KEPEDULIAN LEWAT SEGELAS WINE!"Hentikan Arumi! Apa kau ingin membuatnya mabuk?" tegur Aruna melihat Arumi yang terus mengisi gelas wine milik Dion."Hahaha! Aruna dia sudah membuat kita menderita sebelumnya! Apakah aku tidak boleh melampiaskan emosiku?" tanya Arumi."Jangan begitu! Aku tak suka kau melakukanny! Apakah kau tahu kalau dia....""Sudah diamlah! Aku tahu batas! Jangan banyak bicara," kata Arumi memotong pembicaraan Aruna."Ah kenapa kau sangat gegabah sekali!" keluh Aruna melihat Arumi yang masih ingin terus mencekoki Dion.Aruna sangat tahu bagaimana keadaan Dion. Apalagi tentang penyakit jantung yang di deritanya. Hanya Hendi dan dia lah dulu yang tahu semuanya. Bahkan dulu diam- diam Aruna selalu menjenguk Dion pasca dia operasi. Dia dengan setia menunggu nya bergantian dengan Hendi. tanpa Dion tahu. Cinta nya pada Dion tumbuh bagaikan bibit buah yang di tanam dan di kasihi pemiliknya. Subur sekali, namun saat cinta itu menghasilkan buah
UNGKAPAN PERASAAN!"Apakah Kau tidak muak menyalahkan aku atas semua yang terjadi? Apakah kau akan selamanya hidup dalam kenangan masa lalu dan keterpurukan itu? Bukankah kau hanya memandangku sebagai sekertaris? Dan selama aku bekerja denganmu sepuluh tahun, aku hanya melakukan sebuah kesalahan saja, Pak Dion?" Cerca Aruna.Dion tertegun menatap Aruna menangis seperti itu. Air mata itu mulai berjatuhan membasahi pipi. Namun lagi sisi egoisnya tak mampu untuk sekedar menenangkan Aruna. Sedangkan Aruna bertanya tanya dalam hati, selama lima tahun ini apakah Dion belum menemukan surat terakhir yang dia sembunyikan di antara tumpukan berkas itu."Benar Aruna! Kau pintar sekali, karena mulai detik ini aku sudah memutuskan dan memang tidak berencana untuk memaafkanmu! Dengan aku tak akan memaafkanmu seumur hidup maka kau akan di naungi rasa bersalah setiap harinya, kau akan di liputi perasaan berdosa karena telah melakukan semua itu!" ujar Dion dengan tegas."Baiklah Pak Dion, memang benar
DUA WANITA YANG TERLAMBAT MENCINTA!"Aruna!" panggil Arumi yang melihat mereka dari atas."Kau tidak apa -apa?" tanya Arumi lagi"APA YANG SEBENARNYA TERJADI PAK DION?" bentak Arumi."Aruna menangis tanpa sebab! Dia bicara nglantur! Cepat antar dia pulang," perintah Dion."Ba... baik, Pak!" sahut Arumi langsung ketakutan karena tak sengaja membentak Dion.Aruna pun menangis terus-terusan di dekapan Dion. Arumi langsung mendekap Aruna. Dia mencoba menepuk pipi Aruna agar kesadaran sahabatnya itu segera pulih."Sadarlah Aruna! Sadar! Aku antarkan pulang!" kata Arumi sambil memapah Aruna."Aw! Perutku sakit sekali," ujar Aruna.Dengan sabar Arumi menuntun Aruna untuk pulang ke rumah nya. Dia tak berani membawa Aruna pulang ke rumah juragan Waluyo. Kalau sampai orang tua Aruna tahu kondisi Aruna saat ini, pasti Aruna akan menjadi bulan-bulanan kedua orang tuanya saat dia tahu bahwa sang Putri mabuk-mabukan.Disisi lain Dion membaringkan tubuhnya namun dia tak bisa memejamkan mata. Pikiran
BERONDONG YANG MENGGODA!Mendapat perlakuan seperti itu Arumi hanya tersenyum. Jujur saja, dia merasa tersanjung dengan perbuatan Steven yang sangat memikirkan dan perhatian pada wanita."Oh kau cukup perhatian juga ya," kata Arumi memuji."Baiklah biar aku yang memapahmu saja. Boleh kan?" tanya Arumi hendak menggandeng lengan tangan Steven."Mari kita berjalan," ajak Arumi. Steven pun langsung tersenyum menganggukkan kepalanya. Arumi mengganndeng lengan Steven. Lelaki itu pun tak menolaknya, dia justru tersenyum sendiri."Pelan-pelan ya," kata Arumi lagi."Kau yakin kuat? Pelu ku ambilkan kursi roda?" tanya Arumi sedikit khawatir.Steven menggelengkan kepalanya lemah. Dengan telaten Arumi menuntun Steven. Arumi pun mengantarkan Steven pulang menuju rumah studio miliknya. Dengan perlahan mereka menaiki tangga, Arumi membuka pintunya dan menuntun Steven duduk di sofa bed pojok ruangan."Kau yakin bisa sendiri?" tanya Arumi lagi."Bisa kok, Kak," kata Steven sambil duduk di kursi pelan
KEUSILAN DION!"Aku sudah terpisah dari kakakku sejak kecil, Kak! Aku selalu mencari dimana dia, aku sangat pensaran sampai terus berkelana dan mencari inforasi tentang keberadaannya selama ini. Namun, dua tahun yang lalu aku baru tahu bahwa dia meninggal," jelas Steven.Arumi menganggukkan kepalanya mencoba merespon semua ucaan Steven. "Lalu bagaimana dengan keluargamu yang lain? Ayahmu dan Ibumu? Mengapa aku tak pernah menemuinya saat di rumah sakit?" tanya Arumi mulai ingin tahu lebih dalam kehidupan Steven."Aku sudah tidak punya orang tua, Kak!" jawab Steven."Maaf," sahut Aruna dengan rasa bersalah."Aku sudah pernah bilang padamu, aku hanya seorang diri di dunia ini!" jelas Steven."Maaf ya, aku tak bermaksud begitu," ucap Aruna merasa tak enak lagi."Tidak apa- apa, Kak! Aku sudah biasa kok hidup sendiri," sahut Steven."Bukankah kau sekarang sudah bertemu denganku? Kau jelas tak sendiri lagi," kata Arumi mencoba menghibur brondong muda di hadapannya itu sambiil duduk di sampi
TELPON GAWAT SAAT RAPAT!"Aku dari pemasaran, Aruna! Tapi Pak Dion malah membicarakan tentang pembaharuan CV berkaitan dengan izin usaha, rencana pemindahan tata letak rumah sakit! Ya mana aku tahu," kata Arumi."Bagaimana aku bisa paham hal-hal tersebut? Sedangkan kita tak pernah mendiskusikannya!" oceh Arumi lagi melampiaskan kekesalannya pada Aruna."Cepatlah kemari!" perintah Arumi."Ah pasti ini ulah iseng Pak Dion!" gumam Aruna."Terlepas dari itu niat iseng atau usil, BODO AMAT! Tapi aku mohon padamu cepat ke sini! Pasti dia menyuruhmu datang secara tersirat, aku tak mau CV kita bermasalah lagi, Aruna," bujuk Arumi.Aruna menghela nafasnya panjang. Saaat ini dia pun sebenarnya sedang rapat dengan dewan direksi lain untuk tander selanjutnya. Namun dia tak tega juga dengan Arumi yang memohonnya seperti itu. Akhirnya mau tak mau, Aruna pun menyanggupi datang ke sana."Baiklah kalau begitu, aku akan segera ke sana," kata Aruna."Baik! Cepat lah sedikit aku tunggu di loby," kata Aru
BUJUKAN HENDI!"Pak Dion, Maaf! Anak saya sedang rumah sakit! Sekarang saya harus pergi, bolehkah saya meninggalkan rapat pagi ini? Bolehkah Bu Arumi lagi yang menjelaskan tentang CV kami? Saya jamin, Pak Dion! Ibu Arumi juga memiliki kompetensi yang baik untuk menjelaskan ini semua sebenarnya," kata Aruna memohon izin kepada Dion.Dion menatap Aruna dengan tajam. Aruna bimbang, satu posisi nyawa anaknya lebih penting di sisi lain proyek ini di dapatkannya dengan susah. Namun tak ada pilihan lain selain meminta izin lelaki itu. Aruna meneguk ludahnya kasar dan berjalan mendekati Dion."Pak, meski Bapak tak mengizinkan rasanya saya harus pergi! Saya minta maaf, Pak! Sungguh saya tak memiliki pilihan lain, kalau begitu saya benar-benar harus pergi, Pak Dion," kata Aruna memohon dan memelas."Pergilah!" perintah Dion tanpa banyak bicara lagi.Dion cukup terkejut dan heran mendengar ucapan Dion. Di kira Dion tadi akan melarangnya pergi mengingat betapa dia ngotot untuk mendatangkan Aruna
UNGKAPAN JAWA MENGATAKAN WITING TRESNO JALARAN SOKO KULINO?"Sudahlah, sepertinya Pak Dion tak akan mungkin mau," keluh Hendi frustasi membujuk Dion. Dia pun segera ndak berlalu pergi."Hendi!" panggil Dion."Ya, Pak!" sahut Hendi sambil menengok ke arah Dion."Baiklah kita akan ke sana sekarang juga," jawab Dion.Hendi tercengang mendengar ucapan atasannya itu. Dia tak mengira jika Dion mau pergi menjenguk Aruna. Mengingat Dion sangat membenci Aruna. Apalagi saat Dion tahu bahwa Aruna sudah menikah dan memiliki anak. Hendi merasa bahwa jika Dion merasa di khianati sekaligus di pecundangi."Apakah ini tanda bahwa benci jadi cinta? Atau jare wong jowo witing tresno jalaran soko kulino?" ejek Hendi.Witing tresno jalaran soko kulino artinya kurang lebih adalah "cinta hadir karena terbiasa". Ini adalah sebuah ungkapan percintaan dalam bahasa Jawa yang populer. Penggunaannya pun luas, mulai dari kehidupan sehari-hari, hingga dikarya-karya seni seperti musik d