Home / Fantasi / Selubung Memori / 84. MISI RAHASIA #2

Share

84. MISI RAHASIA #2

last update Last Updated: 2022-02-06 14:00:21

Mimpi tidak menunggu waktu untuk menghantuiku.

Aku kembali ke ruang bawah tanah peneliti sinting. Bedanya, peneliti itu sungguhan di depanku. Hanya saja, sudut pandang ini seperti sedang berbaring, dan pria itu memunggungiku dengan jas lab. Gerakannya seperti sedang menulis. Papan yang sebelumnya berisi begitu banyak kertas kini masih sedikit yang menempel.

Kemudian pria sinting itu berbalik.

Wajahnya terlihat jelas. Berjanggut lumayan tebal, kacamata membuat bola matanya terkesan cerah dan lebar—berbeda dengan para peneliti yang kutahu. Dia seperti punya aura tenang, cerdas, dan hebat dalam satu waktu.

“Sudah bangun, Nak?” tanyanya, lembut, menatapku seperti kebaikan.

Sudut pandangku seperti mengangguk. Kemudian terdengar suara bergema di kepalaku. “Tidak bisa tidur.”

Suara yang kecil, pelan, seperti penuh lelah.

Pria itu tersenyum, mengusap kepalanya. “Ayah di sini.”

Dan suara gadis k

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   85. MISI RAHASIA #3

    Profesor Merla sedang istirahat, dan aku tidak punya minat menghabiskan malam di ruangannya—terutama ketika aku butuh istirahat. Masalahnya: Fal segera cemberut, menahanku, tidak mau aku pergi, dan kalau pergi, dia harus ikut. Setelah perundingan panjang, akhirnya aku tidur di sana, di ruang tamu, mengurung diriku bersama selimut, sementara Fal bermain menghabiskan malam dengan Layla.Keesokan paginya, ketika membuka mata, aku disambut langsung Fal yang berjarak kelewat dekat—plus, teriakan: “FORLAN BANGUN!”Aku tidak tahu teriakan itu untuk membangunkanku atau laporan.Profesor Merla sudah duduk di sofa, menyantap keripik kentang kesukaan Layla, sembari mendengar alunan musik pelan. “Hai, Forlan,” sambutnya.“Eh, maaf tiba-tiba menginap,” kataku.“Kau seperti tidak pernah mengenalku saja,” Profesor Merla tertawa. “Tidur saja di sini sebanyak yang kau bisa.”Aku celinguk

    Last Updated : 2022-02-09
  • Selubung Memori   86. MISI RAHASIA #4

    Acara memancing kami memakan banyak waktu, terutama karena obrolan kami cukup penting, dan tidak ada yang bisa mendengar kami ketika bibir danau terpisah sangat jauh. Dari tempat ini pun, tidak ada suara yang terdengar, kecuali suara satu sama lain dan air yang gemercik mengenai kano. “Bukannya menyebalkan melihat emberku masih kosong?” gerutu Dalton. “Kau dibenci ikan, itu faktanya,” kataku. Emberku lumayan penuh, dan Kara sudah sampai dua ember besar. Dalton masih berisi air, kailnya berulang kali kehilangan umpan, dan dia jauh lebih banyak melempar kail dari kami—tetapi masih belum dapat ikan. Kara hanya tertawa, mengatakan memancing itu tentang menikmati waktu. Jadi, obrolan kembali serius saat Dalton bertanya padaku bagaimana kinerja tiap orang dalam misi. Kubilang, lumayan, dan Dalton kelihatan muram. “Kara,” ratap Dalton. “Aku belum diizinkan misi?” “Sayangnya, itu bukan wewenangku, Nak. Kalau memang ada yang mampu membu

    Last Updated : 2022-02-12
  • Selubung Memori   87. LAVI #1

    Kudengar ada Rapat Dewan dan pesta api unggun dalam waktu dekat.Sejak pembicaraan dengan Kara dan Dalton berakhir, aku terus memikirkan bagaimana cara bertemu Ratu Arwah. Aku tahu semestinya memaksa mereka untuk mengizinkanku pergi. Sebaik-baiknya, aku hanya akan gagal masuk, tersesat, tetapi karena pelacak, Dalton pasti menemukanku. Seburuk-buruknya, aku bisa berhasil masuk, mendapatkan ingatan, dan mencoba membujuk Ratu Arwah agar bisa keluar karena peperangan tengah meledak. Namun, Dalton memberiku tantangan kelewat berat: kalau Lavi mengizinkanku, mereka akan mempertimbangkannya. Aku tahu Lavi tidak akan membiarkanku pergi. Dan kalau aku memaksanya, dia pasti akan menangis, menuntut mengapa aku selalu membantah setiap ucapannya. Kalau pun Lavi mengizinkan, belum tentu mereka mau mengirimku di tengah situasi ini.Kara bilang, semua itu hanya hipotesis, tentang penghuni yang tidak pernah kembali, tetapi kupikirkan baik itu ke arah bagus atau buruk: fakta penghuni it

    Last Updated : 2022-02-15
  • Selubung Memori   88. LAVI #2

    Aku ingat saat pertama datang ke danau bersama Jesse, ada banyak darah biru yang menghabiskan waktu di danau kano dengan bergandengan tangan. Saat itu aku tidak pernah berpikir akan melakukan hal serupa di suatu titik waktu.Hal baiknya: tidak ada siapa pun di danau kano. Hal buruknya: agak dingin, jadi kami harus memakai lapisan jaket. Hal yang kubenci: aku baru sadar kalau ini sama persis seperti yang dilakukan orang terdahulu bersama Lavi. Jadi, detik-detik sebelum pergi ke danau kano, aku mendobrak Gerha Dalton, meminta lampu yang dia buat di padang rumput: lampu berkelip warna-warni. Hal yang kusuka: di tengah misi penyelidikan, Dalton memperbarui lampu warna-warni itu jadi lampion. Maka ketika kami mendayung ke danau kano, bukan senter atau lampu minyak yang akan menemani kami. Namun, lampion kemerahan yang membuat suasananya dipenuhi pendar hangat. Agaknya nuansanya jadi lebih romantis dari yang kupikirkan.Lavi juga memiliki gagasan keren. Ketika kami mengatur

    Last Updated : 2022-02-18
  • Selubung Memori   89. API UNGGUN #1

    Jujur saja, aku menantikan mimpi Akshaya sejak vila monster.Namun, dua bulan setelah insiden penuh efek mengerikan dari vila monster, Akshaya tidak pernah mengganggu mimpi-mimpiku lagi. Itu rekor. Kupikir semua ini ada hubungannya. Dia sengaja tidak muncul karena aku sudah menyentuh kotak rahasia yang sebenarnya tidak boleh diketahui siapa pun.Hanya saja, setelah dua bulan, pada akhirnya, aku bermimpi.Dan bukan tentang Akshaya.Tiba-tiba aku berdiri di jalan berbatu luas layaknya jalan ini sering dilewati hewan-hewan buas raksasa. Pohon-pohon sekitar terlihat lebih familier dari Padang Anushka. Aku baru sadar, tetapi pohon pinus di Padang Anushka terkesan beda dari pohon pinus yang dulu sering kulihat di pondok Nenek. Pohon pinus di area pondok terasa lebih menyejukkan, seolah dalam suatu waktu, pohon itu akan mengeluarkan aroma angin segar yang muncul di pagi hari yang berembun.Maka tanpa kusadari aku sudah berjalan menyusuri jalan berbatu.

    Last Updated : 2022-03-01
  • Selubung Memori   90. API UNGGUN #2

    Hari itu cukup mengerikan, terutama ketika pedang Lavi terayun.Aku menangkisnya, tetapi putaran pedang Lavi sangat cepat—bahkan saat dia tahu pedangnya bisa tertusuk tepat ke dadaku, dia masih bisa tersenyum. Belum lagi, dari sisi kiri, Elton meledakkan gelombang suara di ujung kakinya, meluncur cepat dengan belati terangkat.Suara Dalton tiba-tiba terdengar begitu melegakan. “Halo.”Jadi, aku menangkis Lavi, menunduk, mengayunkan pedang ke bawah Lavi.Dan Dalton muncul, membawa batang besi di tangannya, mengarahkannya untuk menangkis Elton. Belati dan besi bertemu. Suara berdenting terdengar cukup menyakitkan—sementara aku mengejar Lavi yang melompat mundur. Tampaknya Lavi menggunakan kemampuannya lagi. Sekilas, dia tampak memunculkan segaris sengatan kecil, sebelum mulai meluncur mengarah padaku lagi. Kecepatan itu tidak serasi dengan citra manusia biasa. Sayangnya, waktu melambat.Serangannya seperti tiga kali tusukan ke

    Last Updated : 2022-03-03
  • Selubung Memori   91. API UNGGUN #3

    Ada banyak hal yang terjadi, terutama setelah kedatangan Fal.Dewan punya gagasan membawa Fal satu Gerha denganku. Pertimbangan utamanya jelas: Fal paling dekat denganku, dan dia tidak akan lepas kendali saat di sisiku. Iya. Benar. Fal pernah lepas kendali. Suatu malam, saat aku, Dalton, Yasha, dan Haswin sedang menghabiskan waktu di pondok utama—salah satu yang kami lakukan itu menyusun daftar pemilihan perempuan tercantik Padang Anushka, yang entah bagaimana tiba-tiba aku terlibat dalam geng Dalton—cahaya kelewat terang muncul dari arah Gerha darah biru. Tentu saja kami berlari. Yasha yang paling cepat karena dia punya ketangkasan tim stok murni—sementara Dalton harus menyeretku menyembunyikan semua yang kami persiapkan untuk pemilihan idiot. Maka ketika kami tiba, Fal sudah menangis di pelukan Layla, sementara Lukas kelihatan penuh keringat seolah baru melihat sesuatu yang mengerikan. Kandidat baru dan darah biru sudah berkerumun menatap Fal yang penuh is

    Last Updated : 2022-03-05
  • Selubung Memori   92. API UNGGUN #4

    Pesta api unggun saat itu cukup meriah.Menurutku, pesta api unggun belakangan ini memang cukup menyita waktu. Gagasan pesta dansa yang dicetuskan Nuel membuatku jadi bulan-bulanan Dalton dan gengnya—terutama ketika aku berdansa dengan gaya kelewat kikuk—dan satu-satunya pasangan dansaku cuma Lavi, yang punya kelincahan tulen dalam menari. Itu cukup membuatku merona sepanjang waktu, jadi aku selalu mengumpat setiap mendengar ada pesta api unggun. Bedanya, Lavi selalu menunggu pesta.Jadi, saat ini, ketika lagu bernuansa pelan menguasai suasana, Yasha segera menarik Dalton, berdansa menuju tengah lingkaran, yang membuat Nuel berteriak, “HEI! MINGGIR! MANA PEREMPUANNYA?”Kami terbahak-bahak, terutama saat Dalton jadi wanitanya.Sayangnya, aku tahu apa yang akan terjadi saat mereka berdansa.Haswin mendorongku, menunjuk-nunjuk Lavi yang tengah asyik berdialog dengan Isha dan Tara di seberang api unggun. Nuel, yang di dekat kami

    Last Updated : 2022-03-07

Latest chapter

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

  • Selubung Memori   601. UJUNG TALI #7

    Lavi memeriksa arah, titik koordinat, perkiraan waktu—hingga kapan kami harus istirahat. Formasi kami cukup oke. Aku jelas membawa Lavi di punggung—dan kupikir Reila hanya akan melayang di udara bersama Leo. Namun, Leo punya ide yang lebih oke lagi: dia menggendong Reila.Tentunya Reila menolak. Dia bisa bergerak sendiri dengan membuat dia dan Leo melayang. Dia bisa menggerakkan dua orang dengan cepat mengikutiku. Leo protes. Jauh lebih efisien bila dia meringankan bobot dua orang dalam satu orang. Semestinya Reila yang paling tahu itu bisa lebih mudah dilakukan atau tidak, tetapi Leo yakin itu lebih efektif dan efisien. Lavi dan aku mempertimbangkan itu. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu itu bisa lebih oke atau tidak—karena ini pertama kali, jadi keputusan dikembalikan ke mereka berdua. Jadi, Leo mendebat Reila tentang waktu istirahat yang mungkin bisa lebih lama dan formasi yang bisa melebar jika tiga orang bergerak bersama. Dengan dirinya menggendong Rei

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status