BU, BOLEHKAN BIMA MEMINTA HADIAH UNTUK MEMILIKI SOSOK AYAH?
"Dion siapakah dia? Siapa wanita itu? Apa benar seleramu seperti ini?" tanya wanita itu."Dia adalah kekasihku," ucap Dion."Ya! Dia adalah kekasihku," sambungnya.Lagi wanita itu mengeryitkan keningnya heran. Seakan dia tak percaya jika wanita cabe- cabean itu adalah kekasih Dion. Menyadari hal itu, Dion segera memepetkan tubuhnya dan berdiri di samping Aruna bahkan dengan sigap merangkul lengan Aruna sehingga mereka sekarang terlihat seperti pasangan mesra yang saling berdempetan."Dia adalah Bethari Aruna Waluyo, kekasihku!" jelas Dion lagi.Aruna kemudian menatap Dion dengan pandangan yang melongo. Dia cukup terkejut kenapa mantan atasannya itu mengatakan dia adalah pasangannya. Padahal mereka selama ini tidak ada hubungan apa-apa bahkan selama sepuluh tahun Dion terkesan sangat dingin kepadanya. Jantung Aruna sekarang berdetak keras sekarang dengan ucapan Dion."Jika memang benar dia pacarmPERTEMUAN KEDUA BIMA!"Kenapa Ibu memandangku seperti itu? Apakah ibu tak suka jika aku meminta seorang Ayah?" tanya Bima polos."Wajar saja bukan kalau ibu kecewa mendengar pernyataanmu itu? Ibu hanya bersedih saja, apakah kasih sayang dan cinta yang Ibu berikan ini selama ini masih kurang sampai-sampai kau masih meminta sosok seorang Ayah lagi, padahal Bima sudah memiliki Ayah Rendy dan Eyang Waluyo. Apakah itu masih belum cukup sebagai sosok seorang Ayah?" tanya Aruna sambil memelaskan mukanya di hadapan putranya"Ibu pasti seperti itu jawabnya! Padahal aku hanya meminta seorang Ayah saja, mengapa tak bisa? Aku ingin sosok Ayah seperti teman-temanku, Ayah yang benar-benar tidur di rumah bersamaku, yang selalu mengajariku naik sepeda dan menaikkan layangan, Ayah yang akan setiap hari mengantar ke sekolah, Ayah yang menggendong ku di pundaknya, seperti ayah teman-temanku lainnya, mengapa aku tak punya ayah seperti itu, Bu?" sahut Bima."Sedangkan teman-temanku bisa
CEMBURU?"Mari Om antar ke orang tuamu," ajak Dion karena melihat anak itu memiliki bekas infusan di tangan tentulah anak itu adalah pasien dari rumah sakit ini.Bima pun mengangguk dan memegang tangan Dion. Mereka bergandengan tangan. Detak jantung Dion terpacu dia sampai memegangi nya."Rasa apa ini?" batin Dion dalam hati.Baru saja mereka beranjak berdiri hendak pergi tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiri mereka. Lelaki itu berpakaian putih-putih khas baju dokter, dia adalah Rendi. Melihat Bima sedang bersama seorang lelaki asing Rendi pun segera menghampirinya."Ayah Rendi!" teriak Bima sambil melambaikan tangannya ke arah Rendi. Melihat itu Dion pun tertegun."Bukankah anak ini tadi berkata jika dia tak punya ayah dan menginginkan aku menjadi ayahnya? Mengapa sekarang ada lelaki berseragam yang dipanggil Ayah olehnya juga? Dasar bocah!" umpat Dion dalam hati."Kau dari mana saja jagoan? Ayah tadi mencarimu," ujar Rendi sambil segera menggendong Bima. Bima pun melepaskan ga
MENUNGGU LIMA JAM TAK SEBANDING DENGAN LIMA TAHUN!!"Apa kau tak bisa? Jangan main- main deh Aruna dengan Pak Hendi! Syukur- syukur dia mau menemui kamu lagi," kata Hendi.Aruna menarik nafasnya dalam, dan mengehembuskannya dengan dada sesak serta sakit. Besok adalah jadwal operasi Bima. Tak mungkin jika dia pergi. Tapi kalau tidak pergi kesempatan bicara dengan Dion juga tak datang dua kali."Baiklah, Hendi! Kalau begitu tolong kirimkan di mana dan jam berapa aku bisa menemui Pak Dion," ucap Aruna."Nah, begitu dong! Kamu kan tau bagaimana Pak Dion," kata Hendi senang."Pagi kan?" tanya Aruna lagi memastikan agar jadwalnya tidak bentrok dengan waktu operasi Bima."Iya, bawel ah!" ejek Hendi sambil menutup telponnya.Tak membuang waktu lagi setelah telpon di angkat, Aruna pun segera mengirimkan pesan wa kepada Rendi untuk mengatur jadwal Bima besok. Dia hanya bisa banyak berdoa sekarang agar jadwal operasi nya tak berbenturan dengan jam operasi Bima.
TELPON DARI RUANG OPERASI!"Lima menit dariku tidaklah mudah didapatkan! Itu tak akan sebanding dengan lima tahun ini aku tersiksa olehmu dan perasaanku sendiri!" batin Dion sambil memperhatikan Aruna dari CCTV.Gadis itu sesekali masih melihat hp-nya karena khawatir dengan keadaan putranya meskipun pagi tadi dia sudah memastikan berpamitan kepada Bima. Namun hati Aruna masih cemas karena dia benar-benar ingin menyaksikan putranya sebelum masuk ke ruang operasi. Rendi sempat mengabarkan kepada Aruna bahwa operasinya di tunda sampai sore hari, karena ada pasien emergency profesor Tjahyadi. Tapi, nyatanya sampai jam dua sore dia masih berada di hotel ini. Baru saja hatinya membatin, tak lama satu panggilan pun masuk. Panggilan itu dari Rendi, Aruna segera mengangkatnya karena khawatir terjadi apa-apa dengan putranya itu."Halo ada apa, Mas?" tanya Aruna sesaat setelah telepon itu tersambung."Atuna, sepertinya kau harus segera ke sini! Jadwal operasi Bima akan di lakuk
ELBARA?"Tuhan, kuatkanlah putraku, Bima! Lindungi dia," batain Aruna dalam hati sambil memukul dadanya yang terasa nyeri.Setelah ruang operasi tertutp, Aruna langsung terduduk di lantai rumah sakit. Dia sudah tak dapat menahan air matanya lagi. Entah berapa lama dia berada di posisi itu sampai ibunya datang dan memeluknya. Mengajak Aruna berdiri dan duduk di kursi tunggu depan ruangan operasi."Sudah jangan panik, Nduk! Profesor Tjahayadi kan terkenal sangat hebat dalam pembedahan jantung. Percayalah, dia pasti akan berhasil menyelamatkan Bima. Bukankah Rendi juga sudah mengatakannya padamu? Tenang saja," ujar Nyi Waluyo sambil mengusap bahu Aruna pelan.Dia berusaha sedikit menenangkan putrii tercintanya itu. Tak lama juragan Waluyo juga datang dengan membawa air mineral dan segelas kopi untuk putrinya agar tak lemes. Dia menyerahkan kopi dan air itu kepada Aruna."Sudah masuk, Bima?" tanya juragan Waluyo. Aruna hanya menganggukkan kepalanya perlahan sambil me
AKANKAH TERUNGKAP TABIR AYAH BIMA?"Apa maksudmu?" tanya Elizabeth heran mendengar ucapan suaminya.Di sisi lain Aruna masih berada di depan ruang operasi dengan harap-harap cemas. Dia ditemani oleh ibu dan bapaknya. Tak lama Rendi keluar Aruna."Aruna, Rendi keluar," ujar ibunya sambil menepuk badan Aruna."Bagaimana, Ren? Apakah operasi berjalan lancar?" tanya Aruna segera berbalik badan setelah Nyi Waluyo berkata seperti itu."Bima sudah melewati masa kritisnya! Jadi tenanglah, Aruna," jawab Rendi. "Benarkan apa yang Ibu bilang? Bima baik-baik saja, dia seperti namanya yang sangat kuat! Kau tenang saja," ujar Nyi Waluyo. Aruna pun menangis dan menganggukkan kepalanya karena perasaan senang, terharu, bercampur menjadi satu. "Dia akan segera di pindahkan ke bangsal umum! Aku sengaja keluar sebentar, karena ingin memberitahumu agar kau tak takut dan khawatir. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu, aku belum selesai," pamit Rendi lagi sambil masuk ke r
SEBUAH KEBENARAN!"Apakah kini saatnya aku mengatakan semuanya?" batin Aruna dalam hati."Bu," panggil Aruna."Apakah Ibu ingin tahu semuanya? Sebuah kebenaran yang selama ini Aruna tutupi," ucap Aruna lagi. "Tentu jika kau mengijinkannya, maka Ibu ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya selama enam tahun ini! Kalau kau tak keberatan, Nduk! Tapi jika kau masih belum siap maka Ibu dan Bapak akan menunggunya," jawab Nyi Waluyo. Aruna menghela nafasnya panjang."Tapi aku meminta satu hal kepada Ibu, bisakah Ibu berjanji padaku?" tanya Aruna."Berjanji untuk apa?" ujar Nyi Waluyo heran. "Tolong setelah Ibu tahu semuanya termasuk siapa Bapak biologis Bima, Ibu tak akan mengusik kehidupan pribadi Bapak Bima, biarlah suatu saat gusti Allah sendiri yang akan mempertemukan mereka dengan caranya sendiri. Kalau tidak biarlah ini menjadi rahasia Bima sampai mati," jawab Aruna."Bukankah Bima itu memang secara biologis memiliki Bapak, tetapi secara hukum dia itu adalah anak tak bernasab?" jelas A
TATAPAN ITU,"Maaf Pak Dion, saya mengganggu. Hari ini Aruna mengatakan pada saya untuk ingin bertemu dengan Pak Dion. Apakah Pak Dion setuju?" tanya Hendi yang masuk ke dalam ruangan Dion di ruang loby VIP hotel. Dion terlihat sedang sibuk dengan laptopnya."Apakah Aruna itu mengira aku sangat menganggur? Apakah dia bisa berpikir untuk datang menemuiku seenaknya dan kapan saja? Siapa dia?" sahut Dion sambil terus menatap komputer di depannya."Baiklah kalau begitu, Pak! Saya mengerti," ujar Hendi sambil berlalu pergi ke loby utama. Hendi pun menemui Aruna yang sedari tadi menunggunya."Aruna maaf sekali, tapi kali ini Pak Dion sangat sibuk! Tak bisa di ganggu, habisnya kau konyol sekali, kemarin meninggalkan Pak Dion begitu saja. Sekarang tiba- tiba datang ke sini! Kau itu ngeyel sekali, seperti tak tahu watak Pak Dion saja," gerutu Hendi."Baiklah tidak masalah! Biarkan dia sibuk, aku akan menunggunya di sini! Dia akan ku pastikan keluar dalam waktu 10 men
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu