PT. HADINATA WIJAYA COMPANY Tbk,
"Apa maksud semua ini?" tanya Niken.Aruna menengguk ludahnya kasar. Dia tak menyangka perbuatannya semalam sudah menyebar di media sosial. Bahkan sampai masuk beberapa akun gosip, Aruna pun mencari hp-nya sendiri, karena dia dari pagi sudah sibuk dengan pengiriman barang dan kargo re- packing sayuran yang dia miliki. Sampai tak menyadari bahwa dirinya menjadi hot topik di Instagram. Aruna mencoba men- scroll beberapa alamat Instagram dan terduduk lemas.Dia baru menyadari bahwa istri Elbara adalah seorang pengusaha sekaligus selebritas di negeri ini. Pantas saja dia seperti pernah melihatnya, Aruna menghela napasnya perlahan dan menghembuskan perlahan. Dia tak menyangka jika semua akan terjadi seperti ini. Apakah ini yang menyebabkan Dion marah, tapi rasanya tidak mungkin juga. Karena Aruna juga tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Dion."Nduk, Ibu kan sudah bilang seberapa besarnya kota kita ini, semua akan mudah terekspos apalagBERTEKAD MENEMUI DION!"Aruna! Hey Aruna! Mengapa kau diam saja?" tanya Rendy yang melihat Aruna melamun dengan melambaikan tangannya."Eh tidak kok, Mas! Aku cuma sedang memikirkan bagaimana cara agar Bima tetap bisa di operasi. Berapa lagi Bima bisa bertahan, Mas? Apakah Bima tidak bisa menunggu waktu setahun lagi, Mas? Barangkali jika memang bisa...""Tidak bisa! Karena Bima harus segera dioperasi secepatnya! Aku pun juga sangat bingung memikirkan hal ini. Mengingat beberapa pasienku memang memerlukan emergency penanganan jantung dan itu hanya bisa dilakukan di rumah sakit Surabaya itu! Bahkan profesor Tjahyadi sendiri kemarin sempat turun tangan! Tapi, dia tak bisa berbuat apa-apa juga, mengingat dia juga tak punya kuasa dan tak punya modal juga untuk bisa membeli lisensinya," jelas Rendi."Menurutmu apa yang bisa aku lakukan, Mas? Apakah aku harus menemui pemilik perusahaan itu dan mengatakan untuk tetap membukanya?" tanya Aruna."Hahaha! Itu sebenarnya hal
PAK, PLEASE LIMA MENIT!"Saya sudah berkata padamu, Betari Aruna Waluyo! Saya tidak akan membuka rumah sakit itu dalam waktu yang dekat. Kau mengerti?" hardik Dion."Tapi Pak..."Dion langsung mengangkat tangannya tanda tak ingin lagi mendengar ucapan Aruna lagi. Dia segera berlalu masuk ke dalam lift. Tak menyerah Aruna pun mengejar dia sampai masuk ke dalam. Dia mensejajari Dion dengan berdiri di sampingnya."Tapi Pak rumah sakit itu sangat saya perlukan," bujuk Aruna."Justru semakin kau perlukan saya tidak akan membukanya," sahut Dion sambil bersedekap setelah memencet tombol satu lantai di bawahnya."Tapi Pak, rumah sakit itu menyangkut nyawa hidup orang banyak! Jika Bapak tak membukanya bulan depan dan tetap egois seperti ini berapa banyak nyawa yang akan hilang, Bapak? Pak Dion, sedikit saja nuarani dan belas kasihan, Bapak! Apakah Bapak tidak mengerti betapa berartinya rumah sakit itu bagi orang-orang yang membutuhkannya?" tanya Aruna."Kenapa kau
BU, BOLEHKAN BIMA MEMINTA HADIAH UNTUK MEMILIKI SOSOK AYAH?"Dion siapakah dia? Siapa wanita itu? Apa benar seleramu seperti ini?" tanya wanita itu."Dia adalah kekasihku," ucap Dion."Ya! Dia adalah kekasihku," sambungnya. Lagi wanita itu mengeryitkan keningnya heran. Seakan dia tak percaya jika wanita cabe- cabean itu adalah kekasih Dion. Menyadari hal itu, Dion segera memepetkan tubuhnya dan berdiri di samping Aruna bahkan dengan sigap merangkul lengan Aruna sehingga mereka sekarang terlihat seperti pasangan mesra yang saling berdempetan."Dia adalah Bethari Aruna Waluyo, kekasihku!" jelas Dion lagi.Aruna kemudian menatap Dion dengan pandangan yang melongo. Dia cukup terkejut kenapa mantan atasannya itu mengatakan dia adalah pasangannya. Padahal mereka selama ini tidak ada hubungan apa-apa bahkan selama sepuluh tahun Dion terkesan sangat dingin kepadanya. Jantung Aruna sekarang berdetak keras sekarang dengan ucapan Dion."Jika memang benar dia pacarm
PERTEMUAN KEDUA BIMA!"Kenapa Ibu memandangku seperti itu? Apakah ibu tak suka jika aku meminta seorang Ayah?" tanya Bima polos."Wajar saja bukan kalau ibu kecewa mendengar pernyataanmu itu? Ibu hanya bersedih saja, apakah kasih sayang dan cinta yang Ibu berikan ini selama ini masih kurang sampai-sampai kau masih meminta sosok seorang Ayah lagi, padahal Bima sudah memiliki Ayah Rendy dan Eyang Waluyo. Apakah itu masih belum cukup sebagai sosok seorang Ayah?" tanya Aruna sambil memelaskan mukanya di hadapan putranya"Ibu pasti seperti itu jawabnya! Padahal aku hanya meminta seorang Ayah saja, mengapa tak bisa? Aku ingin sosok Ayah seperti teman-temanku, Ayah yang benar-benar tidur di rumah bersamaku, yang selalu mengajariku naik sepeda dan menaikkan layangan, Ayah yang akan setiap hari mengantar ke sekolah, Ayah yang menggendong ku di pundaknya, seperti ayah teman-temanku lainnya, mengapa aku tak punya ayah seperti itu, Bu?" sahut Bima."Sedangkan teman-temanku bisa
CEMBURU?"Mari Om antar ke orang tuamu," ajak Dion karena melihat anak itu memiliki bekas infusan di tangan tentulah anak itu adalah pasien dari rumah sakit ini.Bima pun mengangguk dan memegang tangan Dion. Mereka bergandengan tangan. Detak jantung Dion terpacu dia sampai memegangi nya."Rasa apa ini?" batin Dion dalam hati.Baru saja mereka beranjak berdiri hendak pergi tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiri mereka. Lelaki itu berpakaian putih-putih khas baju dokter, dia adalah Rendi. Melihat Bima sedang bersama seorang lelaki asing Rendi pun segera menghampirinya."Ayah Rendi!" teriak Bima sambil melambaikan tangannya ke arah Rendi. Melihat itu Dion pun tertegun."Bukankah anak ini tadi berkata jika dia tak punya ayah dan menginginkan aku menjadi ayahnya? Mengapa sekarang ada lelaki berseragam yang dipanggil Ayah olehnya juga? Dasar bocah!" umpat Dion dalam hati."Kau dari mana saja jagoan? Ayah tadi mencarimu," ujar Rendi sambil segera menggendong Bima. Bima pun melepaskan ga
MENUNGGU LIMA JAM TAK SEBANDING DENGAN LIMA TAHUN!!"Apa kau tak bisa? Jangan main- main deh Aruna dengan Pak Hendi! Syukur- syukur dia mau menemui kamu lagi," kata Hendi.Aruna menarik nafasnya dalam, dan mengehembuskannya dengan dada sesak serta sakit. Besok adalah jadwal operasi Bima. Tak mungkin jika dia pergi. Tapi kalau tidak pergi kesempatan bicara dengan Dion juga tak datang dua kali."Baiklah, Hendi! Kalau begitu tolong kirimkan di mana dan jam berapa aku bisa menemui Pak Dion," ucap Aruna."Nah, begitu dong! Kamu kan tau bagaimana Pak Dion," kata Hendi senang."Pagi kan?" tanya Aruna lagi memastikan agar jadwalnya tidak bentrok dengan waktu operasi Bima."Iya, bawel ah!" ejek Hendi sambil menutup telponnya.Tak membuang waktu lagi setelah telpon di angkat, Aruna pun segera mengirimkan pesan wa kepada Rendi untuk mengatur jadwal Bima besok. Dia hanya bisa banyak berdoa sekarang agar jadwal operasi nya tak berbenturan dengan jam operasi Bima.
TELPON DARI RUANG OPERASI!"Lima menit dariku tidaklah mudah didapatkan! Itu tak akan sebanding dengan lima tahun ini aku tersiksa olehmu dan perasaanku sendiri!" batin Dion sambil memperhatikan Aruna dari CCTV.Gadis itu sesekali masih melihat hp-nya karena khawatir dengan keadaan putranya meskipun pagi tadi dia sudah memastikan berpamitan kepada Bima. Namun hati Aruna masih cemas karena dia benar-benar ingin menyaksikan putranya sebelum masuk ke ruang operasi. Rendi sempat mengabarkan kepada Aruna bahwa operasinya di tunda sampai sore hari, karena ada pasien emergency profesor Tjahyadi. Tapi, nyatanya sampai jam dua sore dia masih berada di hotel ini. Baru saja hatinya membatin, tak lama satu panggilan pun masuk. Panggilan itu dari Rendi, Aruna segera mengangkatnya karena khawatir terjadi apa-apa dengan putranya itu."Halo ada apa, Mas?" tanya Aruna sesaat setelah telepon itu tersambung."Atuna, sepertinya kau harus segera ke sini! Jadwal operasi Bima akan di lakuk
ELBARA?"Tuhan, kuatkanlah putraku, Bima! Lindungi dia," batain Aruna dalam hati sambil memukul dadanya yang terasa nyeri.Setelah ruang operasi tertutp, Aruna langsung terduduk di lantai rumah sakit. Dia sudah tak dapat menahan air matanya lagi. Entah berapa lama dia berada di posisi itu sampai ibunya datang dan memeluknya. Mengajak Aruna berdiri dan duduk di kursi tunggu depan ruangan operasi."Sudah jangan panik, Nduk! Profesor Tjahayadi kan terkenal sangat hebat dalam pembedahan jantung. Percayalah, dia pasti akan berhasil menyelamatkan Bima. Bukankah Rendi juga sudah mengatakannya padamu? Tenang saja," ujar Nyi Waluyo sambil mengusap bahu Aruna pelan.Dia berusaha sedikit menenangkan putrii tercintanya itu. Tak lama juragan Waluyo juga datang dengan membawa air mineral dan segelas kopi untuk putrinya agar tak lemes. Dia menyerahkan kopi dan air itu kepada Aruna."Sudah masuk, Bima?" tanya juragan Waluyo. Aruna hanya menganggukkan kepalanya perlahan sambil me