KETERTARIKAN HATI!Rendi baru saja keluar dari ruang pemeriksaan pasien. Ini adalah jadwalnya memeriksa dan kunjungan pasien. Asisten dokter selalu berada di samping Rendi mencatat semua pesan Rendi terkait dengan pasin."Hipertrofi jantung! Itu bisa saja terjadi karena penyakit jantung rematik. Lakukan pindai CT Scan," jelas Rendi memberi catatan.Hipertrofi adalah pembesaran jantung. Jadi, hipertrofi ventrikel kiri merupakan kondisi ketika bilik atau ventrikel sebelah kiri organ jantung mengalami pembesaran atau pembengkakan. Biasanya, masalah kesehatan ini sering terjadi karena tekanan darah tinggi. "Lalu, kapan waktu terbaik untuk memeriksakan kondisi tersebut ke dokter?" tanya asisten dokter itu pada Rendi."Hipertrofi ventrikel kiri adalah salah satu komplikasi yang paling sering terjadi karena peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Mulanya, kedua masalah kesehatan tersebut tidak menunjukkan adanya gejala, sehingga sering kali tidak terdeteksi hingga akhirnya terjadi pemben
KEDATANGAN OM BAIK KE SEKOLAH!"Apakah ini namanya ketertarikan tak bersyarat? Entah mengapa aku mulai menyukai anak itu tanpa alasan," batin Dion dalam hati."Haruskah aku mencari kebenarannya? Sanggupkah aku menerima kenyataan pahit itu sendiri?" batin Dion lagi."Ah sudahlah! Sekarang antar aku ke sekolahnya," kata Dion sambil memberikan mainan itu ke Hendi.Di sisi lain TK tempat Bima belajar, Ibu guru Ling Ling menanyai Bima tentang keadaannya hari ini. Dia takut juga kalau Bima kenapa- kenapa lagi, mengingat Bima adalah salah satu murid spesialnya di sini, karena memiliki kelainan jantung sejak lahir. "Bima!" panggil Dion setengah berteriak ke arah Bima sambil melambaikan tangannya.Bu Guru Ling- Ling menoleh ke arah Dion bersamaan dengan Bima. Bu Ling- Ling mengerutkan keningnya heran. Ada orang asing yang datang mengunjungi Bima."Om Baik!" teriak Bima melambaikan tangannya."Bima kau tunggu di sini, jangan mendekat ke sana ya! Biar Miss Ling Ling yang ke sana! Kau tunggu di
KARENA BIMA ANAK KANDUNGMU!"Arumi lihat data ini sudah di periksa dan tidak bermasalah bukan?" tanya Aruna menatap layar laptopnya dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar dan baik."Tidak ada masalah! Semuanya normal, jauh hari kan sudah kau siapkan semuanya. Mulai dari laporan uji coba kita juga sempurna! Mengapa kau terlihat sangt khawatir? Perasaan aku tidak pernah melihatmu setegang ini sebelumnya," jawab Arumi."Namun kali ini aku ingin benar- benar memastikan bahwa semua nya sempurna! Semuanya harus perfect dan tak ada cacat sedikit pun, Arumi! Mulai dari izin dan rincian nyam selain ini proyek pertama kita, ini juga gerbang utama CV kita membesar," kata Aruna."Sudah aku konfirmasi ke bagian departemen yang mengurusi per bagian! Aku bahkan menambah dua ahli gizi terbaik di kota ini melalui seleksi ketat agar rincian makanan catering kita sesuai takarannya," sahut Arumi."Bahkan aku pun sudah memastikan untuk di teliti berkali -kali oleh ahli gizi kita, dan uji lab juga
APA YANG KAU INGINKAN, PAK DION?"APA MAKSUDMU ARUNA?" tanya Dion.Aruna melengos menghindari tatapan tajam dari Dion. Sedangkan Hendi menatap ke arah Dion dengan penuh tanda tanya. Bagaimana mungkin Aruna mengatakan demikian. Dion dan Hendi saling melihat sesaat setelah Aruna mengangkat telponnya."Halo Miss Ling- Ling, bagaimana keadaan Bima? Di mana dia?" tanya Aruna saat mengangkat telepon guru kelas Bima."Halo! Bu Aruna, syukurlah luka Bima sudah di obati. Luka nya tidak parah karena benturannya tak terlalu keras. Kami menunggu Bu Aruna yang tak kunjung datang, kami sudah ada di lantai satu." kata Miss Ling Ling."Hah? Bima?" sahut Aruna terheran- heran."Iya, Bu! Kami tunggu di lantai satu ya, Bu," ucap Miss Ling Ling."Loh, bukankah Bima ada di ruang bedah jantung gawat darurat?" tanya Aruna."Hah bedah jantung? Bukan, Bu! Ini tak segawat itu kok, Bima hanya mengalami luka gores akibat bermain terlalu semangat dengan teman- temannya saja. Dia hanya jatuh saat di prosotan," jel
ANAKKU! ANAKKU! BIMA ANAKKU!"Kenapa Pak Dion sekarang terdiam? Pak Dion tak bisa menjawab pertanyaanku kan?" ejek Aruna."Saya tahu apa alasan Pak Dion diam tidak bisa menjawab semua perkataan saya! Karena Pak Dion memang tidak mau saya melahirkan anak Bapak kan?" kata Aruna lagi.Dion berjalan mendekati Aruna. Dia menatap wanita itu lekat- lekat. Terbesit rasa kasihan, gembira, sedih, senang menjadi satu. Betapa banyak penderitaan yang di lalui Aruna selama ini, namun dia bisa dan mampu menjalaninya sendiri.Dia berbeda dengan gadis di luaran sana yang berupaya menjebak Dion dengan meanfaatkan harta yang di milikinya. Sedangkan Aruna justru menolak semuanya memilih sendiri menjalani hidup dengan Bima putranya dan tak pernah menuntut apapun darinya."Ketika melahirkan Bima kenapa kau tak izin denganku, Aruna?" tanya Dion. Entah apa yang ada di pikiran Dion sampai bisa mengeluarkan kata seperti itu."Izin?" tanya Aruna heran mengernyitkan kedua keningnya."Untuk apa saya harus izin de
RENCANA DION MENGAMBIL HATI BIMA!"Coba kau pikir kembali Hendi, bukankah Bima memang sangat mirip denganku kan?" tanya Dion.Hendi pun membatin tapi memang benar perkataan Dion. Bima itu memang sangat mirip sekali dengan Dion kecil. Mulai dari wajahnya, rambutnya, kulitnya. Semua nya bahkan tingkah menyebalkannya."Kenapa kok aku tidak menyadarinya dari dulu ya?" ujar Dion."Dulu kan Pak Dion bilang tidak senang saat aku bilang Bima anakmu saat bermain bersama, bahkan kau menolaknya," ujar Hendi menyindir."Ehhm! Bukan begitu maksudku. Aku tidak bermaksud begitu!" kilah Dion."Oh ya Hendi, besok kau temani aku ke mall ya! Aku mau membelikan Bima hadiah. Menurutmu Bima suka apa ya?" tanya Dion bersemangat mencari HP di sakunya.Dion mulai mencari-cari mall mana yang sangat aman untuk anak dan memiliki fasilitas yang sangat lengkap di sini. Dia ingin mengajak Bima untuk bermain ke sana, menghabiskan waktu berdua. Ada perasaan senang yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan perasa
RENCANA DION MENGAMBIL HAK ASUH BIMA!Jujur saja Aruna masih sakit hati atas ucapan Dian tadi siang yang mengatakan bahwa tak ingin melihat dan menyaksikan kehadiran Bima. Padahal baginya seorang ibu Bima adalah sebuah anugerah dan keajaiban yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Bima adalah sosok malaikat penyambung nyawanya, dimana saat dia melihat sinar mata Bima semangat hidupnya akan kembali sesulit apapun rintangan yang dia lalui."Tuhan Apakah rencanamu sebenarnya?" gumam Aruna lirih sambil tidur dengan setengah duduk atas kursi makan dapur.Keesokan harinya di kantor Dion sudah mengundang seorang pengacara handal di Madiun. Tak tanggung- tanggung dia mengundang ketua PERADI di kota itu untuk konsultasi masalah hak asuh Bima. Semalaman dia sudah memikirkan masalah ini matang- matang."Pak Dion, Bapak Arif sudah datang," kata Hendi sambil mengetuk pintu lobi hotel yang menjadi kantor dadakan Dion."Hai Pak Arif! Selamat pagi, terima kasih kau sudah mau datang ya," kata Dion m
DUA PASANGAN YANG TINGGAL BERSAMA TANPA STATUS?"Kalau begitu bagaimana jika kau tinggal di rumahku saja?" tanya Arumi."Uhuk!" Steven langsung tersedak saat Arumi mengatakan hal itu.Dia memandang wajah Arumi, seolah tak percaya bahwa seorang wanita di hadapannya sanggup dan bisa mengatakan hal yang demikian."Bersiaplah kalau mau! Aku akan menjemputmu setelah pulang dari kantor! Aku sekarang harus kembali ke sana, karena ada beberapa pekerjaan yang tak bisa aku tunda lagi," pamit Arumi sambil segera berkemas.Dia melakukan hal itu karena salah tingkah sendiri telah mengatakan hal memalukan seperti itu pada Steven. Dia malu, apalagi kalau nanti Steven menolaknya. Arumi pun segera kembali ke kantor nya sambil menggerutuki kebodohannya sendiri."Bodoh! Bodoh! Bodoh! Arumi kenapa kau bodoh sekali? Memalukan! Membuatmu seperti tak punya harga diri, mengajak berondong tinggal bersama," ujar Arumi.Malam harinya seusai pulang bekerja, Aruna segera pulang
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu