Home / Fantasi / Selubung Memori / 409. GENERASI DEWAN #2

Share

409. GENERASI DEWAN #2

last update Last Updated: 2023-12-01 13:00:46

Istirahat di tengah misi bersama dua dewan yang biasa menjadi pusat para penghuni ternyata lebih menenangkan dari yang kubayangkan.

Maksudku, Kara punya penghalang. Dan seperti yang sudah Kara jelaskan, penghalangnya punya keistimewaan menghalangi apa pun dari dalam, bisa berupa visual, suara, atau apa pun. Aku tidak tahu seperti apa kami saat ini dari luar, tetapi bisa kupastikan aku masih bisa melihat luar—danau yang terbentang luas, burung-burung yang bertengger di tepi danau, dan langit cerah yang tidak terlalu terik. Itu benar-benar pemandangan yang cukup indah untuk dirasakan bersama ikan bakar di tengah misi. Kami makan cukup lahap seolah ada di Padang Anushka.

“Orang luar takkan bisa lihat kita, Nak,” jelas Kara. “Tapi kalau mendekat, mereka bisa merasakan dinding tak terlihat. Mungkin itu bedanya dengan pelindung milik kemampuan roh. Pelindungmu mengizinkan orang yang tidak diperkenankan hanya melihat alam liar selayaknya alam liar.&rdq

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   410. GENERASI DEWAN #3

    Tepat detik itu juga, kami harus berangkat lagi.Kara kelewat tegas masalah waktu, jadi meski kami ada di tengah obrolan penting, kami tetap harus berangkat. Kupikir kami akan menyeberangi hamparan air dengan—setidaknya kano sederhana, ternyata tidak. Di sini ada Kara. Tidak ada cara yang lebih efektif selain memakai kemampuan Kara di atas air.Maka itulah yang terjadi. Kami berjalan di atas air—dan karena aku harus melanjutkan cerita, Kara juga melapisi kami dengan penghalang selagi berjalan. Itu teknik yang curang—dan rasanya seperti mengejek para punggawa misi yang harus bergerak diam-diam. Sayangnya, pembicaraan sedang serius, jadi aku tidak punya waktu membuat lelucon. Dan Jenderal—ketika perjalanan awal tadi selalu berjalan agak di depan, kali ini beriringan dengan kami. Agak mengerikan membayangkan dia benar-benar memasang telinga untukku.Jadi, aku menceritakannya.Masih menempel di kepalaku setiap detail tentang mimpi itu.

    Last Updated : 2023-12-03
  • Selubung Memori   411. GENERASI DEWAN #4

    Malam pertama kami di alam liar berakhir di sebuah ladang terbuka.Ya, ladang terbuka. Benar-benar terbuka. Tidak ada pohon di sekitar, tetapi ada sungai kecil di dekat barisan pohon terdekat. Jenderal sudah membawa daging besar yang didapat dari hutan—entah, di perjalanan, kami sempat terpisah dan Kara bilang tidak perlu khawatir. Tiga puluh menit kemudian, kami bertemu lagi—yang membuatku tercengang karena Jenderal sudah membawa karung besar.“Makan malam,” katanya.Tampaknya aku tidak perlu khawatir masalah makanan bersama mereka.Dan saat kupikir kami akan berkemah di tempat tersembunyi layaknya aku dan Lavi yang berkemah di dekat air terjun; atau aku, Dalton, dan Reila yang lebih memilih di tengah hutan—ternyata kami berkemah di tengah ladang terbuka, yang secara teknis, menjadi sasaran empuk bila kami diserang. Terlihat dari segala arah, tidak ada ruang untuk sembunyi—meski juga berlaku dua arah karena kami mampu

    Last Updated : 2023-12-05
  • Selubung Memori   412. GENERASI DEWAN #5

    Ketika giliranku menjaga tiba, dengan cepat aku disergap kebosanan. Pada akhirnya yang kulakukan sampai matahari terbit hanya mengawasi alam liar dengan Fin. Tidak ada ancaman berarti. Kalau memang ada ancaman, barangkali trek yang cukup terjal setelah ladang terbuka. Akhirnya trek alam liar dimulai.Begitu matahari terbit, aku membangunkan Jenderal dan Kara.Hanya dengan jentikan jari. Perlahan, mereka bangun.Kami bangun dengan energi terkumpul—siap menghadapi apa yang Kara sebut, tetapi tiba-tiba Jenderal dengan tajam berkata, “Kita percepat langkah.”“Percepat?” tanyaku, terucap begitu saja.“Kita selesaikan misi dalam tiga hari.”Sejujurnya aku sudah sulit terkejut dengan gagasan kontroversial Jenderal. Tampaknya sudah mulai terbiasa. Namun, tetap saja itu membingungkan.“Caranya?” tanya Kara.“Daripada menghemat kemampuan bersiap menghadapi musuh. Lebih baik guna

    Last Updated : 2023-12-07
  • Selubung Memori   413. GENERASI DEWAN #6

    Tidak ada musuh. Tidak ada monster. Namun, bukan berarti kami lolos dari serangan makhluk hutan. Hewan-hewan mulai mengincar kami.Jenderal sudah menghabisi tiga babi hutan, dua anjing hutan, dan puluhan ular. Sekali lagi, kubilang padanya gagasan yang sama seperti yang kuucapkan pada Dalton. “Dengan segala hormat, Jenderal bisa merusak ekosistem hutan.”“Mereka harusnya bersyukur tidak perlu merasakan kejamnya alam liar.”Itu gagasan yang salah. Balasan Dalton sejauh ini lebih asyik untuk dibalas. Balasan Jenderal terlalu suram untuk dijadikan lelucon.Pada akhirnya, ketika kami sampai di puncak bukit pertama, bisa dipastikan tidak ada tanda-tanda berbahaya seperti monster atau punden berundak atau apalah. Hanya alam liar biasa. Kami beristirahat, menyaksikan pemandangan alam liar di tengah matahari yang cukup terik. Makanan pagi menjelang siang kami semacam sisa daging asap semalam—tidak terlalu nikmat, tetapi cukup mengisi

    Last Updated : 2023-12-09
  • Selubung Memori   414. MEMORI PENDAR PUTIH #1

    Aku yakin Lavi akan mengamuk kalau tahu aku mengambil ingatan lagi.Kami akan terputus selama beberapa waktu—setidaknya, hampir sebagian besar energiku habis untuk Fin—dan menurut pengalaman kami, ketika salah satu dari energiku atau Lavi terkuras, komunikasi pasti terputus.Dan ini dia masalahnya: Fin terlambat memberitahuku peringatan.[“Menyambungkan ingatan tidak bisa sembarangan. Kau bisa lihat ingatan siapa pun, kecuali mereka yang terikat dengan kemampuan jiwa. Sekali saja kau menyambungkan ingatan dengan mereka, jiwamu bisa berpotensi diambil alih.”]Itu peringatan yang cukup berarti, tetapi tidak untuk saat ini.Tantangan terbesarnya adalah menyaksikan ingatan masa lalu sembari tetap mempertahankan kesadaran. Fin tidak bilang itu mustahil. Katanya melakukan itu seperti mengeluarkan dua ledakan kemampuan di satu waktu—yang bila diartikan secara kasar pada bahasa manusia: menoleh ke kanan dan kiri dalam

    Last Updated : 2023-12-11
  • Selubung Memori   415. MEMORI PENDAR PUTIH #2

    Penglihatan berikutnya kurang begitu terlihat.Namun, aku bisa melihat Bibi duduk di beranda depan gubuk Jenderal. Di hadapannya sudah ada bunga-bunga yang sedikit mekar. Masih sedikit, tidak seluas ladang yang sekarang, dan di citra itu malam telah tiba, sehingga pemandangan tak terlalu terlihat. Beranda depan Jenderal juga tidak memiliki lampu yang terang, dan entah bagaimana caranya citra ini juga buram.Bibi duduk bersama Jenderal, dipisahkan meja kayu. Itu Jenderal yang juga kukenal. Memakai topi—tetap konsisten meski istrinya ada di sampingnya.“Sekarang aku mengerti maksud Meri,” ujar Bibi, tiba-tiba. “Pada dasarnya selama ini kau tidak mengincar hatiku. Aku ini kau anggap apa?”Jenderal hanya diam.Namun, dari auranya, aku tahu Jenderal tengah dipenuhi nuansa janggal.“Kau hidup bukan untuk mati,” gumam Bibi. “Kau lupa aku di sini?”“Aku harus mengurus sesuatu,”

    Last Updated : 2023-12-13
  • Selubung Memori   416. MEMORI PENDAR PUTIH #3

    Setidaknya, gagasan Bibi benar. Jenderal adalah dua orang berbeda di depan penghuni dan di depan tim kombat. Aku mengenal begitu banyak tentang Jenderal melalui citra-citra singkat—barangkali dirinya yang selalu mengambil jatah makan paling pertama atau paling terakhir, bahkan dia juga pernah tidak sempat kebagian jatah makan andai Ibu tidak menyadarinya. Ibu barangkali masih takut, tetapi Ibu tim tungku, dan dia sering melihat Jenderal datang sendiri. Aku yakin di suatu titik waktu, akhirnya Ibu mulai membuka dirinya yang ketakutan untuk menghadapi diri Jenderal yang begitu misterius dan gelap.Dan Bibi adalah orang dengan aura tercerah di Padang AnushkaBahkan melebihi Ibu—sungguh.Bibi dicintai penghuni. Dia ceria, mudah bergaul, ramah—tidak seperti tim kombat kebanyakan. Dan Bibi masih sering bersama kandidat percobaan bersama Ibu. Kandidat percobaan mirip kandidat baru, tetapi tampaknya mereka sudah lebih siap untuk menghadapi pertempuran&

    Last Updated : 2023-12-15
  • Selubung Memori   417. MEMORI PENDAR PUTIH #4

    “Meri!” seru Bibi, berlari menaiki tangga Balai Dewan. Di pinggangnya ada pedang dengan aura megah. Bibi berlari penuh semangat, rautnya sangat riang, lalu dengan cara paling tidak bersalah, mendobrak pintu ruangan, menemukan Ibu yang sedang mengajar perempuan kecil—lalu menjerit, “MERI!” Yang secara insidental membuat Ibu terkejut dan langsung menjerit:“ASTAGA! KETUK PINTUNYA!”“Meri!” Bibi tidak peduli, langsung meluncur ke meja kecil tempat Ibu dan perempuan kecil itu. “Lihat! Aku dapat pedang baru! Dikasih komandan!”“Komandan?” tanya Ibu, langsung dengan nada normal.“Yah, kita tahu ada semacam peringkat untuk tim kombat, kan?” Bibi mulai menjelaskan, mengedikkan bahunya sesekali. “Aku urutan pertama di keterampilan pedang, dan kemarin aku juga mengalahkan Kapten, jadi aku layak dapat ini.”Ibu melihat pedang itu sejenak—karena secara t

    Last Updated : 2023-12-17

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status