. Menyusuri trotoar menuju hotel tempatnya menginap. Bukan bermaksud mengabaikan pesan dari Harrison, tetapi dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ketika dia melewati sebuah taman kecil, terlihat beberapa orang wisatawan asing sedang berfoto. Mey Ling berpura-pura mengikat tali sepatunya yang lepas. Sambil berjalan santai, dia sempat mengambil sebuah jaket yang tergeletak di bangku taman. Dia tahu itu pasti milik salah satu turis yang sedang mengambil beberapa obyek foto yang ‘instagramable’.

Telepon genggamnya bergetar. Ada panggilan video call dari Harrison. Mey Ling segera menjawab panggilan tersebut, tetapi dia tidak memperlihatkan wajahnya. Saat ini alarm di dirinya mengisyaratkan tanda bahaya, jadi dia harus super berhati-hati dengan siapa pun.

Mata Mey ling terbelalak. Di layar telepon genggamnya tampak kepala Harrison dipegang oleh seseorang. Sebuah pistol menempel di kepala belakang Harrison. Tidak ada wajah atau petunjuk di mana saat ini keberadaan Harrison.

Wajah tampan partnernya bersimbah darah. Mata sebelah kiri lebam dan bengkak, hingga Harrison terlihat kesulitan membuka matanya. Namun, Mey Ling memperhatikan gerakan bibir Harrison. Dia paham apa yang diucapkan suami pura-puranya itu.

Go! You must go now!”

Gerakan bibir Harrison sangat jelas terbaca oleh Mey Ling. Tiba-tiba, terdengar suara lelaki bicara dari telepon.

“Serahkan I-pad-mu, kalau kau ingin temanmu selamat!” ancam suara berat lelaki yang tidak tampak wajahnya di telepon.

“Aku tahu keberadaanmu dan bisa membunuhmu kapan saja! Jangan macam-macam!” lanjut suara itu dengan geram.

Tanpa berpikir lama, Mey Ling segera mematikan dan melempar telepon selularnya ke sebuah mobil bak terbuka yang melintas di dekatnya. Dia harus segera keluar dari Shanghai.

“Maafkan aku Harrison,” batin Mey Ling sedih.

***

Di sebuah desa kecil di Wu Chan. Seorang anak kecil berlari dengan gembira.

“Papa, aku menangkap seekor kelelawar, lihat!” serunya bangga.

“Wah, anak papa sudah pintar! Di mana kau menangkapnya? Kau tidak pergi ke hutan kan? Nanti mamamu marah lagi kalau tahu kau pergi ke sana,” tegur papa si bocah lelaki.

“Tidak, Pa. Aku menemukannya di dekat kebun. Sepertinya dia terjatuh. Lihat, Papa, dia memakai gelang. Ada tulisannya. No. 29,” kata si bocah sambil menunjukkan kaki kelelawar itu.

“Yang benar saja? Siapa yang memelihara kelelawar? Ada-ada saja,” ujar sang papa terkekeh.

Dia mengambil gunting kecil, menggunting gelang yang melingkar di kaki kelelawar itu hati-hati. Sang kelelawar mencoba terbang, tetapi dengan cekatan lelaki paruh baya itu memegang kakinya. Kemudian memasukkan ke dalam kurungan yang juga berisi kelelawar berbagai ukuran.

“Papa, besok akan pergi ke pasar Huanankah? Aku boleh ikut?” tanya si bocah dengan wajah memelas.

“Besok kau sekolah, nanti kalau libur, Papa akan ajak kau dan adik jalan-jalan ke Wu Chan,” bujuk  papanya

“Janji, ya, Pa?” seru bocah lelaki itu bahagia.

Lelaki tambun dengan perut buncit itu tertawa melihat anak lelakinya bahagia. Walau sebenarnya desa mereka tidak begitu jauh dari pusat kota Wu Chan, tetapi dia memang jarang sekali mengajak anak-anaknya ke sana. Sebagai pemasok kelelawar dan hewan lainnya untuk beberapa restoran di sekitar pasar Huanan, tentu waktunya sangat berharga. Apalagi mendekati musim liburan. Pasti akan banyak turis yang datang. Terutama dari Hongkong dan Taiwan.

Kemarin saja nyonya pemilik restoran terbesar di Huanan menelponnya dan memesan paling tidak 200 ekor kelelawar hidup ukuran sedang. Sekitar 100 ekor ukuran besar dan lebih 250 ekor untuk ukuran kecil. Dia sangat senang mendapat pesanan ini, tetapi juga pusing karena sekarang tidak semudah dulu menangkap kelelawar. Banyak tempat sudah menjadi hutan dan daerah yang dilindungi. Dia tidak tahu mengapa binatang juga harus dilindungi. Padahal itu adalah sumber mata pencaharian orang di desanya. Kalau semua dilindungi dan dilarang ditangkap, mereka harus bekerja apa?

“Papa, apakah besok akan pergi ke hutan?” tanya si bocah lelaki.

Dia tahu kurungan kelelawar masih banyak yang kosong. Itu tandanya papanya harus pergi ke hutan bersama kawan-kawannya untuk menangkap kelelawar.

“Kalau cuaca bagus. Kenapa? Kau mau ikut?” Papanya menjawab sambil menggulung tali di samping pintu.

“Bolehkah?” Binar mata anak lelakinya penuh harap.

Tanpa menoleh papanya menjawab, “Tentu tidak! Kau, kan, sekolah! Mau dihukum lagi oleh mamamu?”

“Jangan bilang mama,” usul si bocah.

“Kau menyuruh Papa berbohong? Kau tahu mamamu tidak bisa dibohongi. Cari mati saja berbohong kepada mamamu,” jawab papanya sambil terkekeh.

Tiba-tiba si bocah bersin.

“Lihat belum lagi berbohong, kau sudah bersin-bersin.” Papanya tertawa keras melihat anak lelakinya yang memasang wajah kesal.

 

Related chapters

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 19

    Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 20

    Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 21

    James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 22

    Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 23

    Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 24

    Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 1

    “Dua puluh lima, dua puluh enam, tujuh, delapan, sem ... eh, mana nomor dua puluh sembilan?” gumam Chou sambil pelan-pelan menyibak kelelawar yang bergelantungan di kurungan. Chou berulang kali mengecek ulang kumpulan kelelawar yang menjadi tanggung jawabnya. “Ah ... sialan!” Chou segera menarik tangannya dari dalam kurungan. Tangan Chou yang berkali-kali membolak-balikkan tubuh kelelawar-kelelawar yang sedang tidur itu sangat mengganggu mereka. Mungkin karena sejak dilahirkan kelelawar-kelelawar ini sudah ada di laboratorium, mereka tidak lagi takut pada manusia. Mereka juga sudah terbiasa keluar masuk kurungan untuk dijadikan percobaan. Chou melihat sarung tangannya yang lumayan tebal terkoyak, ada sedikit darah mengalir dari ujung jarinya. Dia tidak begitu memperhatikan kelelawar nomor berapa yang menggigitnya tadi. “Ada apa? Kenapa tanganmu?” tanya Angel. “I’m ok. Don’t worry.” Chou menutupi

Latest chapter

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 25

    “Bagaimana mungkin?” tanya Angel hampir tidak percaya.“Itulah yang membuat kami memutuskan mengirim kalian ke Beijing. Penelitian kalian bisa dibilang paling berhasil di antara tim-tim yang lain,” ujar Tuan Guan sambil membuka file yang lain dari komputernya.“Tim-tim yang lain? Sebenarnya ada berapa tim yang terlibat dengan penelitian corona virus ini, Prof?” tanya Chou hati-hati.“Kalian tidak mengira akan banyak tim yang terlibat, kan? Ini proyek besar. Hasil dari penelitian ini akan membuat kita semua dikenal dan dikenang. Mengangkat nama besar negara kita dan menjadikan bangsa ini dihargai, bahkan ditakuti dunia. Apa menurut kalian proyek ini hanya tentang karier kalian di WIV?” Tuan Guan mengakhiri kalimatnya seraya memperlihatkan layar komputer pada empat pemuda yang masih terkejut dengan semua info yang baru mereka terima.Di layar komputer terlihat rekaman dari proses penyilangan coronavirus SARS d

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 24

    Tepat pukul 08.00, kedua senior yang mereka tunggu datang. Lengkap dengan dua box berisi data lengkap penelitian selama hampir tiga tahun. Box plastik yang lumayan besar itu diletakkan di sebuah meja beroda yang di dorong oleh Dao. Tim James mengernyitkan dahinya melihat pemandangan ganjil itu. Seorang ketua tim yang terkenal sangat arogan melakukan pekerjaan yang receh. Bagaimana mungkin itu terjadi pada seorang ketua tim yang otoriter dan keras kepala.“Terima kasih Dao, kau boleh pergi.” Profesor Zangli berdiri di depan pintu dan tangannya sengaja menahan tubuh Dao yang hendak masuk ke laboratorium.“Tugasmu sudah selesai, kau boleh kembali ke laboratoriummu. Oh, iya, jangan lupa, nanti sore timmu akan bertemu dengan Profesor Kim di ruang rapat utama. Ingatkan teman-temanmu.” Tuan Guan mendekat dan segera menutup pintu laboratorium sebelum Dao menjawab.Di balik pintu kaca, Dao menatap tajam pada James yang melambaikan tangan sambil te

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 23

    Pagi hari, di Wu Chan. Distrik Jiangxia, bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. Empat orang anak muda menyusuri tepi sungai Yangtze sambil berbincang santai. Jalanan masih sepi, maklum waktu masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, karena ini adalah akhir musim semi, matahari sudah mulai bersinar terang menyambut awal musim panas. Sungai Yangtze atau sungai Panjang adalah sungai terpanjang di daratan China dan Asia, serta menjadi yang terpanjang ketiga di dunia. Sungai yang membelah kota Wu Chan dan membaginya ke dalam beberapa distrik itu menjadi pembatas kebudayaan kuno China di selatan, sedang batas di utara adalah sungai Kuning. Distrik Jiangxia sendiri terletak di sebelah timur atau kanan sungai Yangtze. Distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya. Alam pedesaan yang masih asri lebih mendominasi distrik ini. Makanya, salah satu daya tarik wisata Jiangxia adalah alamnya yang masih asri. “Chou, semalam kau yakin itu Wangli yang meneleponmu?” James me

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 22

    Siapa yang tidak iri, mendengar rekanan satu proyek-walau bukan satu tim-mendapat undangan ke tempat paling bergengsi di daratan China. Bahkan, keberadaan Chinese Academy of Sciences sudah diakui dunia sebagai salah satu yang terbaik di Asia. CAS berkantor pusat di distrik Xijheng, Beijing. Berada langsung dibawah Dewan Negara Republik Rakyat China. Artinya semua yang melibatkan CAS berada di bawah kendali langsung dewan tertinggi partai berkuasa di China. CAS memiliki 100 institut cabang, dua universitas bergengsi, dan beberapa perusahaan komersial. Salah satu perusahaan komersial yang terbesar dan sudah diakui dunia kualitasnya adalah Lenovo. Shanghai Institute of Material Medica hanya salah satu cabang dari seratus institute yang tersebar di seluruh pelosok China. Salah satu bagian dari CAS yang menjadi basis penelitian tentang virus dan penyakit yang pernah menjadi pandemi dunia adalah Wuhan Institute of Virology. CAS bekerjasama dengan The Word Academy of Sciences untuk menghasi

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 21

    James tampak berlari kecil menuruni tangga sesaat setelah Chou meneleponnya. Beruntung urusannya sudah selesai dengan Profesor Kim saat gawainya berbunyi. Pintu kaca laboratorium yang hanya bisa dibuka dengan chip yang tertanam di kartu identitas tiap-tiap pekerja itu terbuka setelah James menempelkan kartu ID-nya di detektor yang terpasang di kanan pintu. “James ... bagaimana kabarmu, anak muda?” Profesor Lim muncul dengan wajah ceria dan senyum lebar. “Ba-baik, Prof. Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.” James justru agak gugup melihat profesor senior di WIV saat masih sangat pagi. Sedari tadi dia gelisah, takut kasus hari itu akan dibuka kembali. Doanya sejak keluar dari ruang Profesor Kim hanya satu, semoga tidak ada lagi yang ingat tentang kelelawar nomor 29 itu. “Bagus, temanmu si dokter hewan itu belum datang?” Profesor Lim menanyakan Chen yang belum tampak batang hidungnya. James, Chou, dan Angel saling pandang. Chou segera berinisiatif menelepon Chen lagi. Be

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 20

    Bab 20Gedung Wu Chan Institute of Virology, lantai dua.“Chou, mengapa perasaanku tidak enak kalau ingat kelelawar itu. Apa menurutmu hewan itu benar-benar sudah mati?” tanya Angel.Chou masih terus menatap layar komputer di depannya. Sesekali jarinya menekan keyboard untuk mencari file yang dia inginkan.“Chou ...,” panggil Angel.“Apalagi? Semua sudah beres. Jangan terlalu khawatir. Tidak akan ada masalah, percayalah. Kamu tenang saja, ada aku dan James serta Chen yang akan membereskan semua bila terjadi hal yang tidak diinginkan.”Gadis itu menatap lelaki yang selalu melindunginya dari segala kesulitan. Angel merasa seperti mempunyai malaikat penjaga sejak mengenal Chou. Empat tahun dia sudah mengenal lelaki yang dua tahun belakangan resmi menjadi pacarnya itu. Kedekatan mereka pun karena terlibat dalam satu proyek untuk bahan skripsi mereka. Angel sempat terkejut saat dia menjadi satu ti

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 19

    Bab 19“Yuma, papamu mana?” tanya tetangga depan rumah mereka.“Ada di dalam, Paman. Dia sedang menyiapkan kelelawar dan ular tangkapannya untuk dibawa ke Huanan,” kata si bocah dengan rambut hanya sejumput di bagian depan saja itu sambil mengambil tali yang diminta papanya.“Banyakkah tangkapan papamu?” tanya si Paman penasaran.“Lumayan, Paman. Aku tadi juga menangkap seekor kelelawar,” kata Yuma dengan bangga.“Benarkah? Hebat kau!” puji tetangga mereka sambil melangkah masuk rumah.“A Xiu, besok jadi pergi ke Huanan?”“Entahlah! Tangkapanku belum banyak, tetapi kalau terlalu lama disimpan di sini, aku takut mereka mati. Kalau mati harganya bisa turun,” jelas A Xiu sambil mengikat beberapa karung berisi binatang melata.“Apa kita harus ke hutan dulu? Tapi sekarang penjagaan sangat ketat, k

  • Senja Terakhir di Wu Chan   bab 18

    Bab 18 Mey Ling terkesiap, tubuhnya limbung ke belakang dan hampir jatuh. Sebuah tangan kokoh menopang tubuhnya agar tidak ambruk. “Hati-hati, Nona,” kata lelaki dengan seragam khas penjaga pintu masuk mal. Dia menyeringai, sambil mencengkeram lengan Mey Ling. Gadis itu baru tersadar siapa yang tiba-tiba muncul itu. Penjaga pintu keluar mal itu semakin kuat mencengkeram lengan Mey Ling yang berusaha melepaskan diri. “Apa maumu?” bentak Mey Ling. “Berikan I-padmu! Atau kau ingin menjadi seperti temanmu itu?” ancam lelaki asing itu sambil melirik tempat sampah. Mey Ling berusaha tetap tenang. Dia menyadari berbohong adalah hal sia-sia karena mereka pasti sudah tahu semua. Lelaki dengan rambut klimis dan rapi, jelas Mey Ling pun tahu siapa mereka. Sebenarnya sebagai kurir yang biasa membawakan pesanan klien bosnya, dia sudah terbiasa menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Kematian bukan hal yang mengeju

  • Senja Terakhir di Wu Chan   Bab 17

    Satu notifikasi masuk ke telepon genggam Harrison.“Ok, sudah masuk,” kata Harrison sambil mengacungkan ibu jarinya.Lelaki tanpa nama itu segera berdiri, mengambil gawai, kacamata, dan satu kotak wadah kacamata yang barusan dia pakai saat melihat I-pad Mey Ling.“Kapan kalian akan mentransfer datanya?” tanyanya gugup dengan wajah masih pucat. Sangat jelas terlihat dia belum bisa menghilangkan keterkejutannya saat melihat layar I-pad tadi.“Sebelum Anda sampai di hotel, data itu sudah selesai kami transfer,” sahut Mey Ling sambil memamerkan senyum manisnya.“Ba-baiklah, aku pergi dulu.”Lelaki berwajah asia tenggara itu bergegas meninggalkan kedai Pizzaexpress. Terlihat dia sangat terburu-buru. Beberapa kali tubuhnya yang agak tambun itu bertabrakan dengan orang lain. Mey Ling mengerutkan dahinya. Matanya terus mengawasi lelaki itu sampai hilang di kerumunan orang yang lalu

DMCA.com Protection Status