Beranda / Fiksi Remaja / Senandung Masa SMA / Bab 59 Cerita Choki

Share

Bab 59 Cerita Choki

Penulis: Arumi Sekar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Heeeei, kampret! Malem minggu gue ditinggalin sendirian di rumah Ayla! Ke mana lo? Di SMS Ayla nggak bales juga lagi!” seru Choki sambil mensejajarkan langkahnya dengan Arai yang sedang menuju ke lapangan untuk upacara bendera.

Arai tersenyum jahil pada Choki.

“Malah senyum-senyum! Jawab dong! Awas aja kalo jawabannya cerita sedih dan lo patah hati terus balek ke rumah!” sahut Choki.

“Kok doanya jelek amat?” timpal Arai.

“Makanya cerita dong! Minimal bales SMS Ayla. Akhirnya gue nebeng Bang Luigi buat pulang. Si Anton kaga nongol lagi!”

“Hehehe, rahasia. Tapi kalo patah hati sih enggaklah yaw!”

“Beneran nih? Jadi ada kemajuan ceritanya?”

Arai mengangkat bahu. “Nggak tahu sih. Btw, Matari beneran jomblo kan?”

Choki menepuk dahinya sendiri. “Alamak! Kenapa baru nanya sekarang? Ya jomblo-lah atuh! Masa udah punya cowok gue dukung lo

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Senandung Masa SMA   Bab 60 Kwartet

    Classmeeting berlangsung babak demi babak. Matari dan Ayla stand by di pinggir lapangan setiap kelas mereka bertanding. Sayangnya kategori futsal, untuk satu-satunya cabang olahraga yang diharapkan, tak lolos di perempat final. Kalah dengan kelas 3 IPS 1 yang memang luar biasa penampilannya.“Ri, mau ke mana?” tanya Ayla saat menyadari Matari siap-siap beranjak pergi mengikuti anggota kelas mereka yang selesai bertanding.“Hmmm, balik ke kelas. Narok sisa-sisa snack biar bisa dimakan sama anak-anak di kelas,” sahut Matari.“Biar Dinda aja! Din! Lo mau ke kelas kan?” seru Ayla pada si ketua kelas yang tampak kecewa karena tim kelas mereka yang kalah.“Hmmm mau ke ruang guru sih, mau ngasih tahu Bu Fitri kalo kelas kita kalah futsal,” jawab Dinda.“Mampir kelas dong, nih sisa snacknya kasih aja ke anak-anak kelas kita, biar pada abis!” kata Ayla.Dinda melirik kotak Tupperwar

  • Senandung Masa SMA   Bab 61 Canggung

    Kelas 1-5 berkumpul di sisi lapangan lain, menunjukkan dukungan mereka untuk tim kelas mereka yang sedang bertanding. Satu per satu anggota futsal masuk.Ada Arai dan Choki bergabung di sana. Arai baru sadar jika di sisi lain, Matari menontonnya. Ada sedikit rasa ego ingin memamerkan kehebatannya. Dia ingin menunjukkan bahwa meskipun dia anak yang bandel, dia masih bisa bermain futsal dengan baik.Peluit tanda permainan dimulai berbunyi panjang. Para pemain segera bergerak merebut bola ke sana ke sini. Lawan saat itu adalah kelas 2 IPA 3, yang juga dijagokan karena kehebatannya.“Eh, La, gue mau kencing nih. Temenin yuk!” ajak Marsha tiba-tiba saat pertandingan baru berjalan 5 menit.“Yuk, gue juga kebelet. Kalian mau ikut?” tanya Ayla.“Eh enggak, gue di sini aja,” sahut Matari.“Cieee, nggak mau kelewat satu menit pun ya? Ihiiiy!” ledek Ayla."Emang gue nggak kebelet aja,” jawab

  • Senandung Masa SMA   Bab 62 Kekecewaan

    “Eh, udah beda score 1-2 aja, luar biasa!” seru Marsha antusias. “Padahal kelas 2-nya agresif ngerebut bola! Kelas calon cowok lo emang top deh!”Matari cuma tersenyum. “Nggaklah, kelas 2 masih unggul kok.”“Tapi cuma beda 1 skor, hebat lho!” puji Marsha berlebihan.Tak ada yang menanggapinya. Matari menunggu Hera yang memang sudah diprediksinya akan langsung tanya pada Ayla.“Eh, La, kata Matari lo sama Davi deket?” tanya Hera to the point.Ayla yang baru saja duduk nyaman di tempatnya semula, mengerutkan dahi. “Eh, kata siapa?”“Lho, gimana sih, Ri?” tanya Hera bingung.Matari menatap Ayla. “Gue yang bilang sama dia.”Ayla terdiam. “Nggak deket-deket banget kok.”“Kemarin lo bilang, enggak deket?” ucap Hera. “Makanya gue disuruh nanya ke Matari. Tadi Matari bilang, dia nggak ta

  • Senandung Masa SMA   Bab 63 Pendapat Sandra

    Sandra baru sampai di rumah. Jam menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Hanya ada Eyang Putri yang duduk di ruang tamu sambil membaca koran hari itu. Lagu berbahasa Belanda terdengar samar-samar dari bibirnya yang tipis.“Assalamuaikum!” seru Sandra sambil mencium Eyang Putrinya.“Walaikumsalam…,” sahut Eyang sambil menatap Sandra bingung.“Eh, kenapa, Yang? Ada yang salah sama aku?” tanya Sandra ikutan bingung.“Eh, kamu siapa? Tiwi ya?”Sandra semakin bingung. Dia disangka Kak Tiwi, sepupunya. Padahal Eyang Putri saat itu memakai kedua kacamatanya.“Bercanda, Yang?” tanya Sandra.Eyang hanya menatap Sandra sejenak, kemudian dengan acuh melanjutkan kegiatannya. Sandra akhirnya malas mempermasalahkan dan bergerak menjauh. Dia segera menaiki tangga dengan cepat.Melihat kamar Matari yang tampak menyala, Sandra akhirnya masuk tanpa permisi seperti biasa. Terlih

  • Senandung Masa SMA   Bab 64 Ajakan demi Ajakan

    Sandra memarkir sepedanya di dekat selokan. Saat itu selokan mengeluarkan bau tidak sedap yang menyengat. Matari yang berada di belakangnya bahkan sudah menutup hidungnya sejak tadi sebelum masuk ke area parkir motor.“Oh iya, satu lagi, soal dia nggak akan jadian sama mantannya sahabatnya, kita liat aja besok-besok, bener nggak tuh omongan?! Mungkin dia ngejodohin lo sama Arai sebagai salah satu bentuk gengsi dia karena nggak bisa bikin Davi sama lo balikan. Perasaan bersalah mungkin ada, tapi entahlah, kalo anak-anak sultan gitu, kadang suka nggak bisa dipegang omongannya! Kebanyakan diajarin apa-apa diselesain sama duit!” kata Sandra tiba-tiba.“Iya, iya, San. Thank you sarannya, tapi nggak diomongin pas di sini juga kali!” timpal Matari sambil mengunci sepedanya dengan rantai yang dibawanya.Sandra menoleh ke kanan dan ke kiri, sedikit merasa bersalah. Untungnya tak ada satupun yang mereka kenal saat itu.“Takut

  • Senandung Masa SMA   Bab 65 Lagi-lagi Hujan

    Tampaknya, niat Matari dan Sandra untuk berolahraga gagal. Hujan cukup deras membuat mereka akhirnya berniat meninggalkan sepeda mereka di sekolah dan pulang naik bajaj atau angkot. Suasana classmeeting dengan jam bebas di mana-mana, semakin mendukung para siswa untuk segera pulang dengan cara masing-masing.Ada yang patungan bayar taksi, bajaj, mencharter angkot yang lewat hingga nebeng teman-teman mereka yang punya mobil atau dijemput dengan mobil.Desember, meskipun adalah bulan kelahiran Matari, dia selalu harus terbiasa akrab dengan hujan setiap hari. Begitupun hari ini.Tak banyak yang masih tinggal di sekolah. Bahkan Dinda dan Ayla sudah pergi duluan ke mall terdekat. Praja, Beno dan Hafis juga sedang menunggu jemputan, mereka akan main futsal dengan teman-teman SMP mereka.Matari dan Sandra menunggu hujan sedikit reda, dengan harapan mereka bisa memakai payung mereka. Dengan keadaan hujan dan angin seperti ini, pastinya tidak mungkin neka

  • Senandung Masa SMA   Bab 66 Rumah Rambo

    Dalam pikiran Matari, traktiran yang dimaksud akan diadakan di sebuah tempat makan atau tempat yang lebih proper. Ternyata, tempat yang dituju adalah rumah Rambo.Rumah Rambo terletak di dekat Pasar Jatinegara. Bukan rumah mewah, namun sedikit terpisah dari area rumah-rumah yang lain. Pemisah itu adalah sebuah pabrik tahu dan pabrik jeans di sepanjang kanan-kiri jalan. Untuk ke sana, Matari bahkan harus menutup hidungnya karena bau yang tidak enak, sebagai akibat dari polusi kedua pabrik tersebut.Gerimis masih dirasakan Matari saat mereka sampai. Matari yang sejak tadi membonceng Arai, tak berani jauh-jauh dari cowok itu. Meskipun ternyata rumah Rambo tampak ramai oleh siswa-siswi di sekolahnya. Namun hanya sedikit yang dikenalnya. Mereka semua sepertinya tergabung dalam geng GWR karena terlihat akrab satu sama lain.Rambo hanya menggelar tikar seadanya untuk siapapun duduk-duduk. Dua gerobak kaki lima terparkir di depan rumahnya. Satunya penjual bakso dan seka

  • Senandung Masa SMA   Bab 67 Desma

    “Ri, kamu nggak kenal sama yang di dalem?” tanya Kak Mirna saat Matari duduk di dekatnya untuk menikmati siomay.“Siapa?” tanya Matari bingung.Dia tahu di dalam rumah Rambo masih ada beberapa orang lagi dan Matari tak kenal mereka semuanya.“Ituh yang dateng bareng sama si Anton,” jawab Kak Angela sambil bergabung dengan Matari dan Kak Mirna.“Eh, Kak, makasih ya, traktirannya,” kata Matari berbasa-basi.“Yaelah, biasa aja, Ri. Di sini mah gitu kebiasaannya. Jangan kapok aja!” jawab Kak Angela. “Jadi, lo masa nggak kenal, kan katanya sama-sama anak kelas 1?”“Oh, si Desma?” sahut Matari.“Males aku nyebutin namanya. Dasar pec*n!” seru Kak Mirna.Matari masih tak mengerti. Kenapa semua orang, terutama yang cewek-cewek, tampak tak suka dengan Desma. Bahkan kakak-kakak cewek dari sekolah lain juga tampak seperti itu.“Eman

Bab terbaru

  • Senandung Masa SMA   Epilog

    Dentingan alat musik keyboard mengalun pelan. Matari tahu itu intro lagu Hoobastank-The Reason. Tak seperti versi aslinya, ada intro tambahan panjang dari gitaris klasik setelahnya.Café rumahan yang tak terlalu besar di bilangan Jakarta Selatan, yang sebagian besar bertema outdoor, memamerkan sound system-nya yang minimalis tapi berkualitas. Café itu penuh dengan siswa-siswi kelas 11 IPS 1, yang salah satu siswinya mengubah café sedemikian rupa sehingga bisa menampung kurang lebih 50 orang.Matari baru tahu, Priscilla punya café rumahan kecil di depan rumahnya. Ulang tahun sweet seventeennya kali ini, diadakan di café rumahan miliknya sendiri. Waitress-nya saja terbatas, karena dari kalangan keluarga sendiri.“I'm not a perfect person… There's many things I wish I didn't do…,” si vokalis mengawali dengan suara yang mirip-mirip penyanyi aslinya, serta merta mem

  • Senandung Masa SMA   Bab 183 Calm Down

    Entah bagaimana Arai dan gengnya menyelesaikan permasalahan mengenai Sindhu. Namun, seminggu kemudian, Sindhu masuk dengan beberapa plester serta perban di wajah dan kakinya, setelah sebelumnya dia tak masuk 2 hari. Dia mengaku jatuh dari sepeda motor yang dikendarainya. Tapi Matari tahu, itu ulah Arai dan para cecunguk GWR.Yang lebih menakjubkan, Sindhu sudah tak berani menatap Matari secara terang-terangan. Sesekali jika kepergok, dia langsung memalingkan muka. Dia juga berubah menjadi lebih pendiam dan tak banyak omong seperti sebelumnya.“Rai, lo apain sih dia?” tanya Matari saat jam pelajaran olahraga berlangsung.Arai yang sedang menunggu giliran sepakbola, hanya tertawa-tawa.“Udah gue bilang kan, kalo permasalahan kandang sendiri mah nggak akan ketahuan. Gue jamin,” jawab Arai mengambang.“Dia bilangnya jatuh dari motor, itu beneran?” tanya Matari.“Ya enggaklah.”“Trus?&r

  • Senandung Masa SMA   Bab 182 Cerita Arai

    Setelah menceritakan semua yang dia dengar dari Daffa, wajah Arai tampak konyol. Dia malah setelah itu tertawa-tawa. Gigi taringnya, yang dulu menarik, sekarang terlihat menyebalkan bagi Matari.“Tenang, Ri. Tenaaaang aja. Gue mau kasih tahu kabar mengejutkan soal dia buat lo,” kata Arai kemudian.“Apaan tuh?” tanya Matari.“Kalo ada tambahan cerita gini, gue jadi ikutan pengen mukulin dia.”Matari tampak bingung. Arai kemudian melanjutkan bicara.“Jadiiii, anak-anak GWR itu mau mukulin dia udah lama. Kayanya sih minggu depan bakalan mukulin dia.”“Hah? Rame-rame?”“Iya, tapi aslinya tetep 1 lawan 1 lah, cuma emang kita dateng bareng-bareng. Mukulinnya gantian aja.”Matari bergidik takut.“Hei, udah biasa kaya gini di geng gue. Target sekolah lain emang lagi dipending dulu, mengingat kita diawasin banget kan sekarang sejak desas-desus peredaran

  • Senandung Masa SMA   Bab 181 Curhatan Matari

    Matari menghela napas, saat malam minggu itu, Arai untuk kesekian kalinya muncul lagi di rumahnya. Hebatnya, Tante Dina sekarang akrab dengannya. Bahkan Ayah, juga secara terang-terangan menyapa dengan lebih ramah seperti saat menyapa teman-teman perempuan Matari.Ayah bahkan tak pernah ramah pada Iko, tetangganya. Ataupun Praja, yang dulu sering mengantarkannya perempuan.“Elo kenapa tobatnya pas udah putus, bego? Nggak inget lo dulu nggak berani masuk ke sini?” ledek Sandra yang akan pergi bermalam mingguan dengan Cakra, seperti biasanya.“Diem aja lo bawel! Kan gue udah sering bilang, kalo statusnya temen, lebih santai,” jawab Arai membela diri.Matari cuma terkekeh dan memberikan asbak pada Arai. Cowok itu sedang merokok di sudut teras.“Auklah, gelap! Gue ke sebelah dulu ya, mau fotokopi dulu. Si Cakra nanti ngejemput di situ. Gue udah bilang nyokap sih, Ri,” kata Sandra sambil membuka pagar.Matari m

  • Senandung Masa SMA   Bab 180 Kejuaraan Basket Antar Sekolah

    Seluruh SMA Negeri dan Swasta yang mendaftar, akan datang bertanding di sekolah Matari secara bergantian merebutkan piala Basket antar SMA se-DKI. Seperti biasa, untuk acara pembukaan, banyak ditampilkan acara-acara penghibur seperti tari tradisional, paduan suara hingga cheers yang Bersatu dengan para breakdancer.Dari tempat duduk penonton, Matari bisa melihat bahwa Sindhu cukup mahir beratraksi meskipun tubuh cowok itu tak setinggi yang lain. Mengingat proporsi tubuhnya juga tambun.“Gue kaya liat bola hidup lagi beraksi tahu nggak?” ledek Kian berbisik pada Matari.Matari cuma tertawa kecil. Matari sejujurnya tak terlalu fokus. Karena acara ini, dia sebenarnya juga didapuk jadi panitia bergabung dengan para volunteer dari sekolah lain.Namun, karena dia ditunjuk ambil bagian di keamanan acara, tugasnya hanya mondar-mandir di area penonton, area sekitar lapangan, area luar dan lain-lain. Patrolilah istilahnya.“Gue patrol

  • Senandung Masa SMA   Bab 179 Cerita Daffa di Siang Hari

    Jam kosong hadir setelah sekian lama. Matari dan teman-teman di kelasnya bergiliran ke kantin untuk diam-diam membeli makanan. Sesuai arahan Daffa, agar pergi tak bersamaan dan cepat kembali. Berjaga-jaga kalau ada guru piket yang datang mengecek tugas yang diberikan.Dalam beberapa hal, Matari sudah mulai enjoy ada di kelas ini. Meskipun saat istirahat, dia akan nongkrong dengan Praja cs, namun, kelas ini tak terlalu buruk, meskipun Sindhu membuatnya tak nyaman.Matari baru kembali dari kantin, duduk bersama berdekat-dekatan dengan Kian, Yana, Priscilla dan Anya. Mereka sedang heboh membahas cerita hantu yang sedang hits menyebar di kalangan sekolah mereka. Kisah ini dialami oleh para anak kelas 10 yang kemahnya kali ini diadakan di sekolah, karena permintaan para wali murid.Sebagian besar dari mereka merasa keberatan diadakan di bumi perkemahan yang biasanya. Mau tak mau, akhirnya kemah diadakan di sekolah dengan mendirikan tenda di tepi-tepi lapanga

  • Senandung Masa SMA   Bab 178 Sindhu dan Jawabannya

    “Jadi, gue punya kakak perempuan. Kebetulan dia udah almarhumah. Sakit. Nah mukanya itu mirip banget sama Matari,” kata Sindhu mengawali. “Waktu kelas 1 alias kelas 11 dulu, pas liat dia nyanyi di kemah, gue sempet kepikiran. Tapi waktu itu gue tahu, Arai lagi mulai ngedeketin dia juga.”Daffa sedikit terenyuh saat Sindhu mulai bercerita bahwa Matari mirip dengan almarhumah kakak perempuannya.“Karena sekarang kita sekelas, gue jadi bisa perhatiin terus, jadi gue jadi beneran demen sama dia. Apalagi lo liat perhatiin deh bro, toket dia lumayan gede,” kata Sindhu sambil meraba dadanya sendiri. “Paslah sesuai sama tipe-tipe gue.”Daffa yang tadinya sedikit luluh kemudian berubah menjadi merasa jijik. Daffa tak tega jika harus menjelaskan perihal itu pada Matari. Daffa juga punya ibu dan kakak perempuan yang sangat sayang padanya. Dia tak bisa membayangkan jika kakaknya diperlakukan seperti ini oleh teman sekelasnya.

  • Senandung Masa SMA   Bab 177 Investigasi Daffa

    Daffa selesai mengabsen teman-teman satu kelas. Setelah Matari meminta bantuannya kemarin, Daffa jadi benar-benar menyadari ada yang tak beres dengan Sindhu. Apalagi saat selesai mengabsen barusan, saat Daffa memanggil nama Matari, Sindhu secara otomatis menoleh. Hal itu dia perhatikan, berlangsung dengan pasti selama 2 minggu berturut-turut setiap kali Daffa mengabsen.Keanehan lainnya, saat Matari harus menulis di depan sebagai sekretaris, Sindhu selalu memperhatikannya. Saat dia bengong memperhatikan, Daffa akhirnya bertanya juga. Sindhu bilang, karena tulisan Matari tak terlalu terlihat jelas di matanya yang minus, makanya dia hanya bisa bengong sambil memperhatikan papan tulis saja.“Kenapa lo nggak pake kacamata aja?” tanya Daffa.“Nggak, ah, kaya lo gitu? Nggak mau. Gue kan ikut ekskul breakdance sekarang, susah kalo pake gituan. Gue mah pake softlense aja, cuma ya tetep nggak maksimal. Minus gue udah gede,” jawab Sindhu d

  • Senandung Masa SMA   Bab 176 Bantuan Daffa

    “Eh, Matari! Lagi liatin apa lo? Serius banget?” tanya Daffa.“Kaget gue, Daf,” sahut Matari yang menyadari Daffa tiba-tiba berdiri di sebelahnya.“Elo sih serius banget. Coba gue liat, baca apa sih lo?”“Itu, lomba nulis cerpen.”“Wahhh, iya! Ikut lo? Mayan tuh hadiahnya! Laptop sama HP!”“Gue sih ngincer laptopnya. Kalo HP sih ya udahlah ya, gue udah punya.”“Heiii, itu HP seri terbaru! Udah berkamera pula. HP lo kan masih jadul, kenapa enggak?”“Iya juga sih. Juara berapa aja sih untung aja ini mah! Juara 3 sampe Harapan aja uang cash! Mayan juga kan?”“Iya, udah coba aja dulu! Lo kan ada bakat, jadi mending maju dulu aja. Kalopun nggak menang, ya udah nggak papa, nambah pengalaman. Kalo menang sih bonuslah, piagam itu bisa dipakek lho buat daftar uni nanti. Bisa ngebantu lo.”“Masa sih, Daf?”

DMCA.com Protection Status