JEBAKAN DION DAN ARUNA!
"Apa harus begitu?" tanya Aruna dengan muka polosnya."Kalau mau begitu, kalau tidak ya sudah!" jawab Dion."Sabar Aruna! Sabar," batin Aruna dalam hati dengan mendengus kesal. Kalau dia harus menuruti Dion sama saja dia akan di jajah mantan bosnya lagi."Bagaimana?" tanya Dion sambil tersenyum penuh arti."Baiklah! Kita akan bekerja sama namun saya sepakat bahwa tes DNA ini, Kita mendengarkan siapapun yang benar! Jadi jangan mentang- mentang Pak Dion berkuasa semena- mena," usul Aruna."Deal!" sahut Dion memandang Aruna dalam- dalam. Dia pun menyetujui soal aturan Aruna."Sini aku akan menjelaskan rencaaku," perintah Dion.Mereka akhirnya sepakat mengadakan kerja sama. Selain itu Dion memberikan arahan Aruna untuk mengikuti semua idenya. Aruna setuju, karena dalam taktik tentulah Dion lebih pandai.*****Di rumah Dion, Hendi sedang sibuk membuka dan memilih belanjaan Dion. Entah mengapa atasannya itu mendadak membeli bHARAPAN ARUNA"Ekhm! Oh maaf bolehkah saya pergi ke toilet Nyonya Lina?" tanya Aruna."Oh iya silakan," kata Nyonya Lina sambil meminum minuman yang ada di depannya, welcome drink.Di sisi lain Dion melirik sekilas dengan ujung matanya. Dia menangkap kepergian Aruna. Tepat seperti yang sudah di perintahkannya. Aruna memang masih seperti lima tahun lalu. Selalu cekatan dan seperti yang di inginkan oleh Dion."Apakah yang terjadi malam itu? Hingga membuatmu pergi dari sisiku, Aruna?" batin Dion dalam hati."Pak Dion," panggil Sheila melihat sekilas Dion melamun."Oh iya, Maaf Bu Sheila, saya hanya berpikir pekerjaan kantor yang belum selesai. Sepertinya Bu Sheila suka di tempat cafe resto ini? Tak ada pilihan lain?" tanya Dion mengalihkan pembicaraan."Maaf, apakah Pak Dion kurang nyaman?" tanya Seila. Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala."Ta masalah," sahut Dion."Lebih tepatnya saya suka Cafe ini karena lenngkap dengan resto dan ruang
SURAT EMAIL ATAU SURAT CINTA?"Bukankah seperti yang aku katakan bahwa kerjasama ini adalah kerjasama yang singkat? Jadi aku anggap kerjasama kita selesai," kata Dion tanpa rasa bersalah.Aruna langsung mendengus dengan kesal. Dia tak tahu lagi, bagaimana menghadapi mantan atasannya ini."Baiklah kalau begitu aku sangat percaya diri dengan CV milik saya itu memenuhi kriteria dan standarisasi catering yang benar!" jelas Aruna."Kali ini saya yang akan menunggu Pak Dion menghubungiku! Bukan saya yang hubungi Pak Dion lagi," kata Aruna sambil mendengus kesal menatap tajam ke arah Dion dan berlalu untuk pergi. Dion hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Aruna yang seperti itu. Aruna lega sekali setidaknya dia yakin Dion ada di pihaknya. Karena Aruna paham watak Dion seperti apa, dia sangat yakin kalau Dion akan menghubunginya. Dion adalah lelaki yang sangat menghargai kejujuran dan usaha seseorang.Di sisi lain, Elbara sangat marah sekali ketika mengetahui berita dari perusahaannya.
ALL YOU CAN EAT?"Kau tau tidak aku telah menerima email dari siapa?" tanya Arumi kesenangan sambil duduk dan menghampiri Aruna yang sedang makan di meja warung."Tahu, pasti dari PT Hadinata Wijaya kan?" tebak Aruna sambil menyuapkan rempeyek kacang di mulutnya."PT Hadinata Wijaya pasti sudah memutuska to, bahwa rumah sakit lisensi jantung milik mereka telah memutuskan untuk memilih CV kita di bidang catering! Tidak menggunakan PT Gold lagi begitu to maksudmu?" sambung Aruna lagi."Apakah kau tidak bisa berpura-pura terkejut sedikit saja untukku!" kata air Arumi kesal."Ahhh! Ini memang sudah aku prediksi akan terjadi! Namun aku juga tak menyangka bahwa prediksiku akan sedikit lebih cepat dari pikiranku," batin Aruna."Sungguh Ibu Aruna? Apakah CV kita menang tander pertama?" tanya seorang karyawan wanita yang kebetulan sedang membungkus sarapan juga."Sepertinya kita harus bekerja lebih giat dan ekstra lagi mengingat ini adalah proyek pertama kita! Ingat karena ini kali pertama jad
ISYARAT SAYANG TERSIRAT BUKAN TERSURATMalam ini sepulang kerja mereka pergi ke resto yang telah di booking Arumi. Aruna sangat heran pada kemampuan Arumi melobi dan menata semuanya. Mereka menuju ke salah satu hotel mewah di madiun yang di cafe nya menyediakan all you can eat. Suasana sangat hangat, senda tawa terdengar dari par karyawan. Meskipu mereka hanya ber delapan saja. Lima Karyawan di tambah Aruna, Arumi, dan Heri. Namun ternyata suasana itu berubah 360' karna kedatangan seseorang yang sangat mengejutkan."Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Aruna pada Arumi setengah mendelik. Dia tak mengira bahwa Arumi bisa dengan nekat dan mengatur semua ini sendiri.Makan makan kali ini di hadiri oleh Dion beserta semua dewan komisarisnya. Entah mengapa semenjak kedatangan Dion auranya sangat mencekam. Padahal sebelumnya pesta perayaan kemenangan itu berjalan sangat hangat."Kenapa kau mengajaknya kemari, sih!" keluh Aruna setengah berbisik pada Arumi sambil memandang ke arah Dion."Kau
KEPEDULIAN LEWAT SEGELAS WINE!"Hentikan Arumi! Apa kau ingin membuatnya mabuk?" tegur Aruna melihat Arumi yang terus mengisi gelas wine milik Dion."Hahaha! Aruna dia sudah membuat kita menderita sebelumnya! Apakah aku tidak boleh melampiaskan emosiku?" tanya Arumi."Jangan begitu! Aku tak suka kau melakukanny! Apakah kau tahu kalau dia....""Sudah diamlah! Aku tahu batas! Jangan banyak bicara," kata Arumi memotong pembicaraan Aruna."Ah kenapa kau sangat gegabah sekali!" keluh Aruna melihat Arumi yang masih ingin terus mencekoki Dion.Aruna sangat tahu bagaimana keadaan Dion. Apalagi tentang penyakit jantung yang di deritanya. Hanya Hendi dan dia lah dulu yang tahu semuanya. Bahkan dulu diam- diam Aruna selalu menjenguk Dion pasca dia operasi. Dia dengan setia menunggu nya bergantian dengan Hendi. tanpa Dion tahu. Cinta nya pada Dion tumbuh bagaikan bibit buah yang di tanam dan di kasihi pemiliknya. Subur sekali, namun saat cinta itu menghasilkan buah
UNGKAPAN PERASAAN!"Apakah Kau tidak muak menyalahkan aku atas semua yang terjadi? Apakah kau akan selamanya hidup dalam kenangan masa lalu dan keterpurukan itu? Bukankah kau hanya memandangku sebagai sekertaris? Dan selama aku bekerja denganmu sepuluh tahun, aku hanya melakukan sebuah kesalahan saja, Pak Dion?" Cerca Aruna.Dion tertegun menatap Aruna menangis seperti itu. Air mata itu mulai berjatuhan membasahi pipi. Namun lagi sisi egoisnya tak mampu untuk sekedar menenangkan Aruna. Sedangkan Aruna bertanya tanya dalam hati, selama lima tahun ini apakah Dion belum menemukan surat terakhir yang dia sembunyikan di antara tumpukan berkas itu."Benar Aruna! Kau pintar sekali, karena mulai detik ini aku sudah memutuskan dan memang tidak berencana untuk memaafkanmu! Dengan aku tak akan memaafkanmu seumur hidup maka kau akan di naungi rasa bersalah setiap harinya, kau akan di liputi perasaan berdosa karena telah melakukan semua itu!" ujar Dion dengan tegas."Baiklah Pak Dion, memang benar
DUA WANITA YANG TERLAMBAT MENCINTA!"Aruna!" panggil Arumi yang melihat mereka dari atas."Kau tidak apa -apa?" tanya Arumi lagi"APA YANG SEBENARNYA TERJADI PAK DION?" bentak Arumi."Aruna menangis tanpa sebab! Dia bicara nglantur! Cepat antar dia pulang," perintah Dion."Ba... baik, Pak!" sahut Arumi langsung ketakutan karena tak sengaja membentak Dion.Aruna pun menangis terus-terusan di dekapan Dion. Arumi langsung mendekap Aruna. Dia mencoba menepuk pipi Aruna agar kesadaran sahabatnya itu segera pulih."Sadarlah Aruna! Sadar! Aku antarkan pulang!" kata Arumi sambil memapah Aruna."Aw! Perutku sakit sekali," ujar Aruna.Dengan sabar Arumi menuntun Aruna untuk pulang ke rumah nya. Dia tak berani membawa Aruna pulang ke rumah juragan Waluyo. Kalau sampai orang tua Aruna tahu kondisi Aruna saat ini, pasti Aruna akan menjadi bulan-bulanan kedua orang tuanya saat dia tahu bahwa sang Putri mabuk-mabukan.Disisi lain Dion membaringkan tubuhnya namun dia tak bisa memejamkan mata. Pikiran
BERONDONG YANG MENGGODA!Mendapat perlakuan seperti itu Arumi hanya tersenyum. Jujur saja, dia merasa tersanjung dengan perbuatan Steven yang sangat memikirkan dan perhatian pada wanita."Oh kau cukup perhatian juga ya," kata Arumi memuji."Baiklah biar aku yang memapahmu saja. Boleh kan?" tanya Arumi hendak menggandeng lengan tangan Steven."Mari kita berjalan," ajak Arumi. Steven pun langsung tersenyum menganggukkan kepalanya. Arumi mengganndeng lengan Steven. Lelaki itu pun tak menolaknya, dia justru tersenyum sendiri."Pelan-pelan ya," kata Arumi lagi."Kau yakin kuat? Pelu ku ambilkan kursi roda?" tanya Arumi sedikit khawatir.Steven menggelengkan kepalanya lemah. Dengan telaten Arumi menuntun Steven. Arumi pun mengantarkan Steven pulang menuju rumah studio miliknya. Dengan perlahan mereka menaiki tangga, Arumi membuka pintunya dan menuntun Steven duduk di sofa bed pojok ruangan."Kau yakin bisa sendiri?" tanya Arumi lagi."Bisa kok, Kak," kata Steven sambil duduk di kursi pelan