TERNYATA!"Bagaimana bisa kami berhubungan dengan Mama Arumi, Pak Hendra. Sedangkan Arumi saja sudah menghubungi Mama nya berkali-kali tetapi tidak diangkat. Persekongkolan ap ini? Siapa dalang di balik semua ini?" cerca Aruna."Sungguh aku tidak tahu masalah ini," jawab Pak Hendra."Katakan!" perintah Arumi."Oke aku akan mengatakan hal jujur yang aku tahu. Aku hanya tahu sebenarnya ada seorang lagi yang menjadi investor utama. Dan itu bukan Mamamu, Arumi," jelas Hendra"Apa maksudmu, Om?" tanya Arumi sambil mengeryitkan keningnya dengan heran."Ini juga salahmu, Arumi," tegas Hendra."Mengapa aku kau bawa-bawa, Om! Ishhh! Tak ada kaitannya sama sekali," protes Arumi."Aku tidak tahu apa-apa lo. Bahkan aku baru mendengar bahwa perusahaan ini dijual dari Aruna. Saat aku berada di Tiongkok. Bagaimana mungkin Ini semua salahku?" sanggah Arumi.Pak Hendro nampak menghela nafas panjang. Dia melihat ke arah keponakannya itu, ya dia sangat tahu apa yang dirasakan oleh Kakak wanitanya, Mama
KAK CINDY KE LUAR NEGERI!"Tenang saja aku sudah memikirkan jauh-jauh hari masalah ini. Kau doakan saja semoga investor-ku kali ini benar-benar mau membeli saham ini. Mereka masih mempertimbangkan lagi," ujar Pak Hendro."Siapa itu?" tanya Aruna."Sudahlah. Kalian tak perlu tahu, kalian hanya perlu mendoakan aku agar proyek ini deal. Bagaimanapun juga aku tetap memikirkan kalian, apalagi jerih payah kalian pada perusahaan ini. Aku tetap mengusahakannya, doakan saja semoga project ini segera hadir. Jika memang semua sudah deal, aku akan memberitahukanmu siapa dewan direksi yang baru untuk perusahaan kita. Semoga saja ini bisa tercapai," tegas Pak Hendra menolak memberi tahu siapa penawar perusahaan merekaAruna dan Arumi berpandangan sambil menghela nafas panjang. Dia tak mengira masalah perusahaan akan serumit ini. Bahkan langkah yang dilakukan oleh juragan Waluyo maupun Mama Arumi sama sekali tidak bisa ditebak oleh kedua wanita itu namun langkah itu sangat mematikan. "Kalau semua
KEKHAWATIRAN TENTANG RUMAH SAKIT JANTUNG LISENSI!"Tidak perlu begitu panik, Ayah Baik," sahut Bima memainkan puzzle barunya."Aku tidak panik, Bima. Tapi aku mengkhawatirkan ibumu. Kenapa dia belum pulang," gumam Dion. 'Ceklek' suara pintu di buka. Aruna baru pulang dan melepas sepatunya. Dia langsung melihat Dion berpura-pura memegang jantungnya dan tidur di Sofa. Hal yang membuat Aruna menggelengkan kepalanya."Bima!" panggil Aruna yang baru datang."Ibu sudah pulang! Yeayyyy!" teriak Bima langsung menghambur ke arah pelukan Aruna."Akhirnya Ibu pulang juga," kata Bima sambil memeluk Aruna."Ibu merindukanmu," jawab Aruna sambilmencium pucuk kepala Bima. "Bima! Apakah kamu menjadi anak pintar hari ini? Apakah kau merepotkan Ayah Baikmu? Apakah kamu mendesaknya minum obat? Kau tak lupa memberinya obat yang sudah Ibu siapkan kan? Kau menyuruhnya makan dengan baik?" cerca Aruna."Tentu, Bu. Aku merawat Ayah Baik dengan sangat Baik. Aku mengingatkannya minum obat, makan teratur dan
MENIKAHLAH DENGANKU ARUNA! KITA LEWATI BERSAMA!"Apa itu?" tanya Dion."Rumah sakit jantung lisensi ini," tegas Aruna."Aku takut rumah sakit jantung lisensi gagal, Pak Dion. Itu yang menjadi kekhawatiranku paling besar. Ini semua bukan tentang perusahaanku," sambungnya."Mengapa demikian? Kau ini aneh sekali, Rumah sakit jantung itu kan milikku tidak ada kaitanya denganmu. Bahkan jika memang ini menjadi akhir perusahaan milikmu, maka tak akan berefek apapun kan? Semua sudah di jual oleh Bapakmu. Kau bisa membuat perusahaan baru, kan?" tanya Dion. Aruna menggelengkan kepalanya."Pak Dion, mungkin kau tak akan pernah mengerti bagaimana perasaan seorang Ibu yang memiliki anak dengan pertumbuhan khusus dan memerlukan penanganan spesial seperti Bima, aku sudah merasakannya sendiri betapa susahnya mulai awal kelahiran sampai detik ini," ujar Aruna."Apa maksudmu, Aruna?" tanya DionAruna terdiam, dia masih ingat betul bagaimana perlakuan semua orang kepadanya dulu. Bagaimana dia harus kes
TERPERGOK JURAGAN WALUYO!"Kenapa kok begitu pesimis, Aruna? Kita belum mencobanya. Mari kita lalui bersama, Aruna. Percayalah saat aku sakit, aku menyadari banyak hal penting," terang Dion. Aruna menoleh."Apa itu?" tanya Aruna."Aku takut kehilangan dirimu dan Bima. Aku sadar selama ini uang yang aku kumpulkan tak pernah ada artinya. Aku membutuhkan kalian, keluargaku. Hanya kalian yang aku punya," jawab Dion."Pak Dion, kita tak setara. Baik secara moral dan etika kita berbeda, kesamaan dalam nilai-nilai moral dan etika dianggap penting untuk menjaga keharmonisan dalam pernikahan. Jadi, pasangan sebaiknya memiliki pandangan yang sejalan tentang etika, tata krama, dan prinsip-prinsip moral. Pasangan seharusnya memiliki latar belakang sosial dan budaya yang serupa atau dapat saling memahami dan menghormati perbedaan dalam hal ini. Bahkan menurutku secara kemampuan finansial dan ekonomi pasangan juga merupakan pertimbangan penting," sanggah Aruna."Kau jangan kolot Aruna," protes Dion
KERASNYA HATI JURAGAN WALUYO!"Ajak cucumu ini untuk tidur ke dalam. Aku tak ingin dia mendengarkan hal-hal seperti ini," perintah juragan Waluyo. Nyi Waluyo tak mampu menolak perintah sang suami."Sekarang jelaskan padaku tentang semua ini," perintah Juragan Waluyo.Aruna terdiam sesaat mencoba mencerna semua yang terjadi malam ini karena semua terjadi begitu cepat. Meyakinkan orang tua ketika saat seperti ini, memang susah-susah-gampang. Karena, belum tentu Bapak nya bisa memberikan restunya, tak jarang, orang tua memiliki persyaratan tersendiri untuk pasangan, seperti bibit, bebet, dan bobot. Lebih susah lagi kalau di sini posisinya seperti ini, di mana Dion adalah lelaki yang paling di benci Bapaknya. Dia harus bisa meyakinkan orang tua calon untuk bisa bertemu dengan Bima lagi, apalai meminangnya. Tapi, namanya juga hubungan, pasti ada tantangannya."Pak Dion, segera lah pergi!" perintah Aruna."Tidak, Aruna. Aku tidak Mau. Kita hadapi bersama. Sudah cukup sekali aku meninggalka
PENGAKUAN ARUNA"Sehingga aku tidak bisa segera pulih. Itulah yang menyebabkan aku tak segera mencari Aruna, Pak. Memang semua salahku, ini salahku, Bapak. Harusnya aku sebagai lelaki sadar diri dan peka kepada semua ini tapi ternyata aku masih sangat egois, Pak," lanjutnya."Aku masih berbaik hati padamu ya, Dion! Sekarang pergilah! Keluar dari rumahku," usir Juragan Waluyo.Aruna pun tak bisa menahan emosinya lagi. Dia menjatuhkan dirinya juga di samping Dion. Juragan Waluyo kaget dengan sikap yang ditunjukkan oleh Aruna. Dia pun langsung mundur beberapa langkah dan terduduk di sofa."Arrghhhh!" teriak juragan Waluya sambil mengusap wajahnya dengan kasar."Maafkan Aruna, Pak. Kali ini Aruna mungkin akan lancang menentang Bapak dan melawan Bapak, bukan karena alasan yang khusus tapi ini adalah alasan yang klise. Bukan tentang perasaan Aruna juga, namun lebih kepada Bima dan mentalnya. Bukan tentang Pak Dion tetapi ini lebih dari itu, Pak," kata Aruna dengan ada suara bergetar menaha
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu