SAHABAT RASA SAUDARA!
"Dia akan mau kok! Perayalah padaku, dari pada aku mengadukan pada Ibuku dan akhirnya dia harus pergi bersamaku! Bukankah dia lebih tidak mau pergi dinas bersamaku? Dia akan bosan dengan kecerewetaku kan," jawab Arumi."Hahaha! Iya benar juga, sebentar jika kita berdua pergi dinas, lalu bagaimana Bima? Dengan siapa dia di rumah? Siapa yang akan menjaganya?" gumam Aruna."Pak Dion!" usul Arumi."Tidak boleh!" jawab Aruna."Lah, kenapa?" tanya Arumi."Bukan kah kalian tinggal bersama? Bukankah semua berjalan baik- baik saja? Atau titipkan saja pada Juragan Waluyo, gampang kan?" kata Arumi."Aku belum berani mengatakan semua pada orang tuaku, Arumi. Kau tahu kan bagaimana rumitnya hubunganku dengan Pak Dion. Jika Bapak dan Ibu ku tahu tentulah mereka akan meminta pertanggung jawaban nya. Akan mengamuk, padahal aku sadar diri antara aku dan Pak Dion tak saling mencintai. Kami hanya melakukan kesalahan semalam saja. Akan sangat beratRENCANA LAIN PAK HENDRO!"Mengapa? Eh Aruna aku lupa belum menceritaans emua padamu kan ya? Pas kau izin kerja kemarin saat meeting dengan beberapa vendor dan tander untuk membahas progres rumah sakit lisensi tak sengaja aku melihat Pak Dion juga datang! Sungguh dia datang sendiri ke sana, bahkan sekertasir eh personal asistennya itu yang selalu membuntutinya mengatakan Pak Dion sengaja meluangkan waktunya untuk bertemu denganmu. Dia datang lebih awal ke sana karena berpikir kau datang," jelas Arumi."Lalu?" tanya Aruna mulai tertarik dengan topik pembahasan itu. Sekarang Aruna mulai paham, mengapa Dion bisa datang ke rumahnya bersamaan dengan Rendi. Kemungkinan dia mengatakan dan khawatir padanya bahkan datang bersama Rendi. Mungkin mereka bertemu saat acara meeting itu."Kau tahu tidak dia sangat begitu mengkhawatirkanmu, saat aku mengatakan pada dokter Rendi kau sakit, bahkan izin tak masuk kerja. Dia juga langsung pergi tanpa banyak berkata, endingnya yang
DARI CATERING RANTANGAN SAMPAI JASA BOGA INDUSTRIAL BERKAT BRANDING PAK HENDRO!"Permisi, Pak," sahut Aruna."Dududklah," perintah Pak Hendro lagi."Aku sedang mencarimu untuk membahas masalah konferensi," kata Pak Hendro."Ada apa, Pak Hendro? Bukankah semua sudah teratur jelas di undangan? Bahwa Aruna dan Arumi yang datang?" sahut Arumi mulai curiga dengan Om nya itu."Aku memiliki rencana lain! Yang datang ke sana adalah Iding saja," jawab Pak Hendro."Hah? Bagimana ceritanya Om bisa mengatakan seperti itu? Jangan mengada- ngada ya, Om! Aku sudah berencana untuk datang ke sana dengan Aruna. Kami sudah mengatur schedule!" jawab Arumi langsung emosi."Dengarkan dulu, Arumi. Om begini karena ada alasan yang kuat. Begini, Om memang menunjuk Iding saja untuk pergi dan akan mewakili konferensi kali karena gosip dan rumor yang beredar tentang perusahaan kita di luar sudah tak baik lagi. Seperti yang kita tahu, baik Om, Aruna, dan kau sendiri Arumi serta
PERDEBATAN SENGIT!"Arumi, Aruna! Dengarkan Om, bila rumor Aruna dan Pak Elbara ini tersebar otomatis akan berdampak pada peningkatan volatilitas, maka harga saham cenderung mengalami perubahan. Jika terjadi perubahan harga, kemungkinan akan terjadi pergerakan harga saham yang membentuk tren tertentu naik atau turun, kita akan bersyukur jika naik tapi bagaimana kalau turun?" sambung Pak Hendro."Bukankah mengganti Aruna dengan Iding serta Arumi ide bagus? Aruna tetap di sini untuk mengklarifikasi semua," usul Pak Hendro."Om begini menurutku, ini adalah konferensi bukanlah ajang untuk menggosip. Itu kan hanya sekedar foto saja, pasti memang akan pertentantang dan orang memperdebatkannya. Namun itu adalah foto yang biasa saja, hanya Aruna terduduk diatas pangukuan Elbara, lalu istrinya Elizabeth menyiram Aruna, begitu kan?" tanya Arumi pada Pak Hendro. Lelaki itu pun mengangguk."Coba Om lihat dari sisi yang berbeda sekarang. Lihatlah kalau kita sebagai publik at
APAKAH ELBARA DALANGNYA? Pak Hendro terdiam, dia kalah kali ini. Karena memang jasa boga tidak lah ahlinya. Sebagai seorang mantan presiden direktur, dia dulu hanya menguasai taktik dan strategi branding produk tanpa terjun langsung ke lapangan. Dia tadi begitu karena mendapat informasi dari Iding dan bujukan serta semua analisis dan spekulasi Iding. Apalagi dia menyadari Arumi dan Aruna itu dua wanita yang teguh pendirian dan tak main- main dengan ucapannya. Mengetahui hal ini, Pak Hendro mulai goyah."Apakah aku harus mengatakan juga pada bagian Personal Asisten Pak Dion, Pak Hendro? Tak masalah, rasanya aku cukup dekat dengannya," tantang Aruna. Pak Hendro mengangkat tangannya tanda dia tak ingin Aruna melakukannya. Sebenarnya dia saat ini sedang bimbang. Pertama jika dia tetap mengizinkan Aruna mendatangi acara konferensi itu tentu perusahaan merekaa akan menjadi sorotan publik, ini akan berimbas pada nilai jual sahan dan kredibilitas perusahaan akan di pertan
PENGACARA Aruna terdiam beberapa saat. Dia tiba- tiba seperti menemukan benang merah kejadian ini dan kejadian yang menimpa Dion dan dirinya enam tahun lalu di sebuah bar. Bukankah seperti ini juga kejadiannya. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan fotonya dan di sebar secara luas, padahal itu acara sangat privat sekali. Bahkan HP pun rasanya tak sempat di pegang. Karena sewaktu kejadian ini acara adalah privat makan dan sambutan."Apakah ini ada kaitannya dengan Elbara? Apakah dulu Elbara di balik semua ini? Apakah Elbara yang menjebak Dion mabuk dengan wanita di club?" batin Aruna dalam hati."Aruna!" panggil Arumi melihat sahabatnya melamun saat diajak bicara."Eh! Iya, ada apa?" sahut Aruna tergagap."Kau kenapa melamun seperti itu?" tanya Arumi."Oh tidak! Aku baru teringat beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Aruna sambil bergegas beranjak pergi dari ruangan Arumi."Dasat aneh," gumam Arumi. Sepanjang jalan menuju k
KESALAHPAHAMAN!"Kita sudah sampai, Baby! Kau akan menginap kan malam ini?" tanya Arumi pada Steven. Hari ini sengaja Arumi menjemput Steven setelah dia melatih renang. Untung lah hari ini dia tak begitu sibuk dan tak ada lembur, selain itu bisa memanfaatkan situasi dengan izin alasan mempersiapkan konferensi ke Bali. Arumi sangat handal memanfaatka semua situasi situasi ini. "Baby!" panggil Arumi setelah selesai memarkirkan mobilnya. Dia menoleh ke samping, ternyata tanpa sadar Steven telah tertidur pulas dengan tampannya. Arumi tak tega untuk membangunkannya, dia memandang wajah Steven. Arumi sangat bersyukur di balik musibah yang menimpa dia dan keluarganya dulu dengan kebangkrutan perusahaan Papa nya dan kedatangan pelakor yang memporak porandakan semuanya, hikmah nya dia bisa menemukan jati diri dan passionnya. Membuka perusahaan dengan sahabatnya Aruna dan menemukan Steven pasangan barunya."Ah, rasanya jika setiap hari melihatnya dengan wajah seme
BALI I'M COMING"Selamat pagi," jawab Dion sambil melangkahkan kaki ke ruang dua ruko."Apakah anda mencari Ibu Aruna, Pak Dion?" tanya resepsionis."Iya. Di mana dia?" tanya Dion."Ibu Aruna tak ada di sini, Pak. Dia izin selama dua hari," jawab resepsionis."Di mana Aruna? Mengapa dia izin?" cerca Dion melihat resepsionis."Ibu Aruna akan menghadiri konferensi di Bali. Kalau tak salah tentang konferensi kesehatan, Pak Dion," jawab resepsionis itu."Loh, bukannya konferensi itu akan di adakan beberapa hari lagi?" tanya Dion. Dia tahu karena memang Hendi sengaja membuatkan schedulu sengaja beberapa hari sebelum hari H konferensi karena dia harus menemui rekanan dan vendor lain. Rekanan ini memang sudah di jadwalkan sejak lama setelah proses pembuatan rumah sakit jantung berlisensi ini selesai. Dion ingin melebarkan sayap perusahaannya di bagian beach club dan pembangunan mega mall ke duanya. Bali merupakan pilihannya karena di sana adalah destin
MENCIUM AROMA KETIDAKBERESAN!"Peningkatan kelas pesawat itu memberi kursi yang besar lebar dan lebih nyaman, kita akan naikkan levelnya, Bu. Sekarang kan Ibu di kelas ekonomi, akan kita up ke kelas bisnis," ucap pramugari. Penumpang kelas bisnis biasanya ditempatkan di deretan depan pesawat. Kelasnya lebih tinggi dari kelas ekonomi. Harga yang dikenakan maskapai untuk tiket kelas bisnis dua atau tiga kali lipat dari kelas ekonomi. Soal kenyamanan, tempat duduk di kelas bisnis lebih baik dibanding kelas ekonomi. Ruang kaki luas dan penumpang kelas bisnis mendapat makan dan snack. Penumpang kelas bisnis juga bisa menikmati fasilitas lounge ketika menunggu boarding pesawat."Apakah Ibu mau?" lanjutnya."Mau! Mau! Ibu ayo kita ke sana dulu, Bu," ajak Bima."Boleh Ibu lihat dulu saja bagaimana kamarnya. Toh kalau memang Ibu merasa tidak suka atau tak cocok maka kita bisa kembali lagi ke sini, kita akan kembalikan bed Ibu," jelas Pramugari itu."Apakah boleh
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu